Mohon tunggu...
Lala_mynotetrip
Lala_mynotetrip Mohon Tunggu... Lainnya - Terus berupaya menjadi diri sendiri

Blogger pemula|menyukai petualangan sederhana|Suka bercerita lewat tulisan|S.kom |www.lalakitc.com|Web Administrator, Social Media Specialist, freelancer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bisakah Sukabumi Dijadikan Tempat Slow Living?

26 Desember 2024   17:40 Diperbarui: 26 Desember 2024   17:40 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era digitalisasi yang serba sat-set, rupanya muncul tren gaya hidup slow living. Kok bisa ada tren ini? Jika menilik dari pengalaman pribadi, hampir 11 tahun bekerja. Dengan rincian 4 tahun bekerja di kota Bogor, sesuai tempat tinggal kemudian sisanya bekerja di Jakarta (walaupun sempat full tinggal di Jakarta 5 tahun) Sisanya dijalani dengan pulang-pergi naik KRL commuter line & TJ (TransJakarta). Setiap hari menghabiskan waktu di jalan sekitar 3-4 jam, dari gambaran ini pasti sudah kebayang bakalan jadi remaja jompo yang mudah kelelahan.

Belum lagi tren kerja setelah pandemi melanda, rasanya 24 jam lumrah buat terus bahas pekerjaan. Kadang-kadang meeting dari jam 8 malam sampai jam 10 malam, belum lagi revisian huah. Kebayang kalau hal kayak gini dijalani puluhan tahun, sudah pasti akan hadir rasa jenuh dan stres berlebih. Sebagai manusia yang berusaha mencari solusi, maka terciptalah tren Slow Living. 

Lalu, apa yang dimaksud dengan slow living?  Secara pengertian slow living merupakan sebuah pola pikir di mana seseorang menentukan gaya hidup yang lebih berharga dan sejalan dengan apa yang paling di hargai dalam hidup. Gaya hidup satu ini lebih berfokus pada kualitas dibandingkan dengan kuantitas. Bukan hanya sekadar mengejar keseimbangan ya, lebih pada meningkatkan kenyamanan. 

Pertanyaan yang muncul, apa bisa menjalani slow living di kota besar? Kemungkinannya kecil sekali mengingat sebagai seorang karyawati sudah pasti harus mengikuti rules di dunia kerja. Solusinya gimana? Ada beberapa pilihan, misalnya : Tetap bekerja sambil menyisihkan sebagian penghasilan untuk menabung & investasi tentunya punya target tahun kapan akan pindah ke daerah yang dirasa cocok untuk menjalani kehidupan slow living. Atau mengambil langkah menjadi freelancer/remote worker sambil menjalani kehidupan slow living di daerah yang diinginkan, opsi terakhir memiliki usaha sendiri yang mulai berkembang alias maju di daerah yang bisa menerapkan slow living. 

Sukabumi Jadi Kota Pilihan Untuk Jalani Slow Living

Beberapa kali liburan ke Bandung dan sempat terpikir kalau kota Bandung bisa dijadikan tempat untuk memulai hidup slow living, namun ketika survey harga rumah, tanah di sana ternyata harganya sudah lumayan wah juga. Pastinya ingin tempat tinggal nyaman yang sesuai sama kemampuan dompet juga. Jadi, saya urungkan niatan tersebut karena harus realistis juga. 

Pas liburan ke Sukabumi tempat kelahiran mama yang kebetulan Sukabumi kabupaten & cenderung masih sangat desa banget di sana saya merasa lebih realistis untuk menjalani gaya hidup slow living. Udara masih sangat bersih, sawah dan kebun terbentang luas, terpenting harga sawah, tanah dan rumah masih cukup masuk akal dan ramah di kantong. 

Dok.pribadi
Dok.pribadi

Sehari di Sukabumi, tepatnya daerah Cipeuteuy Gunung Bentang sangat membuat saya merasa nyaman. Waktu berjalan terasa lebih lama, enjoy menikmati momen, bisa kerjain kerjaan secara remote, sapaan hangat dari para tetangga pun masih ada. Hanya saja, ada sih beberapa oknum yang jiwa kepo nya bergelora nanya mulu kaya watrawan hehehe tapi masih bisa dihitung jari dan bisa teratasi dengan aman tanpa bikin naik pitam. 

Namanya mau menjalankan gaya hidup slow living, risetnya tidak cukup sehari dong. Maka, saya putuskan untuk tinggal di Cipeuteuy Gunung Bentang sampai dengan 8 hari. Warga di sana mayoritas bekerja sebagai petani sambil jadi peternak, ada juga yang jadi PNS hingga kuli. Anak muda rata-rata bekerja di kota : Bekasi, Jakarta, Tangerang dan beberapa jadi TKI di daerah Taiwan dan Timur Tengah. Namun ada juga muda-mudi yang fokus menjalani pertanian keluarga, berdagang dan berternak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun