Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Serial Mini Cerpen (12) T I N D I K S E K S

24 Desember 2009   05:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:47 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Perbaikan jalan beratus-ratus meter di jalur pantura, selalu menyebabkan kemacetan----bisa rangkaian antri berkilo-kilo meter.

Mobil mogok, pengemudi bertambah capek, penumpang gelisah dan terancam. Macam-macamlah. Situasi itu memberi jalan keluar bagi rakyat kecil mencari nafkah. Asongan, pedagang asongan. Pengamen. Pemeras dan penjahat bercampur baur sepanjang kemacetan.

Tiap hari ada saja perbaikan jalan di pantura. Entah di ruas mana. Berarti ada kemacetan tiap hari. Jamnya---bisa siang, bisa pagi, bisa petang----bisa juga malam ! Masalah sosial bangsa-ku sepanjang pantura. Miris !

Ratmi pengamen remaja 14 tahun turun melompat dari bis---itu biasa, karena ia hanya menenteng cukulele. Lagunya pun tetap itu itu saja, berjudul "Rumah Tua" , irama dangdut yang melankolis. Suaranya merdu. Ia ranum.

Ada lagi pengamen biasanya duo-wanita-wanita, mereka juga melompat dari bis. Bawaannya berat, tape player yang berat, untuk berkaraoke. Hop--- melompat, kalau jalan macet---lebih gampanglah.

Ada juga band anak-anak lelaki, bawa gitar , gendang dan tamborin; salah seorang dari mereka agitator ! Semi memeraslah.

Potret lain, ratusan pedagang, macam-macam--- berdesak-desakan , berlarian, mengejar, mengasong-asongkan dagangan-nya. Terkadang banyak orang ternyuh, menyaksikan mereka. Rakyat miskin-ku.

Mengerikan penumpang mobil mewah. Ada saja anak muda menggedor jendela mobil sedan dengan batu krikil , sebesar kelereng. "Tek Tetek tek" batu kecil saja tapi efektif. Dengan bersungut pemilik mobil menjulurkan uang kertas. Seribu............kalau lagi rejeki sepuluh ribu rupiah. Ngeri !

Karena macet Ratmi tidak bisa pulang cepat ke Cikampek, ( terus ke rumah di Krawang). Hari baru lepas senja. Dotdoli dot--------Druuumdrum bot ! begitu saja irama klakson truk . Ditingkah supir menekan-nekan gas, meraung-raung. Kesal cemas dan penat. Hari mulai gelap. Ratmi sudah malas mengamen. Sampai Patrol tadi sudah 48 ribu---Patrol balik menuju Cikampek macet----adalah tambahan, dua puluh ribuan barang kali. Macet total. Maxim menarik Ratmi ke pinggir jalan---biar lega . Memang agak segar.

Suasana tetap saja ribut klakson dan raungan gas.

Ratmi dan Maxim menuju gubug di sawah itu. Di sana ada bintang-bintang di malam itu. Sejauh-jauh mata memandang ,sebetulnya sawah seluas-luasnya. Sukamandi lumbung beras----tetapi sepanjang pantura yang membelah sawah di sana -- miskin !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun