Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Serial Mini Cerpen (08) Ditembak

16 Desember 2009   02:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:55 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jam 06.00 pagi Roy berpamitan dengan istrinya----pasangan muda, dengan stan Roy diatas sadel motornya, istri dirangkul dengan tangan kiri, mereka berciuman.                Pamit.             Roy dan Sri memang pasangan muda, anak bayinya masih berumur 6 bulan.  Mereka menghuni rumah petak kontrakan. Satu ruang tamu, satu kamar, dapur dan kamar mandi kecil.   Roy biasa mengendarai motornya tanpa memakai helm. Kepalanya diikat sal batik---sehingga stylish-lah. Helm baru dipakainya setelah dekat stasiun Bekasi.  Biasa takut razia polisi, duit bisa keluar.


Dari kampung di belakang Terminal Rambutan.  Lamri memacu spedamotornya  menuju Cipinang Cempedak.  Tadi pagi sebelum istri-nya bangun ia telah memeriksa dan membersihkan si Apache.  Kini tersimpan di bawah jok. Ia memakai helm gelap. Melihat lagaknya dia seperti astronot melintas dengan pesawat skyjet meliuk-liuk  ber- liku-liku di antara meteorit dan asteroid. Ramai dan semrawutnya lalulintas Jakarta.  Nada panggilan telepon, ia menepi di dekat halte bus.  Ia awasi sekeliling dan sekitar jembatan jalan tol.  Helm dipakai kembali.  Lanjutkan !


Di bengkel Haji Zul---bising suara mesin amplas---ada juga tingkah suara bor--- ada tujuh belas anak buahnya mengerjakan macam-macam tugas.  Dengan gaya anak-muda yang happy---Roy menyeberang jalan, dia memakai baju batik kebiru-biruan, celana Jeans biru, senada ikat kepala batik. Memang ia ganteng dan keren.  Dia melewati toko mebel sepanjang  Klender.  Bulan ini angsuran motornya akan makin mendekati lunas.   Kemarin Sri telah membujet gajinya yang 1,3 juta itu.  Yang rutin itu tadi, angsuran motor, sewa rumah, angsuran gordin dan baju bayi, makan sehari-hari, bbm,  yah-Sri bilang masih ada untuk tabungan seratus ribu rupiah.   Ia melihat kiri kanan---untung ia mendapat makan siang di bengkel  haji Zul, lumayan mengurangi pengeluaran. Bank kira-kira 300 meter dari bengkel Haji Zul.


Jam 10 Lamri, Pipin dan Rasim keluar dari Cipinang Cempedak----Lamri turun di belakang pasar dia berjalan kaki ke utara, Pipin yang mengendarai  motor menuju ke selatan kemudian membelok ke barat. Dia parkir kendaraannya mengarah ke Timur.  Ia merokok sambil mendengarkan radio, mendengar lagu dan menyaring berita lalu lintas.   Rasim  sejak tadi parkir  di jalan yang menuju Jatinegara.  Mesin motor belum di matikannya----ia membaca koran sambil sekali-kali memandang ke gedung diagonal di arah timur sana.


Rencana Lamri, malam nanti ia akan menyerahkan uang belanja kepada istrinya---termasuk 250 ribu untuk membayar uang study-tour Mimy, gadis kecilnya.  O-ya uang saku buat Mimy juga 250 ribu, karena anak-anak SMP itu akan mengunjungi pabrik batik di Cirebon. Syukurlah agar anak-anak itu mengerti liku-liku kehidupan yang bercorak ragam.  Di samping pengalaman mereka sehari-hari , yang hanya cerita sekitar kekurangan dan ekonomi yang tidak stabil---nasib memang sudah digariskan. Tetapi ia mau anak-anaknya yang dua ini lebih baiklah nasibnya. Ia jadi ingat janin di rahim Rinsye---hamil tiga bulan, hari Rabu ia dan Rinsye akan pulang ke Patok beusi ingin mengatur perkawinan mereka.  Rinsye tidak mau menggugurkan janin itu.   Ia memerlukan uang.          Lamri  lincah melewati kerumunan orang di pasar. Ia tiba di mulut gang sempit, lurus-tetapi ada beberapa persimpangan ke arah timbunan bakalan mebel yang masih mentah.  Apache telah berada di pinggang kirinya.  Uang dibagi empat---paling tidak 25 atau 40 juta-anlah.


Lamri antri ATM---ia berkaca mata hitam, rambutnya tersisir rapi, kemeja lengan panjang kotak-kotak, dan celana jeans.  Sebelumnya ia tadi berdiri di teras bank. Dari jauh ia terlihat  oleh Pipin dan Rasim.  Pipin berjongkok seolah-olah mengutak-atik mesin motornya. Ia berdiri memegang busi.  Motornya dalam keadaan hidup. Ia memegang busi cadangan memandang jauh ke barat. Pipin memasang helmnya.


Dari anjungan ATM Lamri keluar kemudian berdiri di belakang pengecer bensin.  Seorang pemuda keluar dengan tas disangkutkan di depan perut. Harness pinggang diketatkan---uang 28 juta gaji mereka di tas depan perut itu. Ia berjalan sepanjang trotoar.   Lamri sudah mengawasi lobbi bank dan lapangan parkir .  Ada polisi dan Satpam---di lapangan parkir ada juga tiga pria berseragam hitam---mungkin body guard, pengawal  mobil pengambil uang. Sulit menyergap mereka, jam sudah 11.15.      Hap - ia menghadang pemuda itu dengan menodongkan pistol ke dada...........Sap - pemuda itu berkelit menangkap lengan Lamri, memutarnya, untuk membanting perampok itu.  Tetapi dengan cepat Lamri mencekal leher baju pemuda itu. Mereka jatuh berhadapan---dor !  Peluru itu menyambar  kening Roy.  Jatuh terjengkang,  Mati.


Pipin berangkat ke barat belok ke kiri.  Lamri lari ke arah gang lurus, belok ke kanan , kiri lagi ---berliku-liku diantara tumpukan  mebel bakalan.  Rasim  menaiki motornya menuju ke daerah bank---ingin menyaksikan siapa korban.  Sebentar kemudian kabur menuju Jatinegara.  Menitipkan speda motor, minum kopi di kantin.  Menunggu konsolidasi di stasiun---untuk naik kereta api ke jurusan mana saja yang cepat.


Pasti-Lamri akan dihadang lelaki berjaket, terlihat mengejar di antara mebel-mebel.  Lamri lolos ke gang lurus ia hapal betul  situasi disitu. Lelaki berjaket itu sudah di jarak tembak. Ia menggenggam pistol. Dor !  Dor !  Peluru Lamri lewat di selangkangan polisi.  Pelor polisi mengiris kulit perut Lamri, tembus merobek hatinya, lolos menuju jantung---jantung itu ambrol.

Ia melihat wajah Rinsye, seketika--- Gelap !


Istri Roy, Sri sedang menyusui bayinya---ia rasakan denyut ---nyut---nyut---detak jantungnya di antara nyut-nyut di puting susunya.  Istri Lamri menuntun  anak keduanya dari Taman-Kanak-kanak---akan mampir  ke warung, mengambil beras lima kilo dan sebotol kecap. Utang mereka disitu kemarin dihitung baru seratus tigapuluh lima ribu.  Mimy tergelak-gelak bersama teman-teman saling menggoda, di dalam angkot.   Belum ada berita kematian.            Oooh, nasib !

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun