Mohon tunggu...
Oktavianus Teguh P
Oktavianus Teguh P Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Seorang pengembara dunia dan kehidupan, berbagi untuk saling mencerdaskan sesuai jati diri sebagai anak Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Negative Thinking Itu Sah...

8 Maret 2012   05:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:22 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Salam Biasa bukan Super...
Tulisan ini memang sengaja saya awali dengan judul yang (mungkin) provokatif. Seperti diajarkan mentor saya seorang Romo Yesuit yang memberi judul untuk buku-bukunya dengan judul yang provokatif. Maksudnya provokasi untuk membaca apa sih isinya ?
Tapi sudahlah, tulisan ini tidak saya perjualbelikan, sharing saja secara gratis..
Ini bukan konter untuk nilai-nilai yang selama ini ditanamkan lo..."Kita harus selalu berpikir positif dengan segala hal". Kalimat itu saya setuju.
Ada sebuah cerita tentang seorang anak yang akan ditinggal Bapak dan Ibunya keluar kota. Kepergiannya untuk keperluan bisnis dan si anak tak bisa ikut karena orang tuanya tidak mau si anak meninggalkan sekolah untuk saat yang cukup lama dan si anak sudah terbiasa untuk mandiri sejak kecil. Tentunya dengan ditemani seorang pramuwisma kepercayaan yang sudah ikut keluarga itu dari sejak sang Ibu masih gadis. Berangkatlah Bapak dan Ibu disertai sopir kepercayaan dan asisten pribadi ke luar kota malam itu.
Sehari dua hari komunikasi dengan orang tuanya berjalan lancar sampai saat kabar bahwa di hari ke tujuh mereka akan pulang karena urusan sudah beres. Biasalah, orang tua yang berusaha baik akan menanyakan oleh-oleh apa yang diminta, dan dengan kesederhanaannya si anak hanya menjawab "Yang penting Bapak dan Ibu selamat sampai di rumah".
Beberapa jam kemudian, si anak dikejutkan dengan kedatangan Kakek dan Neneknya yang tinggal di kota yang sama namun beda kecamatan. Ada duka dan kesedihan yang tertahan dari wajah mereka. Si anak sudah menangkap sesuatu yang buruk. "Cu, bersiap ya, kita malam ini akan ke rumah sakit di kota propinsi. Ada apa nanti kakek akan bercerita di jalan" kata Nenek. "Baik Nek" balas si anak. Dan si Nenek terlihat heran dengan sikap cucunya. Di perjalanan, Nenek dan Kakek memeluk cucunya dengan tangis yang tak terbendung dan berucap "Bapak dan Ibu kecelakaan Cu, dan..dan mereka meninggal". Tampak air bening mengalir dari dua matanya, terisak namun masih tampak pula ketegaran.
Hari berganti. Prosesi pemakaman dan acara-acara setelahnya pun dilalui. Si Cucu yang yatim melalui hari-hari duka dengan tegar.
Suatu saat, sang Nenek bertanya "Cu, nenek perhatikan sejak kabar Bapak Ibu meninggal kamu terlihat seperti tidak terjadi apa-apa ?". "Nek, maaf. Bukan cucu gak merasakan duka. Jujur nek, duka ini masih ada sampai sekarang. Tapi cucu diajarkan Bapak dan Ibu setiap berdo'a untuk menyerahkan semua dalam rencana Tuhan.TERJADILAH KEHENDAK-Mu..itu yang sering diajarkan Bapak. Aku ini hamba Tuhan, terjadilah menurut SabdaMu, itu yang sering diajarkan Ibu. Setiap Bapak dan Ibu ke luar kota, Cucu selalu berdo'a untuk keselamatan mereka, namun Cucu juga menyerahkan semua ke rencana Tuhan Nek".
Dan, pelukan erat disertai rasa syukur seorang Nenek terhadap cucunya "Tuhan, sungguh ajaib karyaMu, kau ajarkan makna beriman melalui cucuku ini"
Rasa kecewa atas gagalnya sebuah keinginan (kadang bias dengan disebut HARAPAN), bisa diminimalkan efeknya dengan PLAN B yaitu mempersiapkan diri jika GAGAL. Berpikir positif memang penting untuk sebuah keinginan, namun di dunia ini harap diperhatikan juga bahwa positif bersanding dengan negatif. Yakin akan BERHASIL, siapkanlah rencana lain jika yang datang adalah KEGAGALAN. Niscaya, tak ada pelarian dalam bentuk CIU, MANSION, GELE dan BALA KURAWAnya, atau bahkan HARDWARE yang bisa menghentikan kinerja jantung macam tali kekakng kuda, pisau, pistol atau minuman anti serangga.
Jangan rendah diri jika AKU, KAMU dan KITA semua mungkin bukan manusia SUPER.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun