Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tujuh Muadzin 7 Doa [Filsafat – 11]

2 April 2011   01:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:12 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13017077432052321385

[caption id="attachment_98285" align="alignleft" width="300" caption="Ber-Abad-abad dari Masjid mengumandangkan Dakwah --- Rahmat bagi seluruh Alam."][/caption]

Bangunan ruang mesjid itu dengan susunan bata merah --- setebal 50-60 cm.  Pintunya kecil saja kira-kira lebar 60-70 cm.  Mereka yang akan memasuki ruangan harus menundukkan badan dan kepala --- tinggi pintu itu kurang dari 160 cm.

Kesadaran untuk merundukkan pribadi --- manusiawi, akan memasuki alam rohani, berniat merapatkan diri kepada Allah SWT. Merunduk

Sadar "aku" adalah hamba-Nya yang kecil dihadapan Sang Pencipta.  Suasana ruangan itu temaram --- Soko guru tiang kuno telah disangga dengan pipa besi --- kayu jati yang tua dengan ukiran pucuk bung (rebung, semangat hidup yang menggelora) --- sederhana tetapi mengusik 'Rahsa", Sir dan Kesadaran Manusia untuk berhubungan dengan Tuhannya.

Iktikaf

Iktikaf adalah bermeditasi --- iktikaf adalah ber-Doa, merendahkan martabat ke Hadirat Sang Pemberi.

Di situ semua orang sepertinya menjadi Pengemis Cinta Allah.

Tasbih

Jari-jemari menggelindingkan biji tasbih --- Subhannallah

Apa yang diminta manusia-manusia sejagad ini ?

Ramai dalam kesenyapan.

Doa standar, Zikir standar dan berbagai cara manusia-manusia melakukan Zikrullah. Berdoa memohon.

Allahu Akbar.

Ada yang tertidur dalam Iktikafnya --- ada yang tertidur hanya menantikan prosesi, ada yang tertidur dibuai keputus-asaan. Menanti Jawaban.

Teringat pada Kyai Muh --- berlinang air mata. "Alangkah bijaknya Almarhum --- kepada Santri-santrinya --- tua atau pun muda"

"Berdoalah terus --- berdoalah, tidak bayar !"

"Waspadalah akan Jawaban Allah --- titeni aba-aba-Nya"

Sedang Iktikaf dengan bacaan doa --- berbahasa Arab, Indonesia, Melayu, Jawa, Cerbonan ...........bahasa manusiawi lainnya.

Alangkah Rahman dan Rahim-Nya Allah --- Ia , Sang Pemberi.

Mintalah apapun, niscaya Ia akan Memberikan Jawaban-Nya.

Ruangan mesjid kuno itu senyap dengan hiruk pikuk Doa yang terfokus pada Allah --- tidak terdengar suara dan bunyi apa pun.

Pada umumnya mereka meminta ampun. Istighfar.

Setiap kali manusia memasuki ruangan --- mereka merunduk di pintu. Lantas menghormati Mesjid. Tahyattul Masjid.

Tujuh lelaki berjubah hijau pun masing-masing telah melakukan Shalat Tahyattul Masjid.

Ketika mereka melafal-kan seruan: adzan --- tiap baris dibalas dengan jawaban oleh para jemaah, terucap atau pun di dalam hati saja.

Tanpa disadari setiap baris jawaban dipanjatkan pula doaku yang singkat secepat kilat.

Untuk kesentausaan Anak-cucu dan Negeriku.

Yang terunik adalah di akhir doa, pada  jawaban atas seruan ke-tujuh Muadzin ; "La ilaha illa Allah  (Tiada  Tuhan selain Allah) ..........semoga Anak-Cucu-ku ber-nasib baik "

Kalimat bernasib baik itu --- sangat mengesanku ketika, seorang penyanyi,  Maia Estianty, di acara Infotainment mengucapkan kalimat itu, sebagai doa bagi bayi Mulan Jameela : "..........semoga bernasib baik ".

Kalimat doa yang indah dan inti segala doa yang menyangkut Hidup Duniawi manusia --- Semoga bernasib baik.

Keluar dari ruang mesjid itu --- kembali jemaah harus merundukkan tubuh dan kepala --- kembali ke dunia masyarakat dengan seruan dakwah yang tepat, dan bijak --- karena di kepala itu terdapat pengendalian kebijakan dan kebijaksanaan Manusiawi. "Hayya 'ala al- Falah".

*)Foto eks Internet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun