Topik Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) menjadi isu yang menuai beragam pendapat, termasuk umat Islam. Ada yang menganggap hal tersebut sejalan dengan nilai toleransi, ada pula yang berpendapat hal tersebut bertentangan dengan ajaran agama. Lantas, bagaimana sebenarnya pandangan Islam terhadap masalah ini? Mari kita lihat.
Akhir-akhir ini, generasi muda Indonesia digegerkan dengan adanya fenomena normalisasi LGBT berupa ungkapan rasa suka kepada sesama jenis dan lelucon yang menggunakan ilustrasi tak senonoh. Fenomena tersebut sering terlihat pada platform media sosial, seperti Instagram, WhatsApp, Telegram, dan Twitter (X). Fenomena yang sering terjadi adalah lelucon dengan menggunakan stiker yang menggambarkan orientasi seksual Gay. Penggunaan stiker tersebut tersebar luas kepada pengguna media sosial, sehingga stiker tersebut juga dijual secara daring. Bahkan penggunaan stiker tersebut juga dijadikan sebagai sablon pakaian berupa kaus. Penjual stiker memberikan nama pada produk yang dia jual dengan kata-kata yang tidak umum dan jarang diketahui maknanya, yaitu kata “Jomok”. Kata “Jomok” berasal dari bahasa pergaulan anak muda yang menunjukkan orientasi seksual Gay.
Lantas, bagaimana Islam menanggapi fenomena tersebut? Sebagai seorang Muslim, seharusnya kita mengetahui bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang tercela dan menyimpang dari ajaran agama Islam. Dalam Al-Qur’an, perbuatan tersebut sama seperti perbuatan kaum Nabi Luth AS—kaum Sodom. Perbuatan tersebut adalah perbuatan yang fahisyah (keji) dan melampaui batas, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q. S. Al-A’raf (7:80-81): ”Dan (Kami juga telah mengutus) Lut, ketika dia berkata kepada kaumnya, mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini). Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas." Sebagaimana firman Allah, kaum Sodom melakukan perbuatan yang melanggar fitrah manusia—menyukai sesama jenis—sehingga Allah memberikan azab kepada kaum Sodom. Azab tersebut disebutkan dalam firman Allah Q.S. Hud (11:82-83): “Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkan negeri kaum Luṭ, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar, yang diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang yang zalim.”
Dalam Al-Qur’an dan Hadits telah disebutkan bahwa tindakan homoseksual merupakan perbuatan dosa. Namun, tidak sedikit di antara orang-orang Muslim yang menerima atau menormalisasi perbuatan LGBT. Mereka beranggapan bahwa pelaku-pelaku LGBT juga memiliki hak untuk memilih jalan hidupnya. Faktor yang memengaruhi pemikiran tersebut adalah media sosial dan lingkungan tempat tinggal. Faktor media sosial, adanya kampanye tentang dukungan untuk menerima hak-hak LGBT, sehingga ada di antara orang-orang Muslim yang terpapar dan setuju terhadap kampanye tersebut. Faktor lingkungan tempat tinggal, biasanya orang-orang yang tinggal di lingkungan dengan ajaran agama yang menolak homoseksualitas tidak menerima adanya perbuatan tersebut. Sedangkan, orang-orang yang tinggal di lingkungan dengan penerimaan sosial yang tinggi terhadap LGBT mungkin lebih terbuka dan menerima adanya perbuatan tersebut.
Dalam hukum Islam, perundang-undangan tentang LGBT ditentukan melalui mazhab. Pada mazhab Imam Hanafi, undang-undang mengenai homoseksual tidak sama dengan perbuatan zina. Ada dua alasan yang mendasarinya, pertama, pada kalangan homoseksual tidak ada unsur keturunan yang terbuang, tidak terjadi asal usul (keturunan) yang tidak jelas. Maksudnya, meskipun pasangan homoseksual tidak memiliki anak secara biologis, mereka tetap dapat membangun keluarga yang sah dan bermakna. Kedua, adanya perbedaan jenis hukuman yang diberikan. Imam Hanafi menegaskan bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual adalah tazir atau rajam, tanpa memandang pelaku telah menikah atau masih lajang. Ada sedikit perbedaan dengan Imam Hanafi, Imam Syafi’ menyatakan pelaku homoseksual tidak sama dengan pezina, tetapi ada persamaan lainnya. Dengan kata lain, keduanya merupakan perbuatan yang dilarang dalam Islam. Hukuman rajam bagi pelaku yang telah menikah, seangkan hukuman cambuk 100 kali dan pengusiran selama satu tahun bagi pelaku yang masih lajang. Berbeda dengan Imam Hanbali, pelaku homoseksual masuk dalam kategori pezina. Berdasarkan pada jenis kejahatan yang dilakukan oleh pelaku, ia memiliki dua alasan. Pertama, mereka akan dihukum sama seperti pezina. Jika pelaku adalah seorang yang telah menikah, maka akan dikenai hukuman rajam. Jika pelaku adalah seorang yang lajang, maka akan dikenai hukuman cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Kedua, meski pelaku telah menikah atau masih lajang, pelaku akan dilempari batu sampai mati.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perbuatan LGBT dan menormalisasi perbuatan tersebut merupakan larangan Allah SWT. Kita sebagai umat Muslim harus senantiasa memperkokoh keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT supaya terhindar dari pikiran buruk dan kemaksiatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H