Mohon tunggu...
Mariatul Qibtiah
Mariatul Qibtiah Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Pendidikan Biologi Bilingual 2012 \r\nhttp://mycreativeincatcerpen.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Segumpal Korupsi dalam Kesengsaraan

16 Juni 2014   05:53 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:34 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negeriku sayang Negeriku malang

Korupsi, kata yang tidak asing lagi untuk di dengar. Semakin hari kian maraknya kasus korupsi di negeri bersimbol burung garuda. Akhir-akhir ini banyak sekali pemberitaan di media cetak maupun media elektronik mengenai kasus korupsi di beberapa daerah, yang mana oknum nya kebanyakan berasal dari pegawai negeri dan pejabat negara yang seharusnya mengabdi untuk Negara, namun malah menodong Negara dengan tindakan tercela tersebut. Tak ada malu nya untuk para koruptor melakukan tindakan ini. Korupsi adalah hal biasa yang setiap kali kita pandangi di negeri ini, mungkin saja ini adalah budaya yang akan terus menurun ke generasi-generasi berikutnya. Apalah arti kaya dengan materi namun miskin dengan hati. Apalah arti kaya dengan jabatan namun miskin dengan moral. Tidakkah kita melihat kesengsaraan di negeri yang diliputi dengan isak tangis kelaparan para kaum miskin akibat tindakan para koruptor-koruptor berdasi.

Tidakkah bosan dengan negeri yang masyarakatnya secara tidak langsung menanamkan benih-benih korupsi di sekitar. Bagaimana tidak, setiap hari kita memandangi kebohongan. Media, media di negeri ini sudah rusak dengan kebohongan publik. Pemberian uang (suap) kepada oknnum-oknum, pemberian pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya. Hal ini telah tercantum berdasarkan 12B UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara.

Peraturan hanyalah peraturan, peraturan dibuat untuk ditaati bukan dikhianati. Memang peraturan hanyalah sebuah goresan tinta tangan hasil karya manusia bukan Tuhan. Namun salahkah jika kita mengikuti peraturan tersebut untuk kepentingan bersama. Sayang sungguh nasib negeri yang malang ini, semua hati nurani pejabat tindak korupsi sudah tercuci dengan kegemerlapan harta hasil rampokan secara halus. Hati nurani sudah tertutup oleh tindak korupsi di negeri ini. Rasanya korupsi adalah tindakan nge-trend dijaman sekarang ini. Mungkin saja generasi penerus bangsa akan mencontoh kelakuan kakek buyutnya untuk ajang kesenangan semata. Koruptor berkeliaran dimana-mana untuk mencari mangsa, apapun didepannya pastilah ia akan menyantapnya tanpa pandang bulu asalkan keinginannya tercapai.

Putih tetaplah putih. Hitam tetaplah hitam. Namun putih dapat hitam dengan noda berbau korupsi, itulah negeri ini. Dulunya negeri yang damai, dengan jiwa kesatuan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa dari Sabang hingga Marauke, kini hanyalah kenangan golongan. Indonesia sudahlah kaya, karena kayanya kita lupa akan adanya kaum miskin. Koruptor berdasi dengan sepatu mengkilatnya hanya memikirkan bagaimana cara memperkaya dirinya tanpa peduli kasih dengan kaum miskin. Hasilnya, koruptor berdasi dengan teganya mangeruk habis semua masa depan negeri ini. Kekayaan hanyalah kenangan, kekayaan hanyalah milik orang-orang berdasi. Sungguh negeriku sayang negeriku malang.

Jeritan tangis Negeriku yang Malang

Sayang sungguh, hasil dari tindak penyelewengan jabatan yang seharusnya mengabdi untuk Negara, malah membunuh Nagara secara perlahan-lahan. Jika difikirkan kembali, tindakan seorang koruptor dapat meruntuhkan tiang bangsa ini, bagaimana jika banyak koruptor di Negara ini, bayangkan bukan hanya tiang bangsa ini yang runtuh, tetapi pondasi bangsa akan musnah di telan kehancuran secara perlahan. Negara berkembang tidaklah bisa menjadi Negara maju jika koruptor masih merajarela di negeri ini. Dengan seenaknya mereka menghabiskan uang negera demi kepentingan pribadi. Negara ini sebenarnya akan makmur kehidupan masyarakatnya, jika tidak adanya penyalahgunaan aset-aset Negara. Petinggi Negara, sangatlah sering kita mendengar bahwa mereka melakukan perlawanan hukum, memperkaya diri sendiri dengan menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang pada dasarnya hal tersebut dapat merugikan negara atau perekonomian Negara, sebagaimana yang tersiat dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Karena hanya memikirkan kesenangan pribadi inilah yang dapat menjatuhkan Negara ke jurang kemiskinan. Penyelewengan jabatan, dimana merupakan amanah yang diberikan masyarakat kepada para Pejabat Negara adalah tindakan keji para koruptor.

Koruptor pantaslah disimbolkan dengan tikus yang memakan uang, karena tikur selalu memakan apa saja yang ada di depannya, begitupun dengan koruptor yang begitu teganya memeras uang Negara. Jabatan atau kedudukan adalah hal yang harus dijaga, namun nyata nya, pejabat Negara sebagai orang-orang yang berintelektual tinggi masih saja menyalahgunakannya. Hal yang biasa kita pandangi, di pemerintahan pastilah ada orang-orang yang melakukan tindak korupsi ini, terfikir sejenak bahwa mungkin saja, para pejabat Negara yang sudah sah mendapati jabatannya, tentu harus siap dengan resiko bahwa dia harus siap untuk memilih, apakah terlena dengan kehidupan duniawi yaitu melakukan tindak korupsi atau memilih untuk bungkam namun di khianati golongannya. Inilah hidup, pilihan yang terkadang sulit dilakukan para pejabat berdasi.

Namun kurangkah upah mu yang berpuluh-puluh juta kami (masyarakat) berikan untuk mu wahai wakil-wakil rakyat di gedung tinggi dengan kursi empuk mu? Rakyat adalah kaum jelata yang hanya menerima imbas dari tindak korupsi. Penderitaan, sakit, luka yang tergores, kemiskinanan, pengkhianatanmu, rakyatlah yang menerimanya. Sulit untuk menerima kenyataan yang perih ini, bahwa Negara ini tidak akan menjadi Negara maju, Negara ini tetaplah Negara berkembang yang diliputi dengan kesengsaraan jerit tangis akibat luka yang tergoreskan. Negara ini tetaplah Negara yang notabenya kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya yang tidak seimbang, namun kini kaya akan pejabat Negara yang berkeliaran dengan tindak korupsinya. Koruptor, kaulah sang penghambat dan penghancur negeri yang ingin maju ini. Masyarakat kini hanya dapat menangis kelaparan dengan nasi aking di tangannya. Bagaimana Negara ini mau maju jika rakyat terus dibiarkan menderita penuh kesedihan akibaat tindakan sang koruptor. Bagaimana rakyat mau berpendidikan, jika uang pendidikan di salahgunakan. Bagaimana kami sebagai rakyat mau percaya lagi dan memilih engkau sebagai wakil kami yang akan menduduki kursi empuk beralaskan ac yang sejuk, jika kalian para pejabat Negara dengan teganya menggorok leher Negara ini secara perlahan-lahan. Habislah Negara ini dengan tindakan pengecut para koruptor. Matilah Negara ini akibat penyelewengan yang kalian buat. Sungguh hina para koruptor dengan senyum diwajahnya memasuki tahanan berjeruji besi, tanpa luka di wajah saat di tangkap Tim khusus Komisi Pemberantas Korupsi, saat kami (masyarakat Indonesia) melihat kalian di media elektronik. Bahkan kalian dengan hina nya memamerkan tindak keji kalian di media sosial. Dimana hati nurani kalian para koruptor? Sungguh masyarakat nampaknya tidak sudi untuk memuji engkau sang wakil rakyat kami. Rakyat saat ini marah dengan tindakan para koruptor yang makin hari kian bertambah personilnya. Entah apa yang ada dalam fikiran para koruptor saat melakukan tindakan hinanya tersebut yang mengakibatkan penderitaan rakyat banyak.

Menghilangkan Gumpalan Koruptor di Negeri

Mungkin Negara ini sudah kotor ternodai dengan tindakan hina para koruptor, maka sudah selayaknya kita sebagai masyarakat memusnahkan para koruptor di negeri ini. Mulaiah dari hal kecil dengan bertindak jujur. Semua tindakan seseorang tentulah di mulai dari keluarga, berikanlah pengertian sejak dini kepada anak cucu kita untuk tidak melakukan korupsi. Jujur itu hebat, jujur itu nikmat. Maka mulailah ajarkan ke keluarga dan masyarakat di sekitar untuk bertindak jujur dan mensosialisasikan penanggulangan korupsi. Saat ini sudah bermunculan komunitas-komunitas pemuda yang perduli antikorupsi. Hal ini merupakan langkah awal untuk menghapuskan gumpalan korupsi di negeri ini. Pendidikan anti korupsi, sebaiknya pemerintah sudah melakukan sejak awal tentang pendidikan tersebut, apalagi pada anak-anak sejak dini. Hal inilah yang dapat sekiranya masyarakat lakukan sebagai pertolongan pertama untuk antikorupsi. Sudah selayaknyalah kita sebagai masyarakat mendukung penuh Tim Komisi Pemberantas Korupsi di Indonesia saat ini yang sepenuh hati telah melakukan kerja nyata. Namun alangkah lebih baik lagi jika hukuman untuk para koruptor di pertegas, jika perlu dilakukan hukuman mati bagi para pelakunya agar mereka jera. Dukung penuh untuk tindakan baik pemerintah melawan korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun