Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ruyati Ibu Kami yang Telah Tua, Rukyati Istriku yang Muda [2010 Puisi – 11 ]

28 Juni 2011   12:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:06 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Suatu Subuh engkau membantah Malaikat Jabarut

Suatu Zuhur engkau membantah Malaikat Ismal

Tidakkah engkau telah tua ?

Tidakkah engkau perempuan muda yang masih mulus ?

Jawabanmu jitu : anak-anakku masih muda tetapi mereka tidak terjamin, aku ingin bekerja. Katamu

Para Syaitan tertawa terbahak-bahak sambil menenggak tuak. Puah, kita palsukan Indonesia, siapa peduli ?

Para Syaitan di kantor-kantor, di lembaga-lembaga, di Badan-badan Nasional, mereka berkerjanya sama,

Indonesia gampangan !

Assalammu alaikum, ibu bertolak nak

Perempuan tua itu memapah buntalan sajadah dan muk'nahnya.

Perempuan muda itu memegang sudut pahanya ketika angin meniup kencang

Angin dingin tetapi tidak basah

Angin basah tetapi penuh kelembaban

Tulangku sakit, sendiku sakit anak-anak-ku

Tadi malam ibu di ganggu majikan dan anaklelakinya

(Ibu diperkosa mereka ?)

Bebaskan ibu anak-anak-ku

Bebaskan aku bapak Kedutaan

Bebaskan aku bapak ibu para pemalsu data Orang-orangIndonesia

Bebaskan kami yang telah merana karena ingin merubah nasib Sang anak.

Anak tolonglah ibu.

Indonesia bisa engkau menolong kami --- kami pemakan nasi basi dan remah roti

(kepada siapa kami harus meminta tolong ?)

Ibu Ruyati tidak mati, ia sahid karena berjihad untuk anak-anak dan cucunya.

Ia memberi Nilai Tukar Rupiah yang makin bergengsi.

Masa iya, demi gengsi ?

[caption id="attachment_116764" align="alignleft" width="300" caption="Ibu dan anak, Bagaimana memisahkan Hari Ini dan Hari Esok ?"][/caption]

Ibu Ruyati tidak mati dalam untaian sejarah kemiskinan Indonesia.

Ia tetap dihidupkan oleh Rukyati, perempuan yang sama dari Jawa Tengah

Yang terlunta-lunta antara batang kurma dan pilar jembatan Layang di Jeddah.

Ah, mengapa kami harus pulang ?

Biarlah kepala kami putus , dan darah membasahi bumi Allah

Dari pada kami mati di Negeri sendiri, di tangan para Bedebah.

Yang memerah kami

Yang memeras kami

Yang menghisap kami

Ruyati dan Rukyati berpegangan tangan, terseok-seok di antara Monas dan Istana Negara.

Bukan akan mampir atau mengadukan nasib.

Buat apa

Percuma

Perempuan berdua itu berjalan tertatih-tatih antara Istiqlal dengan Patung Pembebasan Irian Barat

Keparat

Negeri para Bedebah ini tidak bisa mencerna Estetika dan Filsafat

Mengapa ada Patung didirikan oleh Presiden Soekarno.

Agar Presiden-presiden Republik Indonesia di masa datang dapat membebaskan Rakyat Indonesia dari penindasan

Para Koruptor

Para Mafioso, para pemakan riba dan suap --- untuk memakmurkan bini dan anak-anak mereka

Bedebah !

Ruyati bertelekung, tidak diketahui ada jahitan di batang lehernya

Rukyati perempuan Jawa Tengah, tidak tahu ada kalung di lehernya, tetapi nyata perutnya buncit datang dari Arab.

Nasibmu sayang

Berteduhlah di bawah bayang-bayang patung Pembebasan Irian Barat.

Siapa tahu Indonesia akan berubah ?

Assalammu alaikum Anak-anak cucu-cucuku.

(MWA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun