Kotagede adalah daerah terpencil namun mempunyai banyak cerita bersejarah disetiap kampungnya, berikut kampung bersejarah tersebut :
- Kampung Jagaragan, kampung yang berada di sebelah timur laut Kedhaton. Sebutan Jagaragan diperkirakan karena dulunya menjadi kediaman kediaman Pangeran Jagaraga, putera Panembahan Senopati
- Kampung Jagungan, kampung yang letaknya berada di sebelah timur Pasar Gedhe, perisnya dekat jalan arah ke Kampung Mutihan dimana yang berbatasan langsung dengan Kampung Buharen dan Selokraman. Nama Jagungan sendiri berawal dari kata jagung yang diduga dukunya kawasan ini adalah kebun jagung.
- Kampung Jayapranan, letaknya berada di tenggara  Pasar Gedhe sebelah selatan Kampung Selokraman. Nama Jayaprana diduga karena dulunya disana lah Kyai Jayaprana hidup.
- Kampung Kabekelan, merupakan dampak perubahan pembagian kawasan Kotagede pada tahun 1912 hingga 1917.
- Kampung Pekarangan, daerah yang megelilingi pusat Kotagedhe / kabekelan Sudagaran. Diduga dulunya kawasan ini menjadi daerah  pertanian atau kebun karena disekitarnya terdapat wilayah yang memilki nama yang berkiatan dengan pertanian.
- Kampung Karangduren, letaknya di sebelah barat-daya Pasareyan Ageng Kotagede. Sebutan Karangduren ini menunjukkan dulunya di tempat ini ada kebun durian.
- Kampung Keboan, letaknya di sisi timur-laut pasar Kotagedhe. Persisnya di sebelah timur Kantor Pegadaian Kotagede dan sebutan Keboan diduga berasal dari kata Kerbau / Kebo sayangnya dugaan ini masih simpang siur.
- Kampung Kedhaton, letaknya di sisi selatan Masjid Mataram, Kotagede. Sebutan Kedhaton diduga dulunya tempat itu adalah Kraton Mataram Islam.
Daerah yang juga terkenal akan makanan khasnya yaitu Kipo, dan tembok hijau yang terletak di jalan menuju pintu masuk Gapura Paduraksa milik Masjid Mataram. Begitu juga dengan adanya banyak pengusaha Batik dan Perak.
Sebelumnya saya sudah mengenal sesepuh Masjid perak.
Dulu di daerah Kotagede hanya ada satu masjid yaitu Masjid Mataram, kemudian seiring berjalannya waktu tidak cukup kapasitasnya. Lalu Kyai Amir  berpikir dan mengatakan "Bagaimana supaya ada perbaikan Masjid terutama bisa mencukupi keinginan dari masyarakat itu bisa didengarkan" maka dibuatlah satu Mimbar disana, dan Mimbar tersebut masih ada di Masjid Perak hingga saat ini.Â
Tetapi beliau (Kyai Amir) juga merasa kegiatan tentang keagamaan banyak tercampur dengan kegiatan budaya jawa Kraton dan kita harus memberikan tujuan bahwa Masjid itu hanya untuk ibadah saja begitu juga Muadzin (orang yang menyerukan adzan) nya adalah petugas kemudian turun lagi namun rasanya kurang pas. Ingin mengadakan pengajian saja kadang perizinannya susah sekali artinya perizinannya harus ke Solo karena Masjid Mataram merupakan milik Kraton Solo dan Jogja.
Lalu Kyai Amir mengadakan pengajian sendiri dan yang datang hanya dari masyarakat Kotagede dan sekitarnya saja, dan memang pengajiannya sudah menggunakan metode yang modern dengan makalah lalu diperbanyak tetapi tetap saja menggunakan dasar-dasar Hadist Sahih. Setelah itu Kyai Amir menemukan buku "Ad-Dzikra" yang mana beliau ingin memberikan kepada anak-anaknya yang menjadi guru-guru di SMP Muhammadiyah agar untuk dijadikan pegangan tentang agama Islam.
Kemudian ada keinginan untuk membangun Masjid sendiri dan oleh para pengikutnya di setujui, dan demikian oleh orang-orang Muhammadiyah sekitarnya dari pengusaha perak dan batik juga sangat mendukung di tahun 1930an atau lebih. Setelah itu mendapat gambaran tempat yaitu ada di Giwangan, Prenggan, dan satu lagi (maaf dalam record percakapan saya dengan beliau tidak begitu jelas, jadi mohon maaf belum bisa saya cantumkan) lalu keputusan akhir memilih di tengah saja yaitu Prenggan antara ketiga opsi tempat tadi.Â
Padahal di Prenggan masih ada seperti kebun yang masih milik orang lain lalu di belilah tanah itu oleh Pesertanya (wakaf) yang kemudian diserahkan kepada Pimpinan Muhammadiyah Cabang Kotagede atas nama anaknya. atas nama anaknya Ja'far Amir. Setelah jadi milik Muhammadiyah mulailah dibuat Masjid yang kurang lebih 3 tahunan dari tahun 1936 hingga 1939 dengan bantuan dari sana sini.