Pertama kali berkecimpung di dunia konten kreator, rasanya lumayan banget. Bisa jadi side job yang kasih tambahan cuan. Bisa atur waktu, tanpa ganggu jam kerja utama. Happy banget, karena mau tidak mau jaman sekarang memang harus pintar cari tambahan serta peluang maklum biaya hidup makin meroket terus.Â
Pengalaman Jadi Koordinator Project
Saat dapat bayaran dari brand atau agency yang handle campaign rasanya happy dan langsung masuk ke pencatatan keuangan sebagai tambahan penghasilan. Kemudian, ada masa dimana mbak Lala jadi koordinator project campaign tertentu, serta langsung berhubungan sama para konten kreator.Â
Saat jadi koordinator project, mbak Lala akan nego terkait fee yang akan diterima konten kreator dengan pertimbangan basic melihat seberapa rumit SOW (Scope of work). Harapannya para konten kreator bisa memperoleh fee yang sesuai dengan effort.Â
Menjamurnya MG
Namun, makin kesini rupanya ada banyak management perorangan atau terkenal dengan istilah MG. Mengambil berbagai project dengan budget murah meriah, alhasil sangat menjatuhkan rate card dan pasaran standar dari agency nih.Â
Namanya perusahaan, saat melihat ada peluang buat dapetin partner bisnis yang bisa dibayar lebih murah pastilah akan beralih walaupun belum tahu juga kualitasnya. Memang tidak semua perusahaan langsung beralih ke MG namun kehadiran MG ini memang cukup merusak pasar yang sudah tersusun rapi.Â
Bahkan, semenjak awal tahun karena coba mencari info detail terkait MG ada banyak fakta mencengangkan. Salah satunya MG yang ambil job dari brand dengan sistem barter value. Jadi, gambarannya : MG mungkin tetap dapat fee jasa (mereka carikan konten kreator), konten kreator ditawarkan produk atau jasa dengan worth misal Rp200.000,- dengan ketentuan kreator harus membuat video terkait produk ataupun jasa tersebut. Mungkin, sekali dua kali sampai tiga kali masih oke lah ya buat para kreator pemula.Â
Mulai dinormalisasi Barter ValueÂ
Namun, sayang seribu sayang hal ini tuh jadi dinormalisasi banget dan berimbas buruk pada agency yang sudah punya rate card. Tidak sedikit agency harus gulung tikar, memang iya sih bukan hanya karena kehadiran MG yang merajalela saja. Ada banyak faktor lain yang mendukung  termasuk kondisi perekonomian negara pun memang lagi carut-marut. Pengenaan pajak yang terus meroket, namanya perusahaan banyak banget kan biaya operasionalnya.Â
Imbas ke konten kreator pun jadi lebih sulit dapat bayaran yang beneran sepadan sama effort. Agak merugikan sekali sistem barter value ini, misal harus datang ke lokasi jasa. Kan mesti keluarin ongkos atau bensin kalau punya kendaraan. Intinya tetap harus ada modal banget dan nilai yang diperoleh misal makan siang ya sudah  hanya begitu aja. Misal konten kreator yang beneran full time, keseharian bergantung sama penghasilan tersebut bisa kebayang ya bakalan kayak gimana kondisinya kalau kebanyakan brand hanya menawarkan kerjasama barter value.Â