Setiap individu pasti tahu cinta itu ada di setiap seluk beluk kehidupan ini, dan mencintai bukan hanya tentang sepasang kekasih laki-laki perempuan bukan hanya sebatas itu saja, tapi lebih luas dari samudra yang menyelimuti bumi ini.
Cinta selalu hadir dalam asas tiap agama. "Apalagi agama itu kalau bukan cinta ?", kata Imam Ja'far aS-Sadiq, cicit Rasulullah .
"Cinta adalah asas-ku", sabda Rasulullah . Jadi rasanya mustahil sekali jika seorang Muslim itu tidak punya rasa cinta di awal, tengah, di akhir dalam kehidupan ini, dan keislamannya. Bukankah iman (hubungan kita dengan Allah) adalah soal cinta ?
"...Orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah."
(QS. Al-Baqarah:165).
Dan bukan hanya hubungan kita dengan Allah saja yang berlandaskan cinta, tapi juga hubungan kita dengan sesama (Muamalah). Seperti yang di sabdakan oleh Rasulullah , "Diantara hamba Allah, ada yang bukan nabi, namun para nabi dan syuhada cemburu pada mereka. Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah tanpa ada hubungan keluarga dan nasab diantara mereka. Wajah-wajah mereka bagaikan cahaya diatas mimbar-mimbar cahaya. Mereka tidak takut disaat manusia takut, dan mereka tidak sedih di saat manusia sedih." (Kitab Hilyatul Auliya':5-6).
Tapi entah lah kenapa masih ada saja orang yang mengaku beragama, mengaku seorang Muslim, namun dia tidak mampu merasakan dan menghadirkan "Cinta" dalam dirinya. Â Tapi, entah kenapa ? ada beberapa orang yang mengklaim dirinya beragama, mengaku dirinya seorang muslim, tetapi tak ada cinta di dalam dirinya ?
Lebih miris lagi sebagian umat Islam, mereka beragama justru dengan motivasi menebar kebencian dan perpecahan. Mereka benar-benar berusaha terus mencari-cari celah untuk menjadikan alasan kebenciannya tervalidasi, mereka "memonopoli" kebenaran dan "meng-kavling" surga, membuat orang lain berputus asa akan rahmat Allah yang tak pernah pilih kasih terhadap hambanya.
Dia membenci orang atheis karena mereka tak bertuhan. Jika bertuhan, dia akan membenci mereka karena tak seiman. Jika seiman, dia akan membenci mereka karena tak seagama. Jika seagama, dia membenci mereka karena tak se-madzhab. Jika se-madzhab, dia membenci mereka karena tak sepemahaman. Dan seterusnya siklus ini akan berkelanjutan, bahkan saat dia bercermin mungkin membenci bayangan dirinya sendiri, karena menganggap bayangan itu berbeda dengan wujud "asli dia".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H