Raungan jet itu menghentak berhenti --- saatnya ia muncul seperti Kaliedoskop dalam prisma kegembiraan yang luar biasa.
Saat conveyor bergerak, dan koper dengan ban merah kuning hijau itu tertegun
Beca !
Taman itu kini menjadi hutan di tengah kota, aku senang --- dulu aku belajar di atas rumput hijau
Spedaku !
Di mana pohon-pohon Mahoni dan Klumpang --- yang dulu buahnya menjadi permainan
Ia berserak seperti baling-baling helikopter
Ia kulontarkan berputar seperti roda-roda gigi Drawwork di lokasi pengeboran
Aih
Pohon Waru tumbang dan tumbuh di depan gerbang lor Asrama Turibang
Ingatkah kamu Teater Amphibi di timur dekat kuburan mBah Kramat?
Di taman Elizabeth aku berteduh --- membayangkan Suprapto, Suarni Umar, Roswita Nasution, Nurdin Peukan dan kawan-kawan. Itu KM 0 dikota Sukses-ku.
Pohon Trembesi
Oh, Ki Ujan kata Wong Cerbon
Rain-tree kata Orang Singapura.
Pohon Trembesi di taman USIS --- telah dipagar proyek di kota Medan
Gedung USIS antik itu --- dari jaman pertumbuhan investasi perkebunan di Ooskust, pesisir timur Pulau Sumatera --- akan engkau tebang Trembesi ?
KM 0 di tahun 1863
KM 0 ditahun 1963
Bisakah engkau bayar lahan dan gedung itu ?
Aku bertanya padamu --- bayarilah, jangan dan cegah membangun rukan dan ruko di situ.
Ini menjadi milik-ku
Milik Sejarah kota Medan --- kota dollar impian para migran dari Mandailing, berjalan kaki dari Muara Mais ke kota Medan, bermukim di Sungai Mati, Stabat dan Tanjung pura.
Jangan tebang pohon Trembesi-ku !
Seperti Sungai mati
Trembesi harus lestari (buat UH).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H