Polisi jangan sembarang main tembak mati --- Pemerintah jangan hanya mau Kuasa saja, ingat Kewajiban menyelenggarakan Kesejahteraan, Birokrat jangan ingin mempunyai pendapatan sampai muntah, tetapi harus melakukan kontra-prestasi ‘memuaskan pelayanan’ publik.
Ini Negara Republik, bung !
Akibat tidak selaras dan serasi --- Rakyat tidak mempercayai Pemerintah dan fungsional ke-Negara-an lainnya. Karena Negara telah menjadi Lembaga pemeras dan penghisapan secara Sistemik.
Melalui apa ? Rancangan dan Program, kemudian dijabarkan menjadi APBN dan APBD atau Anggaran Pemasukan dan Pengeluaran Bank Indonesia …………. Begitulah kira-kira semua Pelaksana Pengguna Anggaran bisa menggunakan Otorisasi yang diberikan, untuk memakainya dengan cara dan maksudnya.
Tidak boleh Melanggar Wewenang --- melanggar berarti Kriminal, berarti melanggar Sumpah Jabatan, berati melanggar Konstitusi.
NKRI adalah Negara Hukum, bung !
Siapa yang memberikan Otorisasi ? Rakyat NKRI-lah yang memberi Amanat untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pelayanan masyarakat sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945 Amandemen, Undang-undang Pelaksanaannya, sampai Sistematika-nya.
Sistem yang terbangun harus Selaras dan Serasi. Kalau tidak ?
Kalau tidak, ya seperti keadaan………. Indonesia saat ini.
- Yang Kaya tambah kaya, yang Miskin tambah miskin
- Aparat menjadi pelindung ‘Kaum vested-interest’, yang memegang senjata menembak mati Rakyat yang memperjuangkan aspirasinya.
- Buruh memperjuangkan nasibnya dan keluarga --- melakukan aksi dengan eskalasi yang merugikan Sosial-ekonomi yang lebih besar.
- Pemegang Amanat melakukan Korupsi dengan Jaringannya terhadap Rancangan yang ditetapkan, apakah dengan mark-up atau pemalsuan data secara fiktif --- demikian rusaknya Indonesia, bahkan proses koruptif sudah bisa di-uangkan --- dipanjari oleh ‘si Penyuap’ --- sebelum pelaksanaan, karena Sistem Gelap itu telah terpercaya.
- Nomenklatur Jabatan, pakaian dinas dan atribut, stempel dan kantor, meja dan suara --- semuanya bisa berubah menjadi Wewenang melakukan ‘Pungutan Liar’ atau Surat Keputusan yang, menyebabkan kerugian Masyarakat, Bangsa, bahkan Negara.
- Apalah lagi di dalam Implementasi, sudah bertahun-tahun fakta koruptif ditemukan --- Sistem tidak berdaya melakukan ‘cybernatics’ --- Management mengumpan-balik ‘masukan’ dari Fungsi Controlling.
- Kalau Sistem Koruptif itu diterima Masyarakat, ditolerir Masyarakat, dimanfaatkan Oleh Yang Berwewenang untuk memperoleh pendapatan haram ---- masyarakat tidak berdaya --- sistem itu telah menjelma menjadi Budaya Korupsi.
Selaras, artinya ada Kekuasaan yang menjadi Sistem yang menghasilkan ke-Serasian --- karena Negara dan Masyarakat itu terdiri dari ber-aneka ragam Kepentingan.
Jangan terjadi Antagony, tetapi suatu Harmony Kehidupan. Setiap pribadi menyadari bahwa dia sebagai Mikro selaras-serasi dengan Lingkungan Makro --- di dalam bingkai Falsafah Pancasila.
Indonesia akan menjadi Negara Tertinggal (atau Gagal) apabila “tiada daya Cybernatics untuk memperbaiki” keadaan ini. Biar ada Lembaga Internasional atau Lembaga Pemeringkat menyatakan “mencapai Grade tertentu” --- Indonesia tidak akan mampu memanfaatkannya.
Mereka-lah yang memanfaatkan kondisi Indonesia --- seperti Pemerintah Kolonial Inggris dan Belanda mempertukarkan Semenanjung Melayu dengan Bengkulu --- agar Imperialisme dan Kolonialisme berbagi keuntungan dari Selat Malaka dan Nusantara.
[MWA] (Kesadaran Nasional – 36/02)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H