Mohon tunggu...
Lala_mynotetrip
Lala_mynotetrip Mohon Tunggu... Lainnya - Terus berupaya menjadi diri sendiri

Blogger pemula|menyukai petualangan sederhana|penulis amatir|S.kom |pecandu buku|Sosial Media creative|Ide itu mahal|yuk menulis|doakan mau terbitin novel

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kemandirian yang Terbangun

22 Juli 2019   22:17 Diperbarui: 23 Juli 2019   07:16 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak kecil kita diajari untuk bisa mandiri sesuai dengan usia dan kemampuan kita, begitupun saat dewasa dan memutuskan untuk menikah. Pernah dan sering terjadi pihak wanita diboyong ikut dengan suaminya entah ke rumah baru mereka, atau tinggal dengan mertua juga ngontrak atau sewa rumah. 

Mana sih yang bisa bikin pasangan itu mandiri dalam prosesnya? Sebagian bilang punya rumah atau ngontrak akan membuat kedua pasangan mandiri. Kenapa begitu? Karena secara tidak langsung masalah atau kendala yang mereka temui, akan dihadapi berdua tanpa adanya campur tangan secara langsung dari pihak keluarga atau pihak kerabat. 

Mungkin jika hanya saran dan wejangan masih bisa mereka dapatkan. Namun tidak touch up secara langsung, hasilnya pasti mereka akan lebih mandiri dan matang dalam melalui proses kehidupan. Untuk menggapai Rumah tangga yang Harmonis itu memang tidak mudah diperlukan kerjasama juga keselarasan dalam menajalani nya dan perlunya kemandirian dalam berpikir serta bertindak untuk mengambil keputusan-keputusan untuk rumah tangga. Rumah tangga itu ibarat sebuah kapal yang ada Nahkoda dan kaptennya, keduanya harus kerjasama dan terus support. 

Apabila terlalu banyak turut campur tangan dari Keluarga (Ibu, ayah, mertua, adik ipar, kakak ipar, dst) akan menyebabkan beberapa guncangan dan keretakan meski tidak terlihat namun akan terus terasa oleh kedua insan.

Seatap dengan keluarga sendiri atau dengan mertua, memang banyak positifnya. Misalnya kita jadi lebih akrab, bisa berkomunikasi secara intens, sekaligus berbakit kepadanya, terlihat apa saja yang harus kita bantu. 

Namun banyak rasa canggung, tidak nyaman atau merasa diawasi bagi pihak menantu. Gerak-gerik, kebersihan rumah sampai dengan keuangan pun akan terlihat lebih jelas jika kita seatap meski misalnya memiliki pintu yang terpisah. Seatap dengan keluarga sendiri atau mertua, memang jadi opsi saat suami-istri belum memiliki rumah dan alih-alih menghemat biaya hidup serta mendekatkan diri dengan keluarga. 

Namun tidak dapat dipungkiri, memiliki sebuah keluarga yang bergabung di antara keluarga lain maka akan terjadi gesekan-benturan dari segi penerapan habbit hinga visi-misi hidup. Karena akan ada banyak komentar yang tidak jarang menyakitkan hati dan pikiran (meski maksud atau tujuannya tidak seperti itu).

Ngontrak atau sewa rumah, memang berat ya.. harus mengeluarka biaya untuk tinggal namun jauh lebih memandirikan para pasangan karena tidak adanya rasa bergantung pada Keluarga. Keputusan yang diambil berdasarkan musyawarah dan mufakat berdua meski sesekali meminta nasehat tertua atau orang tua. Setidaknya segala hal yang dilakukan terasa lebih leluasa, memang agak berat harus mengeluarkan biaya untuk tinggal. 

Sebetulnya apapun itu tetap pilihan terbaik itu berdasarkan hati nurani yang berlogika. Lebih nikmat lagi saat menikah sudah ada rumah, jadi mandiri dan tidak harus membayar uang tinggal atau sewa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun