Hari Kartini bukan hanya seremonial belaka, 21 April perlu dijadikan momen kebangkitan perempuan indonesia. Â Tiap tanggal 21 April, masyarakat Indonesia memperingati Hari Kartini, sebagai bentuk penghormatan kepada sosok Raden Adjeng Kartini, seorang pejuang emansipasi.
Sebagai seorang bangsawan, RA Kartini berhak memperoleh pendidikan. Ayahnya kemudian menyekolahkan Kartini di ELS (Europese Lagere School). Di sana RA Kartini belajar bahasa Belanda. Lantaran tradisi ketika itu, anak perempuan harus tinggal di rumah untuk 'dipingit', maka Kartini hanya bersekolah hingga usia 12 tahun.
Di sinilah sejarah perjuangan RA Kartini bermula.Â
Selama tinggal di rumah, Kartini belajar sendiri dan mulai menulis surat-surat kepada teman korespondensinya yang kebanyakan berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari Abendanon, Kartini mulai sering membaca buku-buku dan koran Eropa yang menyulut api baru di dalam hati Kartini, yaitu tentang kemajuan berpikir perempuan Eropa. Lalu timbulah keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi yang saat itu memiliki status sosial yang amat rendah.
Kartini banyak membaca surat kabar atau majalah-majalah kebudayaan Eropa yang menjadi langganannya yang berbahasa Belanda. Di usinya yang ke-20, Kartini banyak membaca buku-buku karya Louis Coperus yang berjudul De Stille Kraacht, karya Van Eeden, Augusta de Witt serta berbagai roman beraliran feminis yang kesemuanya berbahasa Belanda, selain itu ia juga membaca buku karya Multatuli yang berjudul Max Havelaar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H