Mohon tunggu...
Lala_mynotetrip
Lala_mynotetrip Mohon Tunggu... Lainnya - Terus berupaya menjadi diri sendiri

Blogger pemula|menyukai petualangan sederhana|penulis amatir|S.kom |pecandu buku|Sosial Media creative|Ide itu mahal|yuk menulis|doakan mau terbitin novel

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pelengkap dalam Langgengnya Pernikahan

17 Februari 2023   11:10 Diperbarui: 17 Februari 2023   11:13 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedang menjadi perbincangan hangat terkait Pentingnya komunikasi dalam sebuah pernikahan, bahkan ada sebuah film yang berjudul "Noktah Merah Pernikahan" Sangat menarik serta edukatif. 

Saya pun setuju, bahwa salah satu kiat langgengnya sebuah pernikahan itu dilandaskan pada komunikasi dua arah yang terjalin dengan baik. Faktanya komunikasi ini menjadi sebuah momok mengerikan, sering ditemui beberapa pasangan yang sudah belasan tahun menikah kemudian memilih berpisah, setelah dikulik mereka berdua sudah merasa tidak nyaman, semakin lama komunikasi diantara keduanya kian efektif, bahasa cinta dalam komunikasi perlahan berkurang, menyebabkan to the point membuat keseharian flat/datar, tidak ada hal yang membuat deg-deg an lama-lama rasa suka dan sayang ikut terkikis, apalagi semakin lama bersama makin mengenal karakter asli, ada banyak bentrok baik dari sisi pola berpikir, pendapat dan faktor lainnya yang memperkuat kerenggangan dalam sebuah ikatan pernikahan.

 Menikah memang untuk jangka panjang, jadi sebelum memutuskan untuk menikah cobalah analisa ragam alasan logis yang membuat kita memilih untuk menikah dengan seseorang. Kenapa banyak orangtua yang mengharapkan anaknya bisa menikah dengan yang setara baik dari segi pendidikan, ekonomi dan adat istiadat? Rupanya supaya lebih memudahkan sang anak untuk berbaur dan tidak culture syok saat memasuki fase pernikahan. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan taraf ekonomi, sosial dan pendidikan memberikan sumbangsih pada pola berpikir, prilaku dan pengelolaan emosi dalam diri seseorang. 

Sebelum menikah, pastikan sudah siap secara mental, ilmu komunikasi yang baik, pemikiran, keuangan, managemen emosi dan mau menerima ragam perbedaan. 

Menikah bukan hanya tentang menyatukan 2 orang, melainkan menikah itu menyatukan 2 keluarga yang sudah pasti punya perbedaan. 

Saat seseorang menikah, harus mampu menghargai dan menghormati keluarga pasangannya. Tidak berkata atau bertindak yang menyakiti anggota keluarga pasangan, apalagi Ayah atau Ibu pasangan kita. Apakah mudah untuk dijalankan? Bisa mudah bisa juga susah, tergantung situasi dan kondisinya. 

Jika memilih tinggal dirumah keluarga pasangan, sudah pasti merupakan tantangan tambahan untuk bisa mengontrol emosi, perkatan dan tindakan. Disana sudah pasti akan ditemukan banyak gesekan, baik yang disengaja ataupun tidak disengaja. 

Belum lagi terkait isu generasi sandwich dimana banyak anak yang harus menjadi tulang punggung bagi Ayah-Ibu serta adik stau kakak nya, bertemu dengan pasangan serupa..bebannya double, memang satu sisi pasangan akan lebih saling memahami bahwa posisi mereka harus tetap menyisihkan rezeki untuk di share ke kedua belah pihak keluarga. 

Satu sisi kalau ekonominya pas-pas an akan terjadi ragam pertempuran, baik pembahasan keuangan maupun ketersinggungan saat satu pihak diberikan lebih dan pihak lain mendapatkan angka yang tidak sama, ini dilema terbesar. Uang selalu menjadi isu yang sensitif namun bisa meleburkan perasaan atau kasih sayang diantara suami-istri. Enggak percaya? Coba cek deh ragam berita dan penelitian. 

Komunikasi yang baik, keuangan, budaya keluarga, pola pikir, bahasa cinta menjadi fakto penting yang harus dijaga dan dibina seiring berjalannya waktu pernikahan, belum lagi kesepakatan terkait punya anak, biaya pendidikan anak dan rencana punya rumah atau asset lainnya supaya dimasa yang akan datang keluarga yang dibangun jelas arahnya mau kemana. Visi misi yang kuat diimbangi dengan usaha dan upaya yang maksimal dilakukan secara seimbang oleh kedua belah pihak. 

Jika suami istri bekerja, maka suami harus maklum saat istri tidak bisa maksimal dalam mengurus rumah tangga, jika ada dana lebih cobalah tawarkan bantuan untuk pekerjaan rumah di handle sama ART. Jika belum mumpuni keuangannya, sudilah suami dan istri berbagi tugas dan tanggung jawab terhadap pekerjaan dirumah. 

Cara berkomunikasi dengan orangtua dan keluarga pasangan, perlu diperhatikan serta tidak boleh asal emosi, ini akan sangat menyakiti dan menyinggung perasaan pasangan kita. Tidak dipungkiri beda polw pikir kita dan orangtua, pasti menyebabkan banyak kesalah pahaman..ini peer yang lumayan butuh kepala dingin, spontan tidak emosian dan tetap mengedepankan rasa hormat. 

Intinya, banyak banget elemen yang harus dijaga tetap seimbang supaya rasa kasih sayang dalam rumah tangga kadarnya terjaga, tidak drop atau perlahan terkikis hilang karena emosi dan rasa ilfeel terhadap perbedaan yang ada. Semoga tetap bisa menjaga keluarga kita dan membangun rumah tangga yang Sakinah, mawadah, warrohmah serta amanah, aamiin. 

Berusaha menjadi peribadi yang bahagia, suapaya bisa membahagiakan keluarga dan mencintai diri sendiri sebelum mencintai pasangan atau (suami/istri dan keluarga kita). 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun