Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Wayang Kontemporer (11) Kang Semar Mampir di Tigaraksa

1 Agustus 2010   13:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:24 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ia Sang Hyang Ismoyo --- yang gagah perwira melebihi Jenderal mana pun di bumi --- tetapi untuk ke bumi ia tampil sebagai sosok Rakyat Jelata --- bersahaja. !  Tidak neko-neko tetapi bijaksana dan cerdas.


Karena Kang Semar adalah pamong yang cerdas --- begitu mendengarkan gledeg berdentum di Bumi, ia menempatkan tapak tangan kanannya mengeker ke untaian pulau-pulau hijau di Bumi --- sebetulnya ia dalam perjalanan dari Mayapada menuju Korea.........


Gledeg itu berbunyi " Negeri ini seperti Kampung tidak bertuan " --- itulah ucapan dari Buya Syafii Ma'arif. Kalimat filosofis buat orang-orang yang cerdas ........... Di kampung, di desa, di huta, di meunasah --- di mana saja di Nusantara adalah layaknya sebuah Negara............ada pemimpin, ada rakyat, ada wilayah tanah air, ada Cita-cita, ada filosofi kehidupan .........Itulah kampung Nusantara !


Berdebar jantung dan hati Kang Semar, asal gledeg itu ternyata adalah Indonesia --- Negeri di mana Sang Togog --- Dewa Tejomoyo sedang mengembangkan Togogisme --- tidak sembarangan, bagaimana pun Sang Togog adalah seorang Dewa --- Ia hanya datang kalau diundang --- ia datang ke Indonesia memang diundang  para ponggawa, praja dan bangsawan serta temenggung yang sedang berkuasa.


Kang Semar pantang  mengunjungi negeri di mana Togog sedang menggurui kawula-nya di sana. Glegar ucapan Sang Guru Bangsa., mengejutkan Rakyat Indonesia, sekonyong -konyong tersadar --- ada kesesatan di "negeriku". Togog terkesiap mendengar ucapan "Sang Guru Bangsa" --- segera ia mengulum senyum "ajaran Togogisme di Indonesia tidak akan tersirep oleh ucapan-mu, guru !"..........


Glegar gledeg itu --- menggedor gendang telinga Kang Semar --- segera merambat dalam sanubarinya. Tetapi pantang ia menyela --- ia akan bertugas di negeri di mana Kesatrianya dan Pamong-nya  dengan asyiknya berkerja, berkarya dan mengabdi pada Rakyatnya............ Sanubari Kang Semar menggelegak, ia kepanasan dan berkeringat --- dilihatnya banyak nyiur melambai di sela-sela rumpun bambu.  Ia bergegas menukik dan melewati gumpalan awan di ujung musim hujan. Ia akan mengaso sebentar di Tigaraksa --- ia tidak ingin mampir di Batawia, kota yang melestarikan nama Suku Orang Belanda Utara --- Batavia,  suku yang berdiam di perbatasan antara Netherland dan Germany..


Kang Semar tersandar lesu di tunggul akar pohon kelapa, ia mengipas-ngipaskan ikat kepalanya --- sepoi-sepoi angin membelai ketiak dan perutnya yang buncit.

"Le, kamu siapa le ?"

"Ntek nyahok, ntek nyahok"

"kamu orang Jakarte apa Banten"

"Ntek nyahok --- abdi ntek sakola"  Heran Kang Semar, mengapa penduduk ini tidak mengerti apa-apa --- enggak sekolah barangkali.

"Kamu mengerjakan apa ?"  Penduduk yang mirip ujud romusha (tahun 1942-1945) itu menunjuk ke seekor kerbau di lapangan, sedang merumput.


Hampir tertidur Kang Semar pada saat, ia mendengar bunyi motor di parkir dekat tempatnya --- seorang pemuda melepaskan helm dan meletakkannya di stang.

"Ngger, kamu siapa ?"

"O, saya mahasiswa "

"Mau ke mana ngger ?"

"Kuliah eyang, pulang kerja saya mengikuti kuliah di Serang eyang"  Kang Semar mengerti anak muda itu seorang pekerja yang menyambi kuliah di sore hari.

"Ngger belajarlah yang baik--- mahasiswa baik kelak belum tentu menjadi pemimpin baik, apa lagi mahasiswa yang jelek --- pasti menjadi pemimpin jelek, penipu rakyat dan pencuri pajak"

"Betul eyang - Pak Jusuf Kalla mengatakan mahasiswa Makassar primitif eyang"

"Yang primitif kalau tidak dibina pemimpin baik,  pasti belakang hari menjadi pemimpin culas , curang dan kejam"  Kang Semar memandang raut muka pemuda yang kurus seperti kurang gizi dan tidur ini.  "Ngger, mahasiswa menjadi primitif itu karena negeri-mu menerapkan Budaya Retrogresif --- pemimpin negeri-mu tidak ada yang bisa menjalankan fungsi Directing dan Leadership yang mantap --- mereka pengikut Togogisme Ngger".


Mahasiswa itu pamit sambil mengenakan helm-nya --- ia terkenang gila anarckhisme-nya mahasiswa di Medan, di Jakarta, di Surabaya, di Mataram., di Kupang, di Ambon, di Biak --- yah di mana-mana,   sebagian mahasiswa pelan-pelan tetapi pasti hanyut dalam proses budaya retrogresif --- jadi primitif dan pandir. "Student of today -leader of tomorrow".


Kang Semar tertidur dibuai percakapan satu dan dua --- ia terbangun ada wanita mengaso membawa belanjaan dan ikatan kayu bakar.

"Ladhalah, ngger membawa apa itu ?"

"Mbah, ini sekedar belanjaan - untuk makanan suami dan anak-anak saya --- semua serba mahal mbah.  Gaji suami saya UMR tidak naik --- malah katanya akan pengurangan pegawe mbah --- listrik naik sih mbah"

"Kerja di mana suamimu ?"

"Di pabrik sepatu mbah --- entah bagaimana nanti bulan-bulan depan. Permisi mbah "


Terlihat jauh di barat, sedikit tipis awan gemawan--- pasti  ada angin yang akan melenyapkan harapan nelayan --- musim di Bumi kini sudah banyak berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun