Pada awal 1998, sebuah awal tahun yang biasa untuk sebagian besar penduduk Indonesia. Sedikit yang kami tahu akan adanya salah satu krisis terburuk yang datang di bulan Mei, yaitu kerusuhan 1998 Anti- Cina.
Namun, bagi keluarga kami krisis tersebut sudah dimulai. Setelah lama menekan ibu kami tanpa keberhasilan, untuk menyerahkan properti ayah kami secara sukarela; paman kami, Sukanto Tanoto, mendapatkan ide baru untuk menggunakan kekuasaannya untuk memblokir akun bank ayah saya di Unibank. Bank tersebut dikendalikan oleh paman kami Sukanto Tanoto. Â Ayah saya menggunakan akun ini untuk biaya keluarga kami bahkan sebelum ayah kami meninggal. Pada saat itu, itu adalah akun bank yang ibu saya tahu dimiliki oleh ayah saya dan dia tidak mengetahui bahwa akun tersebut sudah diblokir sampai suatu hari sekertaris memberitahukan dia bahwa dia tidak bisa menarik uang di dalamnya. Ibu saya sangat hancur pada saat itu namun sekertaris memberitahunya bahwa perusahaan telah menerima uang asuransi ayah kami dan perusahaan akan mentrasfer uang tersebut kepada akun ibu saya, dimana akun tersebut tidak diblokir karena saldo yang minim di dalamanya.
Ibu saya memberitahu sekertaris bahwa dia membutuhkan uang secepatnya karena saldo di personal akun bank nya akan segera negatif dan dia belum mengetahui bagaimana menyiapkan uang sekolah dan biaya hidup untuk beberapa bulan kedepan. Setelah paling sedikit 50 panggilan telepon ke kantor, sekertaris akhirnya dengan hancur hati menyampaikan kepada ibu saya bahwa dia sangat menyesal. Dia telah melakukan yang terbaik dan dia merasa menyesal untuk segala yang terjadi namun sepertinya ibu saya tidak akan mendapatkan uang tersebut karena kantor pusat telah memblokirnya.
Tidak menyerah dengan berita ini, ibu saya memutuskan untuk menghubungi Sukanto dan menghadapinya sendiri untuk semua yang telah ia lakukan.
Bukannya menemui ibu saya sendiri, dia mengirimkan Suryani Zaini, salah satu penasehat legal nya untuk menemui ibu kami.
Suryani memberitahukan ibu saya bahwa untuk menyelesaikan permasalahan finansial keluarga kami, dia dapat mencoba untuk mencairkan uang asuransi ayah saya. Namun, dia tidak dapat mentransfer uang asuransi tersebut ke akun bank ibu saya kecuali dia menandatangi suatu dokumen. Dia memberitahu ibu saya bahwa usaha untuk melawan Sukanto adalah sia- sia, karena ibu saya tidak akan menang. Ibu saya memberitahu dia bahwa jika Sukanto tetap melanjutkan permasalahan ini dia akan mencari penasehat hukum di Singapura. Suryani menegur ibu saya dan mengatakan bahwa itupun tidak akan berhasil karena Sukanto sangat berkuasa dan memiliki pengaruh penting bahkan di Singapura.
Suryani menyatakan kepada ibu saya bahwa dia harus menandatangani surat kuasa untuk mewakili ke tiga orang, yaitu Haw Suwandi, Mahidin Jaya, dan Hartono Tunawijaya. Namun Suryani tidak memberitahukan tujuan untuk perwakilan tersebut.
(Lihat dokumen)
Meskipun Suryani membawa surat kuasa ini kepada ibu saya pada awal 1998, namun tanggal yang tercantum pada dokumen adalah 24 Oktober 1997.
Pandangan pertama, satu halaman dokumen ini terlihat sangat sederhana dan tidak membahayakan. Namun itu adalah rilis yang besar terhadap keluarga kami dan akan dianggap melanggar hukum pada banyak yurisdikasi.
Format yang umum pada surat kuasa harus meliputi nama penerima, tanggal awal dan akhir, tujuan, dan tanggung jawab.