Ilmuwan dari University of California, San Fransisco dan University of California, Berkeley, berhasil mengungkapkan bagian otak yang bertanggungjawab terhadap muncul tidaknya rasa malu. Menurut salah seorang penelitinya, Virginia Sturm, mereka telah mengidentifikasi adanya bagian otak di sebelah kanan depan sebagai penyebab kunci rasa malu manusia.
Pusat bagian otak yang mereka sebut penyebab kunci rasa malu itu disebut dengan 'pregenual anterior cingulate cortex'. "Ini adalah wilayah otak yang bisa memprediksi perilaku seseorang. Semakin kecil bagian otak ini maka semakin sedikit orang punya rasa malu", kata Virginia seperti dilansir dari Sciencedaily.
Kata Virginia lagi, "Jika anda kehilangan kemampuan otak di daerah ini, anda akan kehilangan respon rasa malu". Oleh karena itu, orang yang otaknya sehat, ketika merasa malu bagian otak ini berfungsi normal, rasa malunya akan membuat tekanan darahnya menjadi naik, detak jantung meningkat atau terjadi perubahan nafas. Tapi pada orang yang memiliki rasa malu yang rendah, otak pada bagian ini berukuran kecil dari biasanya, dan mereka umumnya lebih acuh terhadap hal-hal yang menurut orang memalukan karena bagian otak 'pregenual anterior cingulate cortex' seperti dibutakan terhadap rasa malu.
Hasil penelitian ini nampaknya tidak terlalu berlebihan, karena kenyataannya memang sekarang ini banbyak sekali orang yang sudah berkurang bahkan hilang rasa malunya.
Dalam kehidupan kita sehari-hari sering kita dengar kata-kata, "tak tahu malu", "putus urat malunya" dan ungkapan lain yang bermaksud sama untuk mengatakan pada seseorang yang tak lagi merasa malu terhadap perbuatannya yang sebenarnya secara umum dianggap memalukan.
Yang paling dekat adalah perilaku anggota dewan kita yang sering sekali merasa tidak malu dengan perbuatan mereka. Mulai dari pembangunan gedung DPRRI yang ditentang oleh masyarakat banyak, menonoton film porno saat sidang, hingga berita tentang plesiran para manusia terhormat ini ke luar negeri dengan alasan studi banding tentang kemiskinan, dimana pada saat yang sama kondisi bangsa ini carut-marut menjelang luluh lantak oleh budaya yang sudah tak menentu dan kondisi perekonomian masyarakat akar rumput yang juga morat-marit. Hukum yang tak tegak dengan benar, serta terbaliknya semua logika hukum di negeri ini dimana yang salah dan benar tak dapat lagi diidentifikasi.
Inilah produk-produk anak bangsa yang tampak dan orang-orang terpilih untuk mengelola negeri ini. Belum habis sisa berita tentang perilaku dewan kita, baru saja kita menyaksikan bagaimana butuknya perilaku siswa/i saat mengikuti ujian nasional, kebocoran soal (entah soal sebenarnya atau tidak) hingga mencontek di kelas dengan cara yang sangat vulgar. Kelak generasi ini adalah penerus yang akan mengendalikan negeri ini, hasilnya mungkin tidak jauh berbeda dengan pengelola negeri saat ini. Lingkaran setan ini berputar tak putus-putusnya jika tak ada sebilah "pedang" yang memutus rantainya.
Kondisi yang memprihatinkan ini menjadi pembahasan serius di semua lembaga, terutama lembaga pendidikan, hingga muncul konsep pendidikan karakter yang memuat 21 butir nilai-nilai karakter pendidikan yang diharapkan dapat menutupi semua kebobrokan dan lobang hitam pendidikan anak bangsa ini kelak ketika mereka menerima giliran mengurus negeri.
Secara konsep, butir-butir pendidikan karakter tersebut sangat luar biasa, tapi kita tidak tahu dalam perjalanannya, apakah dapat diimplementasikan dengan baik atau justeru hanya menjadi simbol semata. Untuk mengingatkan, inilah butir-butir pendidikan karakter yang telah dijadikan pedoman dalam nuansa pendidikan di sekolah-sekolah kita:
- Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja;
- Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri;
- Menunjukkan sikap percaya diri;
- Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;
- Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;
- Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;
- Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif;
- Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya;
- Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari;
- Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;
- Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;
- Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia;
- Menghargai karya seni dan budaya nasional;
- Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya;
- Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik;
- Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;
- Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat;
- Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;
- Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;
- Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah;
- Memiliki jiwa kewirausahaan.
Kalau melihat 21 butir pendidikan karakter ini, adakah hal-hal terpenting kyang terinternailsasi dalam diri para anggota dewan saat ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H