[caption id="attachment_155999" align="alignleft" width="516" caption="Satu senja di perairan Kaimana"][/caption]
Kaimana, kabupaten muda hasil pemekaran dari Kabupaten Fakfak di Papua Barat. Kota ini mendadak terkenal karena kecelakaan salah satu armada Merpati Nusantara Airline. Namun sebelum kecelakaan tersebut, banyak dari kita yang mungkin pernah mendengar namanya dari lagu "Senja di Kaimana". Ya, lagu yang dipopulerkan oleh Alfian ini tidak berlebihan. Senja di Kaimana memang romantis dan dramatis. Apabila hujan membasuh kota di siang hari, maka matahari kala senja pun akan mewarnai seluruh Kaimana dengan merah ke-oranye-an, bercorak lembayung ungu di biru langit. Biasanya, saat-saat seperti itu dinikmati warga Kaimana untuk duduk bersantai, menikmati alam dan mensyukuri keindahan yang bisa mereka nikmati secara GRATIS dan effortless di tepi pantai.
Tapi, Kaimana bukanlah sekedar senja seperti pengumuman-pengumuman yang banyak dipajang di bandaranya: "Selamat Datang di Kota Senja Indah". Bukan hanya itu. Keindahan paket komplit bisa kita peroleh di sini, dari laut, pantai, sungai, hutan, sejarah, dan penduduknya.
Keunikan Masyarakat
Seperti layaknya di daerah lain di Indonesia, pribumi Kaimana dibagi menjadi dua kelas besar, warga pesisir dan gunung. Jelas warga pesisir jauh lebih maju karena kontak mereka dengan pendatang sejak ratusan tahun yang lalu. Perkawinan silang turun-temurun menyebabkan kita akan jarang menemui wajah-wajah yang benar khas Papua. Keragaman budaya ini jugalah yang membuat warga pesisir menjadi lebih terbuka akan hal baru.
Sebaliknya, pribumi yang di gunung memiliki kehidupan yang berbeda jauh dengan masyarakat pesisir. Banyak dari mereka yang masih nomaden. Makanan hambar karena tidak dimasak menggunakan garam. Mereka pun masih menggunakan cawat. Loh? Bukan memakai koteka? Tidak. Koteka digunakan di Wamena. Di daerah lain, penduduk pedalamannya rata-rata menggunakan sejenis cawat.
Hal mengagumkan dari warga di sini adalah mereka orang baik! Bahkan meskipun di daerah kota, di pesisir yang banyak pendatangnya, kita bisa bebas memarkir motor di pinggir jalan dan ditinggal berlama-lama tanpa pengawasan. Tindakan kriminal seperti pencurian atau pemukulan biasanya hanya terjadi karena mabuk. Itu pun bisa segera diatasi dengan cepat oleh aparat kepolisian. Meskipun alkohol merupakan minuman ilegal (dengan harga Bir Bintang yang bisa mencapai 95000 rupiah per kaleng), tapi pohon aren di mana-mana. Alkohol lokal mereka produksi secara diam-diam. berjerigen-jerigen.
Eits, sekali lagi, tenang saja. Kriminalitas tidak ditemukan setiap malam. Kita masih bisa bebas berjalan sendirian jam berapa pun, termasuk tengah malam. Bahkan, Kaimana, bersama Fakfak, merupakan kota yang relatif paling aman di tanah Papua. Ketika penduduk Papua bagian lain cemas dilanda kerusuhan akibat gerakan separatis, warga Kaimana boleh bersyukur untuk hidup tenang di saat yang bersamaan. Ketika bagian lain sibuk berperang antar suku, warga Kaimana boleh berbangga dengan rumah adat di kota (yang terletak di pesisir pantai) yang dibangun bersama oleh beberapa suku dan dapat digunakan suku mana pun dari gunung sebagai tempat tinggal mereka selama turun untuk menjual hasil bumi dan membeli beberapa kebutuhan hidup.
Keajaiban Alam Teluk Triton [caption id="attachment_156000" align="alignleft" width="219" caption="Teluk Triton, Lobo, Kaimana"]
Berdasarkan data dari Conservation International Indonesia, salah satu area perairan yang dikenal dengan nama Teluk Triton memiliki keanekaragaman hayati terkaya se-Asia Tenggara. Area ini menjadi area favorit para penyelam. Biasanya, mereka datang dari Raja Ampat. Bukan hanya keindahan laut, bentuk pulau-pulau karst kecil yang tersebar di tenangnya perairan teluk, air jernih berwarna tosca, dan tulang-belulang manusia di liang-liang karang sebagai saksi Perang Hongge ratusan tahun lalu, menjadi bonus dari alam untuk kita yang mengunjungi teluk ini. Jadi, Triton bukanlah teluk eksklusif yang diperuntukkan hanya bagi para penyelam, bukan area yang membuat wisatawan tanpa skill menyelam atau berenang jadi mati gaya. Kita bisa memanjat pulau-pulau karst yang pendek (hati-hati banyak semut merah ukuran jumbo di beberapa pulau), atau memanjat dan mencari liang-liang berisi tulang-belulang manusia dan pecahan perahu kayu. Sekali merengkuh, empat pulau terlampaui.
Bahkan jika kita berangkat dari kota kabupaten, mata sudah dimanjakan sejak awal. Ketika kita melewati perairan Namatota di distrik Mai Mai, nafas berulang kali refleks tertahan karena takjub melihat banyaknya pantai pasir putih yang super molek! Sudah menonton film The Beach? Atau The Lost World? Tidak perlu jauh-jauh ke Thailand atau Hawaii untuk bisa menikmati pantai super indah dan hutan perawan di belakangnya. Cukup ke distrik ini.