Kasus suap import daging sapi ternyata membuat KPK benar-benar sibuk untuk terus mengembangkan kasus ini. Hal tersebut terbukti dengan terus berkembangnya temuan-temuan baru terkait dengan aktor utama kasus ini yaitu mantan presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq, mulai dari perempuan-perempuan yang terkait dengan bancakan uangnya Ahmad Fathanah, penyitaan mobil di kantor pusat PKS, penyitaan rumah LHI dan baru-baru ini muncul Darin Mumtazah siswi sebuah SMK yang disebut-sebut sebagai istri Luthfi Hasan Ishaq. Untuk kasus terakhir terkait dengan Darin Mumtazah bisa dipastikan akan membuat media semakin bernafsu untuk mengetahui lebih banyak tentang hal tersebut dan tentu akan membuat kasus ini semakin panjang untuk dibicarakan hingga mendekati Pemilu 2014. Hal tersebut belum lagi terkait dengan Suswono sebagai menteri yang mempunyai hubungan dekat dengan LHI dan fihak yang berwenang dalam import daging sapi. Jika KPK mengendus ada keterlibatan Suswono dalam kasus ini tentu akan semakin membuat KPK sibuk menangani kasus ini, untuk mengumpulkan data dan melakukan penyitaan-penyitaan seperti yang dilakukan oleh KPK pada kasus-kasus lainnya. Khusus untuk kasus ini memang KPK terlihat begitu serius menanganinya dengan melacak segala hal yang terkait dengan LHI dan Ahmad Fathanah, seakan-akan ingin membersihkan kasus LHI ini sampai ke akar-akarnya, mungkin KPK mempunyai pertimbangan khusus atas kasus ini. Tidak seperti kasus-kasus sebelumnya yang terkesan hangat-hangat tahi ayam seperti kasus korupsi yang menyeret mantan Menpora Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum dalam kasus Hambalang yang justru kerugian negara yang diakibatkan oleh Mantan petinggi Demokrat ini jauh lebih besar. Untuk kasus Hambalang ini hingga sekarang Masyarakat juga belum tahu ujungnya ada dimana, padahal untuk dua kasus ini terhitung lebih dulu ditemukan oleh KPK yaitu sejak kicauan Nazaradin tentang proyek bermasalah tersebut dan KPK telah secara resmi menetapkan Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum sebagai tersangka.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan Andi Mallarangeng sebagai tersangka dalam korupsi pembangunan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat. "Dari hasil pengembangan kasus dengan tersangka DK (Deddy Kusdinar) ditemukan fakta-fakta hukum yang bisa disimpulkan bahwa KPK menetapkan secara resmi AAM (Andi Alfian Mallarangeng) selaku Menpora atau selaku Pengguna Anggaran pada Kemenpora,"Â kata Ketua KPK Abraham Samad di gedung KPK Jakarta, Jumat (7/12/2012). Konstruksi hukum Andi dinyatakan sebagai tersangka, menurut Abraham sama dengan penetapan tersangka Deddy Kusdinar pada 23 Juli lalu. "Yang bersangkutan dikenakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU 39/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," papar Abraham. Penetapan tersangka Andi Alfian Mallarangeng berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik-46/01/12/2012 tertanggal 3 Desember. Andi disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara; sedangkan pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara. Ancaman pidana dari pelanggaran pasal tersebut adalah maksimal 20 tahunn penjara dengan denda paling banyak Rp1 miliar. Pernyataan KPK dalam surat bernomor R-456/01-23/12/2012 kepada Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM menyebutkan "Diberitahukan kepada Saudara bahwa saat ini KPK sedang melaksanakan penyidikan tindak pidana korupsi terkait pembangunan/ pengadaan/ peningkatan sarana dan prasarana olahraga di Hambalang, tahun anggaran 2010-2012 yang dilakukan oleh tersangka Andi Alfian Mallarageng selaku Menteri Pemuda dan Olahraga/Pengguna Anggaran pada Kemenpora." Â (SUMBER)
Proyek Hambalang yang mangkrak akibat kasus korupsi Andi Mallarangeng dan Anas urbaningrum
Kemudian pada Jumat (22/2/2013), KPK secara resmi mengumumkan Anas Urbaningrum melanggar pasal penerimaan suap atau gratifikasi oleh penyelenggara negara berdasarkan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi yaitu pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman pidana pelanggar pasal tersebut adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar. Sedangkan tersangka lain mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng, mantan Kabiro Perencanaan Kemenpora Deddy Kusdinar selaku Pejabat Pembuat Komitmen saat proyek Hambalang dilaksanakan dan mantan Direktur Operasional 1 PT Adhi Karya (persero) Teuku Bagus Mukhamad Noor juga disangkakan pasal Pasal 2 ayat 1, pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP. Proyek Hambalang pada 2009 diusulkan senilai Rp1,25 triliun sedangkan pada 2010 kembali diminta penambahan kebutuhan anggaran menjadi Rp1,175 triliun melalui surat kontrak tahun jamak dari Kemenkeu. Dari kebutuhan anggaran senilai Rp1,175 triliun, hanya Rp 275 miliar yang mendapat pengesahan. Jumlah itu berasal dari APBN 2010 senilai Rp 125 miliar dan tambahan Rp 150 miliar melalui APBN-Perubahan 2010. Anggaran tersebut bahkan bertambah menjadi Rp2,5 triliun karena ada pengadaan barang dan jasa. Hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan bahwa nilai kerugian negara karena proyek Hambalang adalah Rp243,6 miliar. (SUMBER)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memastikan ada pelanggaran pasal yang dilakukan anggota DPR LHI. Dia sudah menjadi tersangka terkait suap impor daging sapi. Juru bicara KPK Johan Budi memastikan, para tersangka adalah AAE dan JE yang memberikan suap. Sementara AF dan anggota DPR LHI sebagai penerima suap. Seorang sumber memastikan, LHI adalah anggota Fraksi PKS Luthfi Hasan Ishaaq. "AAE dan JE diduga melanggar pasal 5 ayat 1 atau pasal 13, kemudian AF dan LHI diduga melanggar pasal 12 A atau B," kata Johan di KPK, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jaksel, Rabu (30/1/2013). Sebelumnya, KPK sudah menangkap AAE dan JE dari PT Indoguna Utama. Uang sebesar Rp 1 miliar yang diserahkan ke seorang yang dekat dengan anggota DPR berinisial LHI, AF. (SUMBER)
Sangkaan awal terhadap LHI seperti diberitakan oleh detik News diatas adalah sebagai penerima suap dari PT Indoguna Utama, namun dari pengembangan kasus selanjutnya yang dilakukan oleh KPK saat ini LHI dijadikan tersangka dalam kasus pencucian uang. Bukan tidak mungkin jika LHI terbukti menikahi Darin Mumtazah akan dijadikan juga sebagai tersangka Menikahi gadis dibawah umur. Jadi deretan kasus tersebut akan semakin mempperpanjang kisah hukum PKS yang sudah pasti berita tentang PKS akan terus menghiasi headline Media Masa hingga menjelang Pemilu 2014 dan ini tentu akan sangat merugikan PKS karena sudah pasti isi beritanya tidak akan jauh dari kasus suap daging sapi LHI. Dari tiga deretan kasus tersebut diatas jika diamati secara cermat, terhitung KPK bertindak sangat cepat untuk kasus korupsi yang dilakukan LHI sementara untuk dua kasus Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum KPK belum maksimal menanganinya, dalam hal ini KPK harus berlaku adil agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang pasti tentang dua kasus tersebut, padahal sebenarnya KPK sudah menetapkan dua mantan petinggi Demokrat tersebut sebagai tersangka juga kerugian negara yang disebabkan oleh Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum lebih jauh besar. Pertanyaannya adalah apa  yang membuat KPK seolah-olah melakukan tebang pilih terhadap tiga kasus tersebut? Mari kita bandingkan apa yang sudah dilakukan oleh KPK terhadap Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng dan Luthfi Hasan Ishaq: A. ALAT BUKTI Sesuai dengan Undang-undang, Alat bukti adalah : Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah sebagai berikut a. Keterangan Saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa. Alat Bukti Andi Mallarangeng Dan Anas Urbaningrum Seperti di sampaikan diatas oleh Abraham Samad tentang pelanggaran yang dilakukan oleh Andi Mallarangeng, hingga mantan Menpora ini dikenakan pasal pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU 39/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, KPK tentu tidak akan menyebut seseorang terlibat kasus korupsi kecuali dengan alat bukti yang telah dimilikinya. Kemudian untuk alat bukti  Anas Urbaningrum sudah didapat KPK lebih dari 1 tahun yang lalu, dan khalayak umum pun sudah mengetahui alat buktinya, yaitu: Keterangan Nazarudin, keterangan Angelina sondakh, Rosa, yang sudah divonis, dan lain lain. Plus dengan barang bukti pula seperti transaksi penjualan perusahaan Nazarudin kepada Anas dan istrinya, juga Toyota Harier. Dari dua mantan petinggi Demokrat ini diperkirakan kerugian negara mencapai Rp243,6 miliar Alat Bukti LHI Adapun untuk LHI, alat bukti yang paling domonan dimulai dari  Ahmad Fatonah bahwa ia akan menyuap. Walau pun tidak ada bukti transaksional uang yang konon 1 milyar itu untuk LHI. Uang 1 Milyar tersebut 980 juta berada di mobil Ahmad Fathanah, 10 juta disimpan didalam tas dan 10 juta lagi diberikan kepada Maharani Suciyono dan kemudian uang  tersebut disita oleh KPK Alat bukti lainnya adalah kemungkinan pertemuan di Medan. Semoga saja KPK punya kartu truf untuk menunjukan bahwa pertemuan itu ada misi tersembunyi utk suap menyuap. Karena yang terekspos ke media pertemuan itu adalah pertemuan "adu data" antara Mentan dengan Asosiasi tentang kebutuhan impor daging. Dan sampai detik ini tidak ada penambahan kuato impor walaupun fihak Australia sampai mengutus menterinya untuk membujuk Indonesia agar membuka kembali kran import daging dari negaranya. Alat bukti selanjutnya diperkuat dengan rekaman pembicaraan antara LHI dengan Ahmad Fathanah lewat Handphone yang berisi deal-deal uang antara keduanya, namun hingga kini jumlah totalnya belum juga diketahui secara pasti. KPK juga sudah melakukan penyitaan terhadap barang-barang yang diduga merupakan hasil korupsi LHI seperti 8 mobil dan 5 buah rumah, namun KPK belum menyebutkan barang-barang yang disita tersebut dari hasil korupsi LHI yang mana, karena yang terekspos ke publik hingga kini masih suap daging sapi senilai 40 milyar itupun LHI belum menerimanya, adakah kasus LHI yang lain yang masih dikantongi oleh KPK? Kita tunggu saja B. PENJARA Kasus Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum Sekalipun Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum sudah ditetapkan sebagai tersangka keduanya masih bebas dan tidak dipenjara bahkan Anas masih dapat menikmati liburan ke Batam sedangkan Andi Mallarangeng masih dapat berkeliaran kemana-mana hingga 3 bulan lamanya Atau tersangka lain seperti Emir Muis yang masih menghirup udara bebas setelah hampir setahun ia ditetapkan sebagai tersangka. Kasus LHI 15 jam setelah ditetapkan oleh KPK Luthfi Hasan Ishaq langsung ditahan dan dipenjarakan, mungkin KPK khawatir jika LHI  kabur seperti Nazarudin, dan khawatir menghilangkan barang bukti. Jika itu yang dikhawatirkan oleh KPK mestinya KPK melakukan hal yang sama terhadap Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng, juga Emir Muis. Saya yakin KPK bukan sedang memberikan kesempatan kepada 3 orang tersebut untuk menghilangkan barang bukti juga menyusun strategi selanjutnya. Lebih tragis lagi jika penahanan LHI yang begitu cepat karena KPK sudah belajar dari kasus sebelumnya yaitu tersangka menghilangkan barang bukti karena tidak segera ditahan. Kerugian Negara Akibat Proyek Hambalang Dan Kasus Suap Import Daging Sapi Kasus Hambalang Secara resmi kerugian negara yang di sebabkan oleh proyek Hambalang yang ditetapkan oleh KPK terhadap dua tersangka Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum adalah Rp 243,6 Milyar namun proyek yang di mark up hingga 2,5 triliun (baca disini beritanya) tersebut tentu merupakan kerugian yang lain bagi pemerintah, karena proyek tersebut hingga sekarang masih mangkrak dan belum diketahui secara pasti apa langkah selanjutnya, bisa dibayangkan jika uang tersebut diputar untuk membiayai BUMN sudah berapa banyak keuntungan yang diperoleh oleh negara. Kasus Impor Daging Sebagaimana di ketahui uang 1 milyar yang dibawa oleh Ahmad Fathanah adalah uang milik PT. Indoguna dan tidak di bawa oleh LHI dan ketika uang tersebut di ambil dari Ahmad Fathanah  tidak ada bukti transaksional antara AF ke Luthfi Hasan Ishaq, baik berupa bukti serah terima, transfer, atau apapun. Dari pemberitaan uang sejumlah 1M yang juga tidak berada di tangan Luthfi Hasan Ishaq, dan tidak juga dalam posisi segedung dengan Ahmad Fathanah, tidak juga berada dalam suatu kawasan, adalah merupakan persekot dari 40M yang akan di bayar kemudian hari. Jadi uang sebesar 40 milyar tersebut belum di terima oleh Luthfi Hasan Ishaq dan belum juga diketahui secara pasti uang tersebut akan diterima oleh LHI entah 1 bulan lagi, dua bulan atau setahun yang akan datang. Dalam pengembangan kasus selanjutnya berdasarkan pembicaraan yang dilakukan oleh Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaq yang diperdengarkan dalam persidangan menunjukkan adanya deal-deal uang antara keduanya juga pengakuan Ahmad Fathanah bahwa dia pernah menyumbang PKS pada tahun 2012. Hingga kini belum diperoleh keterangan uang itu berasal dari mana, padahal jika dilihat dari kasus suap daging sapi ini, uang senilai 40 milyar belum  diterima baik oleh LHI maupun Ahamad Fathanah. Hal tersebut tentu menjadi tugas KPK untuk menjelaskannya kepada masyarakat. Juga merupakan tugas KPK untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang penyitaan yang dilakukan terhadap 8 mobil dikantor pusat PKS dan 5 rumah milik Luthfi Hasan Ishaq, barang-barang tersebut disita dari LHI dari hasil korupsi yang mana? Sementara kasus suap daging sapi dimulai pada akhir Januari lalu dan LHI belum menerima uang tersebut, dan sudah pasti LHI mempunyai aset-aset tersebut jauh sebelum dirinya tersangkut kasus suap daging sapi ini. Karena jika tanpa ada penjelasan dari KPK tentu masyarakat akan menganggap bahwa KPK telah berbuat semena-mena terhadap Luthfi Hasan Ishaq, namun beruntunglah KPK, karena masyarakat tidak menuntut penjelasan atas hal tersebut, karena masyarakat lebih percaya kepada apa yang diberitakan oleh media dan menganggap apa yang dilakukan oleh KPK adalah sebuah langkah yang benar, walaupun mereka belum mendapat penjelasan dari KPK. Itulah kekuatan media masa yang dapat membungkam suara publik dari apa yang dilakukan oleh KPK yang bisa jadi tidak semuanya benar. Bagi PKS kasus suap daging sapi ini semoga dapat menjadi bahan pembelajaran berharga, karena baru kali ini PKS dihadapkan pada masalah yang cukup berat. Presiden partai sebelumnya telah berhasil membuat Partai berlambang bulan sabit emas ini menjadi partai yang sangat diperhitungkan, namun rupanya Luthfi Hasan Ishaq telah membuat langkah baru yang sangat merugikan PKS di hadapan rakyat Indonesia. Dari beberapa bukti yang terungkap di persidangan menunjukkan tentang kwalitas Luthfi Hasan Ishaq dan tentu para kader PKS harus menerima kenyataan itu. Jika memang Luthi Hasan Ishaq terbukti bersalah terimalah itu dan jangan ada upaya untuk membela dan menutup-nutupi kesalahan yang dilakukannya, apapun predikat dia sebagai Ustadz ataupun Kiyahi dia tetaplah manusia biasa dan bukan Nabi yang tidak pernah melakukan kesalahan. Jika dia memang bersalah hukumlah dia sesuai dengan aturan yang ada didalam partai dan itu akan membuat masyarakat mengangkat topi untuk PKS, namun jika malah ditutup-tutupi dan dibela maka jangan berharap PKS akan disebut sebagai partai yang jujur dan bersih. Dikutip Dari berbagai Sumber SUMBER
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H