Dengan masa cicilan selama 1 tahun (12 bulan), maka total yang harus disetor ke bank adalah :
Rp. 933.000.- x 12 bulan = Rp. 11.200.000.-
Dengan soal yang sama, jika diterapkan pada sistem syariah, maka perhitungannya adalah seperti berikut:
Cicilan Pokok perbulan; Rp. 10.000.000 : 12 bulan = Rp. 833.333.-
Bagi Hasil perbulan; Rp.... = Rp. (Laba x 11%)
Maka cicilan setiap bulannya adalah :Pokok + Bagi hasil = Rp. 833.333 + (11% x Laba)
Dua sistem ini menunjukkan hasil yang berbeda pada cicilan setiap bulannya. Pada sistem konvensional cicilan perbulan tetap sebesar Rp. 933.333 hingga habis masa 12 bulan perjanjian utang, sedangkan pada sistem syariah akan berbeda setiap bulannya karena laba yang diperoleh tidak tetap, bisa jadi pada bulan-bulan tertentu Rp. 933.000, tetapi pada bulan lain Rp. 1.000.000, bahkan jika pihak nasabah tidak mendapatkan laba, maka cicilannya hanya sebesar pokok utang saja.
Substansi
Ilustrasi di atas menunjukkan substansi yang sangat berbeda. Pada konvensional, pihak bank tidak mau tahu apakah nasabah tidak memperoleh laba, atau bahkan rugi, namun cicilan perbulan tetap sebesar Rp. 933.333, hingga banyak usaha-usaha kecil yang kurang pembinaan menjadi bangkrut karena harus menjual aset untuk menutupi utang. Sedangkan pada sistem syariah, pihak nasabah membayar sesuai laba yang diperoleh. Karena perolehan laba yang begitu fluktuatif pada sistem syariah, maka pihak bank mestinya peduli terhadap keberlangsungan usaha nasabah dengan cara melakukan pembinaan agar tidak merugi, karena jika merugi, maka pihak bank juga akan menanggung resikonya atau memperoleh bagi hasil yang kecil.
Dalam sistem konvensional, tidak dibutuhkan kejujuran karena nasabah harus membayar cicilan sesuai perjanjian terlepas apakah usahanya merugi atau untung. Sedangkan pada sistem syariah, kejujuran menjadi hal yang sangat inti karena jika tidak jujur, maka nasabah akan membuat laporan keuangan usahanya dengan membukukan laba yang kecil agar setoran/cicilan hutangnya semakin kecil. Oleh karena itu, kedua pihak, bank syariah dan nasabah menjadi sama-sama memiliki beban dan tanggung jawab, dimana pihak bank memiliki tanggungjawab pembinaan agar nasabah tidak merugi (yang juga berarti merugikan bank), sementara nasabah juga memiliki kepentingan untuk meningkatkan modalnya dengan cara mengupayakan agar laba tetap besar.
Pada sistem syariah keluaran yang menjadi orientasinya adalah kualitas usaha dan kualitas manusianya karena mempertaruhkan moral untuk tetap berlaku jujur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H