Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Money

Saudi Arabia meningkatkan Posisi Tawar; Ini Kesempatan Indonesia [ EkonomiNet – 11]

2 Juli 2011   06:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:00 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1309588608195974713

Saudi Arabia menghentikan pemberian visa untuk tenaga PRT (sektor domestik/informal) ; konon mereka akan mengambil tenaga kerja dari wilayah yang lebih dekat dengan negeri mereka; dari Asia Selatan dan Afrika.

Keputusan itu diduga karena sikap diplomasi Indonesia setelah insiden tragedi Ruyati --- moratorium Indonesia disikapi dengan penghentian pemberian visa. Posisi Tawar Saudi Arabia menjadi tinggi.  Pintar dia !

Pemerintah Philipina telah melakukan pendekatan diplomasi --- tidak akan ada klausul yang berkurang Saudi Arabia dengan Philipina, karena sikap kedua pemerintah sudah optimal.   Mungkin Orang Indonesia yang harus berjuang memperoleh klausul yang lebih baik dari sebelumnya.

Menteri-menteriRI yang mempunyai keterkaitan dengan masalah TKI/TKW; sudah bisa bilang “ itu sesuai dengan Moratorium “.

Bisa aja ente !

Posisi tawar Saudi Arabia tetap lebih baik --- karena Pemerintah Indonesia tidak akan mudah mengatasi “aliran illegal” --- calon TKI/TKW dan Sponsornya, sudah mempunyai “silk road” dari Nusantara – Dubai dan penyebaran pemasaran ke Negeri-negeri Timur Tengah. 

Jaringan Pasar Gelap itu sudah canggih.

Mental korup pejabat dan kemampuan tangkal Pemerintah Indonesia sudah dapat dibaca “mereka” ---- ini kesempatan Pemerintah RI untuk meng-optimalkan semua Menterinya, terutama Menakertrans Muhaimin Iskandar.  Dia harus memainkan kartu Transmigran-nya, tentunya Kebijakan yang cerdas dan dukungan PresidenRI.

Ini usul untuk membuka daya inspirasi mereka :

1.       Segera inventarisasi propinsi, kabupaten/kota sampai desa/dusun pensupply TKI/TKW --- berapa yang sudah di luar negeri, terutama di Saudi Arabia; berapa  legal/kemungkinan illegal, berapa yang dalam perjalanan (proses), dan yang missing link.

2.      Potensi daerah yang bersangkutan untuk sektor pertanian, perikanan atau sektor ekstraktif lainnya, sektor jasa/pelayanan, pariwisata dan kreatif

3.      Potensi daerah untuk mengolah, via industri kecil atas hasil pertanian, kelautan, atau pun kehutanan --- Kementerian Industri menjadi Pembina (produksi), Kementerian Perdagangan menjadi Pembina dan pengembangan pemasaran (untuk dalam negeri atau pun ekspor); Kementerian Keuangan dan Perdagangan melarang impor segala jenis produk yang bisa dihasilkan di dalam negeri  (garam, ikan asin, snack dari hasil laut dan pertanian, hasil kerajinan/kreatif;  jamu dan obat herbal dengan pembinaan Kementerian Kesehatan).

4.      Semua pekerjaan pembangunan dan pemeliharaan infra struktur perhubungan dan pertanian, serta fasilitas Negara  --- dilakukan terutama  dengan padat karya.

5.      Melakukan pendidikan kejuruan (dan politeknik) yang  “link and match” dengan pasaran lowongan kerja formal di luar negeri. Sektor manufaktur, pariwisata, perhubungan, pertanian; dan fokus penguasaan bahasa Inggris, Arab,  Jepang (Korea dan Cina).

6.      Extra-cost tidak akan banyak --- APBN dan APBD dapat ditunjang dengan  Gerakan Hidup Sederhana dan Penegakkan Hukum yang keras terhadap Kejahatan Luar Biasa, terutama Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, penyalahgunaan Wewenang  --- yang secara hukum dan undang-undang telah ada tersedia di Indonesia.

7.      Transmigrasi oleh Pemerintah dan Dorongan Pemerintah untuk Calon Spontan Mandiri --- persiapan , land-clearing, pembangunan sarana dan lain-lain dilakukan oleh calon transmigrasi sendiri secara padat karya --- tentunya tenaga ahli oleh yang kompeten.

8.      Pemerintah Indonesia menghentikan pengiriman TKW untuk pekerjaan informal di luar negeri mulai sekarang juga.

9.      Target gerakan di atas paling kecil adalah kesempatan kerja untuk nafkah 5 juta penduduk Indonesia --- dilakukan untuk Harkat dan Martabat Indonesia --- yang akan menyambut 100 tahun Indonesia Merdeka.

10.   Menteri dan Pejabat yang tidak mampu membuat crash-program semacam di atas lebih baik “di-rumah-kan saja” --- semua tunjangan dan fasilitas mewah dicabut.  Begitu pula yang lainnya.

11.    PresidenRI harus mampu menciptakan Lapangan Kerja dengan APBN yang telah melebihi Rp. 1.000 triliun. Pasti bisa sampai selesai periode jabatannya, untuk mengatasi masalah buruh migran, terutama yang informal.

 

Indonesia harus menjadikan “Tragedi Ruyati”  untuk mawas diri dan mematok Tolok Ukur --- bahwa Indonesia tidak cukup berwibawa dan kaya untuk membebaskan semua “Kasus hukum yang dihadapi TKI/TKW dan WNI” di Negara yang lebih super.

Action segera :

1.       Selamatkan APBN/APBD, dan fokuskan usaha Pemerintah untuk membuat lapangan kerja bagi WNI kelas TKI/TKW informal --- tidak sampai 5 juta orang.

2.      Hukum mati atau hukuman berat lainnya bagi para Koruptor --- lakukan pembuktian terbalik dan “pemiskinan terhadap para koruptor” --- kalau mau menyelamatkan Martabat WNI dan NKRI di alam kemerdekaan ini.

 

Nih pesan pepatah Jawa (yang di-kontemporer-kan dari “Tragedi Ruyati dan Korban-korban yang segera akan menyusul”) :

Ki Dhalang Tukidjan pernah berkata :“ Puthuk Ati Golong Pikir --- Rasa persaudaraan sepenanggungan yang mengikat jadi tekad bulat untuk berbuat “

Lantas --- terserah kamu !.

[caption id="attachment_117575" align="alignleft" width="300" caption="Pangkal dari Kemiskinan dan Pengangguran --- Ketidak-mampuan menciptakan Lapangan Kerja --- adalah Budaya Korupsi yang membuat APBN dan APBD tidak Efektif. Sehingga Sumber Daya dan Perencanaan menjadi Sia-sia"][/caption]

 

 

 

 

 

 

 

*)Foto ex Internet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun