Mohon tunggu...
Hety A. Nurcahyarini
Hety A. Nurcahyarini Mohon Tunggu... Relawan - www.kompasiana.com/mynameishety

NGO officer who loves weekend and vegetables

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bukan Tim Bukber Virtual

25 April 2021   22:30 Diperbarui: 25 April 2021   23:59 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi Covid-19 pada Maret 2020 telah mengubah segalanya. Kebijakan untuk enggak ke mana-mana, di rumah aja, membuat orang jadi enggak bisa bertemu, berkumpul, serta berinteraksi secara langsung selama beberapa waktu. Orang dibuat berjarak dengan tujuan 'mulia' untuk memutus persebaran virus Covid-19 yang kala itu sangat masif. 'Social distancing', istilahnya. 

Setelah beberapa waktu, ternyata, istilah yang muncul dari narasi-narasi global pandemi Covid-19 dari WHO itu berganti menjadi 'physical distancing'. Ya, ternyata, dalam penerapannya di lapangan, muncul kasus-kasus pengucilan/pengabaian di masyarakat dengan mengatasnamakan pandemi Covid-19. Dalam beberapa kasus, banyak penderita Covid-19 yang berjuang 'sendiri' walaupun mereka sebenarnya masih membutuhkan bantuan orang lain untuk menjalankan isolasi mandiri. Ada juga kasus-kasus lainnya karena benar-benar berdiam diri di tempat tinggalnya dan don't know what to do sampai memunculkan gangguan-gangguan psikologis, seperti depresi dan kecemasan berlebih. Tak lama, muncullah istilah baru, 'physical distancing.' HeEh, ada koreksi dan penegasan kembali bahwa yang dijaga adalah jarak secara fisik bukan secara sosial. Orang-orang masih dapat berinteraksi asal memperhatikan jarak fisik dengan orang lain untuk menghindari cipratan droplets yang kala itu menjadi salah satu media persebaran virus Covid-19 antarmanusia. 

Yah, kembali lagi ya, sebagai makhluk sosial, manusia secara dasar, memang membutuhkan bantuan orang lain. Nggak hanya saat sakit, saat sehat pun. Tidak ada yang bisa dan sanggup hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. 

Nah, pada saat itulah, peran teknologi dalam informasi dan komunikasi tumbuh subur saat pandemi. Orang memang tidak bisa bertemu secara langsung namun mereka masih bisa terkoneksi satu sama lain dengan bantuan teknologi. Enggak hanya dengan satu, dua, atau beberapa orang aja, bahkan ribuan. Sebut aja berbagai aplikasi rapat telekonferensi, aplikasi percakapan (chatting), dan lain-lain yang mampu menghubungkan banyak orang dalam waktu yang singkat. 

Saya jadi ingat, dulu, sebelum pandemi Covid-19 terjadi, saya paling malas dengan yang namanya rapat daring alias webinar. Padahal topiknya bagus-bagus, terlebih yang diselenggarakan lintas negara dan benua, ya. Entah mengapa, antara perbedaan waktu penyelenggaraan acara atau saya malas menginstal aplikasi telekonferensinya. Dan ... boom! Pandemi Covid-19 melanda. Dalam waktu sekejap, orang-orang menjadi sangat 'akrab' dengan aplikasi rapat telekonferensi. Tua, muda, anak-anak, dewasa, all. Saya pun. Dari kerja, sekolah, seminar daring, diskusi daring, rapat daring, semuanya dijalankan di depan layar.  

Sayangnya, ada satu hal yang sampai detik ini, yaitu bulan ramadan babak kedua saat pandemi, belum bisa saya lakukan. Alasannya, lebih dari sekadar enggak mau adaptasi tapi faktor enggak nyaman aja. Ya, bukber virtual!

Entah kenapa, saya enggak nyaman makan di depan layar, entah HP atau laptop, dan berinteraksi dengan orang di 'ujung' sana sambil berbuka puasa. Bagi saya, berbuka puasa adalah momentum yang cukup 'sakral' yang sayang untuk dihabiskan sambil menatap layar. Ya, ya, ya, sebelum pandemi, saya pun suka bukber bersama teman-teman di luar rumah. Tapi lagi-lagi, interaksi yang terjadi termasuk alami tanpa saya direpotkan oleh jaringan internet, perangkat HP, laptop, suara yang putus-putus, dan lain-lain. Jadilah, tiap diajak bukber virtual, saya termasuk orang yang menolak. Lebih baik, jika memang harus ngobrol dan temu kangen, setelah buka puasa aja. 

Percayalah, menurut saya, bukber virtual nggak senyaman dan sesempurna di iklan-iklan TV, di mana semua tertawa, tersenyum di depan layar dengan santapan buka puasanya masing-masing.  Eh iklan apa ya? 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun