Self-Healing ala Tuk Elok, Taiso dan Pengobatan di Jaman Revolusi 1945
Tuk Elok adalah seorang yang sangat memperhatikan kesehatan, apalagi ia seorang kepala keluarga sebagaimana dikisahkan dalam episode (01), di mana ia berhasil survive dan mandiri melalui jaman menjelang Belanda dikalahkan Jepang, kemudian melewati jaman Jepang yang banyak orang dalam masyarakat mengalami kesusahan hidup secara ekonomis. Jaman Perang Kemerdekaan atau jaman Revolusi 1945 pun Tuk Elok tegar di tengah amuk perang dan wabah yang banyak berkecamuk di jaman itu.Tuk Elok adalah wanita yang tangguh. Sampai saat ajal menjeput di tahun 1989 di usia 89, ia masih mempunyai kulit putih bersih ( di kampungnya disebut kulit putih bersih melepak), cantik dan badannya tetap langsing, dan yang paling istimewa ia masih mempunyai gigi yang lengkap. Kesehatan mulut, lidah, gusi dan giginya sehat, alhamdulillah. Wajah dan tubuhnya memancarkan kesehatan yang mantap, fikiran dan ucapannya jelas dan runut. Hanya matanya rabun beberapa tahun terakhirnya, ia menderita katarak tetapi ia bersekeras tidak mau dioperasi.
Apa rahasia pemeliharaan kesehatan-nya ? Di siang hari ia memakai bedak dingin, semacam masker dari rendaman beras sampai lembut, kemudian digiling dengan daun asam jawa plus daun atau bunga untuk mendapatkan aromanya. Adonan itu kemudian dibentuk dengan tapak tangan dan jari, agar dapat dibentuk seperti pil atau kue. Dijemur sampai kering--- sewaktu memakainya kembali dibubuhi air dioleskan diwajah dan leher. Namanya bedak dingin. Di malam hari, dengan menggunakan alat batu asahan berbentuk lingkaran dengan parit di tepinya, kayu gaharu atau cendana yang semerbak harumnya dengan air diasah di alat itu, seantero rumah menjadi harum semerbak. Cairan hasil asahan kayu tersebut dioleskan di wajah, leher dan bagian badan yang memerlukan. Yang asyiknya pekerjaan itu dilakukan beramai-ramai dengan anak-anak gadisnya plus para tetangga wanita. Ramailah wanita-wanita itu bercengkrama dengan gembira dan bahagia. Terpancar dari raut wajah di siang hari atau kapan saja, bahkan setelah mereka berumur. Wah hebat.
Tuk Elok tidak pernah mengalami sakit berat. Bila ia pilek atau batuk, unik sekali--- ia merokok daun bunga tanjung atau daun sembung (tanaman sebangsa tembakau). Sehari-hari ia tidak pernah merokok, ia pemakan sirih diolesi kapur sirih+pinang+gambir. Selesai memakan sirih pinang, ia akan bersugi dengan tembakau (disebut suntil), membersihkan gigi dan gusinya. Asyik juga melihatnya.
Menurut teori dan catatan dari buku Self Healing jaman sekarang, self healing mengandalkan kemampuan diri dalam menangkal penyakit yang menyerang tubuh. Tubuh telah dipersiapkan untuk menangkis serangan dari luar, begitu pula memperbaiki organ tubuh yang sakit dengan cara yang telah di-“build in” di dalam tubuh. Tinggal apakah Tubuh dan Jiwa di badan itu selaras untuk mengatasi penyebab rasa sakit itu. Banyak sekali teori ditawarkan oleh Ahlinya atau bukunya. Tetapi semuanya berkisar pengolahan tubuh dengan pijatan atau latihan (meditasi, yoga, visualisasi, dan lain-lain), ada pula dengan nutrisi atau jamu-jamuan herbal. Pokoknya belakangan ini lengkaplah sudah pilihan Self-Healing untuk masing-masing pribadi yang akan melakukannya. Bahkan ada juga dengan material yang dipakaikan ke tubuh, bisa logam, mineral, atau semacam perhiasan lain-lainnya. Self Healing Tuk Elok tergolong menggunakan Nutrisi dan Herbal serta Sikap Hidup (jasmani dan rohani ) ---semacam sholat, doa, tawakal, mengharap ridhaNya, dan keyakinan akan mendapatkan kesehatan. Seri Budaya Pengobatan dan Kuliner ini (01-05) yang menyangkut tokoh kita Tuk Elok, dan masyarakat di sekelilingnya, sikap mereka yakin “They themselves are the maker of themselves”.
Ada lagi satu sikap cara hidup sehat Tuk Elok. Begitu terbangun tidur di pagi hari, di tempat tidurnya ia melakukan “stretching”, dengan sikap menunduk sampai ia memegang kedua jempol kakinya, ia lakukan itu untuk beberapa saat. Setelah wudhu’ dan shalat Subuh, ia melakukan “Taiso”, hanya dua bentuk gerakan---sikap berdiri, kemudian kedua tangan diangkat setinggi bahu, lantas diayunkan ke kiri dan ke kanan, kembali ke sikap semula---dilakukan dua atau tiga kali hitungan. Yang satu lagi sikap berdiri, dilanjutkan mengayunkan kedua tangan ke atas sampai ke belakang, kemudian menunduk/membungkuk sampai kedua tangan menyentuh kaki---dilakukan dua atau tiga kali juga. Khasiatnya menurut Tuk Elok untuk kebaikan otot pinggang, perut, betis dan bahu---serta menyehatkan pencernaan, persendian dan tulang. Memang ia tidak pernah mengalami gangguan perut dan sembelit---bahkan di masa tuanya ia tak mengalami gangguan persendian dan osteoporosis. Mungkin senamnya itu adalah warisan jaman pendudukan Jepang, karena di masa itu ia bekerja di pabrik limun. Jepang mengharuskan masyarakat melakukan “Taiso”.
Di Jaman Revolusi, di alam perang Kemerdekaan, keadaan sangat darurat---tidak ada obat standar. masyarakat hanya mendatangi orang yang dipercayai bisa memberi jalan pengobatan. Serba kekurangan, tetapi kehidupan dan perjuangan kemerdekaan tetap harus terlaksana. Bahan kimiawi yang ada dan dipergunakan untuk pengobatan adalah garam dan belerang, disamping bumbu-bumbu dan minyak makan. Karena bahan ini mudah didapat lokal. Garam diyakini bisa mengobati macam-macam penyakit dalam (asosiasi bahan makanan), Belerang digunakan untuk pengobatan luar. Mengobati penyakit kulit, yang memang banyak diderita masyarakat. Belerang plus minyak kelapa untuk mengobati kudis , kurap, borok di kepala anak-anak balita, dan lain-lain. Luka baru atau tertembak cukup diolesi gambir plus air, bahkan bubuk mesiu ! Kalau belerang digunakan untuk pengobatan dalam………pecahkan belerang sebesar pil………..karena tidak tahan bau-nya, benamkan ke sekerat pisang, ditelan. Anak-anak mengalami panas tinggi, ambil bunga setaman, tambahi macam-macam dedauan penyejuk, diberi air diremas-remas ---siap diaplikasikan, Kata Tuk Elok obat penurun panas itu, Jaram. Bobok-kan ke sekujur tubuh dan kepala penderita, insya Allah panasnya turun. Bahkan juga digunakan untuk demam orang dewasa, kalau perlu. Mungkin sembuh karena “keyakinan” sebagaimana penyembuhan cara Self Healing. Darurat Cak.
Seri terakhir nanti, kuliner penyembuhan di jaman Revolusi 1945, dan masa-masa di awal kemerdekaan. Makan untuk kenyang atau untuk pengobatan, atau sekaligus kedua-duanya. Merdeka !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H