Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiga Gadis Pengamen (Cermin)

12 Maret 2012   23:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:09 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13315949392006889266

Wagirah menggendong anaknya yang baru 13 bulan --- si Trondolo, anak itu nyaman dalam gendongan emak'e, anak bontotnya --- Pardi sing barep sudah jadi pekerja di bengkel pencucian mobil.

 

Rombongan lakinya --- Soegiarto Pincang, agak parah hidupnya kini diJakarta.Makin sepi orang menanggap rombongan Jaran Kepangnya. Pagi Soegiarto mengamen dengan cukolele. Dari daerah Cakung sampai Terminal Pulogadung.

 

Sore begini Wagirah dengan 3 gadis kecilnya mengamen pula dari daerah PIK sampai kios makanan depan Walikota Jaktim. Een (nama gaya Sunda betawian), nama aslinya Endah Lestari --- umurnya 14 tahun, kalau rombongan Jaran Kepang main, Een juga jadi penunggang kuda (ebleg).

 

Tiap petang ia menggembala 2 adiknya --- Wati , 5 tahun dan Noni, 7 tahun –ngamen. Een memikul tape-recorder, dua adiknya mengibing. Lagu yang diputarnya Uyon-uyon dan Campursari.

Si Wati itu ngibingnya lucu banget, hanya menggoyang-goyangkan kepalanya ke kiri ke kanan, lutut di tekuk-tekuk --- ia mengendap-ngendap ke tengah kerumunan orang --- bergoyang. Ia tidak mendengarkan musik yang diputar si Een.

 

Bila kebetulan bertatap muka --- mata bulatnya hitam, sehitam kulitnya, tampak indah dan lucu. Wajah dipoles dengan eye-shadow, perona pipi dan alis itu digaris tebal --- berhias ala pemain kuda lumping.

Ia tidak pernah mengadahkan tangan --- mak’e yang menyorongkan plastik bekas bungkus kopi. Tidak peduli apakah orang yang dimintai memperhatikan tari dan musik anaknya.

 

Setelah satu edaran si emak menumpahkan uang dari bungkus plastik ke kantong kain.

Si Noni lebih liar, ia juga tidak memperhatikan entah lagu "Tanjung Perak ataukah Ojo Mrengut", enggak penting. Memang tampaknya tidak ada hubungan musik dengan gerak tari kedua bocah itu. Musik itu untuk menandakan ada pengamen di sekitar situ --- agar orang sadar saja.

 

Noni menadahkan tangannya ke tamu toko atau malah pemiliktoko --- kalau ada orang kumpul-kumpul ia kiri kanan meminta dan memindahkan uang ke genggaman kirinya.

Kemudian Noni memasukkan kedua genggaman uang ke tas kain emaknya.

 

Een juga dihiasi seperti kostum pemain kuda kepang dengan kosmetik tebal --- sekali pencet ia tidak mementingkan lagu apa yang sedang dimainkan --- ia hanya berdiri atau mengikuti arah emak ke mana akan menuju. Ia malah lebih banyak mengkhayalkan --- ingin beli celana jeans 3/4 dengan kemeja kotak-kotak.

Tiap malam ia harus menjalankan tugas itu --- lebih-lebih sudah 2 bulan tidak ada order tanggapan Kuda Lumping--- terakhir mereka main malam tahun baru sampai 2 hari berikutnya di Taman Mini.

Sementara emak’e dan 2 adiknya beroperasi --- ia menyandar di pohon yang gelap, mengkhayalkan Untung, pemukul kenong rombongan ebleg mereka. Tanggal 18 nanti mereka akan dinikahkan --- Een telah diajarkan agar selalu mengaku berumur 16 tahun.

 

Rombongan kuda kepang itu mempunyai 21 kru semuanya --- yang masih bujangan memang tinggal sepasang itu. Een dan Untung --- di 5 kamar kontrakan untuk mereka, sudah biasa kedua sejoli itu kebagiantidur di antara gong, kenong dan tumpukan embleg.

Soegiarto Pincang dan emak’e Een sudah sepakat akan mengawinkan kedua remaja itu.

Si Untung saat ini juga menjadi pekerja pencucian mobil. Ketiga gadis itu pun tidak sekolah --- Een dulu sempat sampaikelas 5 SD di desa, Noni belum pernah sekolah --- si Wati juga belum mengenal PAUD atau TK --- mereka hanya tumbuh dari lingkungan.

 

Tiba di kamar kontrakan --- Wati dan Noni gembira sekali mengelompok-ngelompok-kan satuan uang --- lantas emak mengikat uang logam dalam plastik es --- sepuluh ribu-sepuluh ribu, uang kertas dilipat, semua uang disimpan emak. Hanya Een yang mendapat upah Rp. 5,-- ; kedua bocah hanya ikut jajan besok pagi dan siang.

Hasil mengamen tiap sore sampai malam bisa Rp 30 hingga Rp. 50 ribu --- untuk urunan makan. Mereka hidup, makan dan memandang masalah hidup sebagai satu komunitas. Kontrak kamar juga mereka urunan. Gotong royong masyarakat miskin kota.

 

Mereka tidak mungkin hidup kembali dalam komunitas pedesaan --- mereka tidak mempunyai tanah pertanian, tenaga mereka tidak pula cukup dihargai untuk hidup. Dalam spekulasi itulah mereka berurbanisasi ke kota. Bentuk kesenian Jaran Kepang hanya dapat tanggapan 3 sampai 5 kali setahun.

Kesenian itu sudah kehilangaan pasaran baik di desa asalnya, apalagi di kota.

Di kota, mereka adalah bagian masyarakat miskin kota, yang bekerja serabutan. Asal dapat makan --- makan apa ?

 

Wati dan Noni mendapat pendidikan hidup sehari-hari, bergelimang dalam kemiskinan --- siang, emak’e mengerjakan sortiran plastik di pool pemulung. Lepas adzan ashar kedua bocah itu mulai didandani.

Si Trondolo pun menghayati kehidupan kemiskinan, bergelimang bermain di atas karton dan plastik kotor dan berdebu --- kebahagian ketiga bocah itu bila mereka bisa menikmati jajan murahan. Dari bahan aci dengan sambal dan saus botol murahan.

Bau busuk, apek, racun dan kekotoran sudah menjadi bagian budaya mereka. Mereka hidup dengan barang kotor yang dienyahkan Orang Kaya.

 

Een bangun, mandi di sumur di tepi Kali Cakung --- tunangannya si Untung sudah pergi kerja. Ia merasa bahagia, ia mempunyai uang untuk makan baso grobag, dan Rp. 5.000-an untuk mengisi pulsa telepon.Ia tidak memperdulikan sudah 2 bulan tidak mens.

[MWA] (Cermin Haiku – 25)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun