Mohon tunggu...
Muhammad Yahya
Muhammad Yahya Mohon Tunggu... -

Hamba Allah, Aktifis Masjid

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menumbuhkan Kembali Kasih Sayang

9 Maret 2015   09:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:57 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh    : H. Muhammad Yahya Ajlani

Sekarang ini kita banyak menyaksikan peristiwa yang sangat memprihatinkan di masyarakat. Salah satunya berupa tindakan kekerasan, termasuk didalamnya begal. Masyarakat kita yang terkenal sopan santun itu, kini seperti kehilangan kendali. Kata-kata yang dipilih media masa pun tak kalah menyeramkan seperti brutal, anarkis, agresif, kekerasan, perkelahian, pengeroyokan, tawuran, pembunuhan, terorisme dan lain-lain.

Terlepas dari latar belakang dan motifnya, baik karena dendam, persaingan, dampak ketidak adilan, dan lain-lain, perilaku kekerasan ini tetap tidak terpuji.  Pada zaman sebelum Islam,  keadaan seperti ini sering disebut zaman jahiliyah (zaman kebodohan).  Mereka biasa merampok, membunuh, membangun konflik antar suku/kabilah, dan lain-lain.  Malah hampir semua persoalan mereka diselesaikan dengan kekerasan.

Dalam ajaran Islam, kekerasan dan balas dendam tidak pernah diajarkan. Nabi kita selalu menampilkan akhlak terpuji  dengan jiwa kasih sayang yang tinggi. Bahkan ketika nabi-nabi yang lain memohon kepada Allah agar diturunkan adzab kepada kaumnya yang membangkang, nabi Muhammad SAW. tidak melakukan hal itu.  Contoh populer, ketika Rasulullah hendak menyampaikan dakwah kepada penduduk Tha'if,  ternyata Rasulullah mendapat perlawanan yang hebat. Beliau dihujani batu oleh masyarakat Tha'if hingga berdarah-darah. Pada saat yang sama, Malaikat menawarkan jasa untuk menghancurkan mereka dengan mengangkat bukit-bukit dan mengubur mereka.  Tetapi Rasulullah SAW.  menolaknya seraya berkata: “Ya Allah berilah petunjuk kepada kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui kebenaran”.

Padahal Nabi sebelumnya, seperti Nabi Nuh a.s. pernah berdo’a: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.”(Q.S. Nuh [71]:26).  Kemudian terjadilah banjir besar yang tidak terkendali, sehingga orang-orang kafir itu musnah.

Islam telah mengajarkan bahwa benci dan cinta kepada seseorang atau kelompok harus dilandasi karena Allah. Abu Dzar menceritakan, Rasulullah keluar menemui kami kemudian bertanya: “Apakah kalian tahu amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah 'azza wajalla?” Salah seorang sahabat menjawab, “Shalat dan zakat.” Yang lain menjawab, “Berjihad.” Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya amalan yang paling dicintai oleh Allah 'azza wajalla adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.”(H.R. Imam Ahmad,   Hadits No. 20341)  Orang yang mencintai dan membenci sesuatu karena Allah, merupakan orang yang telah menggapai kesempurnaan iman.  Rasulullah bersabda: “Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan melarang (menahan) karena Allah, maka sempurnalah imannya.” (H.R. Abu Daud, Hadits No. 4061)

Orang yang mencintai karena Allah, ia akan bersikap jujur dan adil.  Pujian, pemberian dan dukungan kepada seseorang akan diposisikan pada tempatnya. Orang yang membenci sesuatu dilandasi karena Allah, tentu kebenciannya tidak akan berlebihan.  Kebenciannya tidak akan mengurangi standar keadilan. Ketika harus membenci kedzaliman, ketidak adilan, keserakahan, dan lain-lain, ia akan senantiasa memperhatikan koridor-koridor yang ditetapkan Allah, tidak mengedepankan hawa nafsu.

Dalam sebuah peperangan, Imam Ali bin Abi Thalib akan menebas musuhnya. Tetapi tanpa diduga, musuh itu meludahi muka beliau.  Seketika itu imam Ali menurunkan pedangnya.  Melihat hal itu, sang musuh kaget dan bertanya, “mengapa tidak kau teruskan tebasan pedang itu?” Imam Ali menjawab: “Setelah kau ludahi mukaku, aku khawatir tebasan pedangku tidak dilandasi karena Allah, tetapi karena hawa nafsuku sendiri”.

Dengan demikian, kebencian yang sering menyulut permusuhan dan anarkis, sebaiknya diselesaikan dengan cara bijak, fikiran jernih, dan kembali kepada batasan-batasan yang ditetapkan Allah SWT.  Demikian juga kecintaan kepada seseorang jangan sampai menghalangi untuk mengkritisi ketidak adilan, karena membiarkan orang lain dalam kesalahan adalah merupakan suatu bentuk ketidak cintaan. []

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun