Mohon tunggu...
Ari Dwi
Ari Dwi Mohon Tunggu... -

Suka kopi, suka baca, suka komentar, suka otak.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Why "the Death of Why?"

2 Maret 2010   08:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:39 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya belum baca buku the Death of Why, tapi karena SBY nenteng-nenteng buku itu didepan para Bankir saya jadi tergelitik untuk nulis.

Sedikit review dari detikfinance, buku ini bercerita tentang kritik si pengarang soal masyarakat di negara demokrasi modern kehilangan sikap kritisnya. Andrea mengkritik masyarakat yang dibentuk untuk percaya dengan jawaban yang sudah disediakan, omongan pengamat dan survei.

Hal itu pada akhirnya menyebabkan orang kehilangan sikap kritis mereka dan percaya dengan informasi yang sebenarnya bukan kebenaran sesungguhnya. Akibatnya sikap untuk bertanya 'WHY' akhirnya mati.

Mungkin nggak nyambung kali ya kalau saya cerita tentang nabi Musa dan Khidir, tapi akan saya ceritakan saja kalau dalam cerita nabi Musa dan Khidir, peristiwa "the death of why" ini sudah ada. Diceritakan Nabi Musa ingin belajar kepada Khidir, Khidir mengajukan syarat agar sang Nabi jangan bertanya-tanya sampai beliau sendiri menerangkannya.

Tiga peristiwa terjadi dalam perjalanan Musa dan Khidir, pertama mengenai perahu yang dibocorkan, kedua mengenai anak kecil yang dibunuh dan yang ketiga mengenai penegakan tembok dan semua itu membuat Musa tak dapat menahan diri untuk bertanya disetiap kejadian, why? why? why?

Akhirul cerita, Khidir menjelaskan semuanya dan semua yang dilakukan adalah suruhan Tuhan, bukan keinginannya sendiri. Sebenarnya peristiwa itu memberi gambaran tentang jiwa nabi Musa sendiri kala itu. Tuhanlah yang sebenarnya sedang bertanya "Why" mengenai diri Musa.

Nah, bagaimana dengan negara Demokrasi ini, apakah kita menganut bahwa suara pemerintah adalah suara Tuhan atau suara rakyat adalah suara Tuhan? Saya tidak memilih dari kedua opsi ini, tapi saya memilih janji-janji yang telah dilontarkan kepada rakyat pada waktu pemilu lalu, sebab pada waktu itulah rakyat mendengar, setuju serta satu suara dengan janji-janji tersebut; "Okelah kalo begitu!" Namun jika janji-janji tersebut diabaikan, maka akan ada suara Tuhan yang bertanya "Why?" mengenai diri pemegang janji itu, bentuknya beragam seperti kepada seorang yang memegang buku tersebut, yang seolah memberitahu: "Jika anda memegang buku "The Death of Why", Aku (Tuhan) sedang bertanya: "Why?" kepadamu."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun