[caption id="attachment_291002" align="aligncenter" width="300" caption="Kurs Rupiah Meningkat, Tingkat Bunga Tetap Tinggi, Daya Saing Rendah, Lantas Indonesia dapat Apa ?"][/caption]
Ada suatu saat bahwa perubahan kurs rupiah menjadi meningkat terhadap US Dollar --- akan mengancam pengembangan ekspor, yang lebih riil menggambarkan kekuatan devisa RI. Peningkatan nilai rupiah belakangan ini, lebih bersifat aliran hot money yang berkeliaran mencari negeri yang berbunga tinggi. Seperti Indonesia. Ada pula yang berpendapat bahwa perbaikan nilai kurs rupiah ini --- sangat menguntungkan kegiatan impor, apalagi industri Indonesia  --- manufaktur  Indonesia ditunjang oleh bahan dasar atau bahan pembantu ex impor. Dalam rupiah nilai impor akan menjadi lebih murah --- konon meningkatkan daya saing kalau produknya untuk di-ekspor. Suatu kenyataan bahwa impor yang meningkat  antara lain, adalah barang konsumsi masyarakat --- masyarakat Indonesia menikmati melimpahnya barang konsumsi ex impor. Mereka bergembira ria, tetapi barang sejenis buatan dalam negeri bisa tersingkir. Banyak item produksi dalam negeri kini tersingkir. Gejala peningkatan nilai tukar rupiah ini, juga bisa merupakan "serangan fajar" terhadap pasar Indonesia --- apalagi kalau tidak disadari pemerintah. Negara Pengekspor seperti Cina, Korea Selatan dan Jepang (memang telah lama menguasai pasar Indonesia) --- Negara Industri kuat dari Asia Timur, Cina sedang merangsek ke pasar Indonesia --- Amerika Serikat saja yang industrinya begitu kuat, bisa tidak berkutik, apalagi pasar Indonesia --- bisa secara permanen akan dikuasai barang impor ex Cina. Belum tahu ? Sebenarnya hot money itu berasal dari Negara mana (walaupun uang konon tidak berwarganegaraan) ? --- bukan mustahil Cadangan Devisa Cina yang luar biasa itu, kini menjadi "ujung tombak Cina" menina-bobok-kan  Pemerintah Indonesia --- yang getol "mencitrakan" diri. Indonesia bangga sekali menjadi negeri yang dibanjiri "modal panas" dari luar negeri --- ke-stabilan, data kemajuan, indikator  "bubble economy", bukan supplemen, tetapi psycho-tropika ekonomi. Indonesia sewaktu-waktu bisa krisis apabila modal itu di"tarik-ulur" oleh kekuatan modal asing itu --- sementara ini diulur untuk memperkuat pasaran barang ekspor mereka. Indonesia dalam jangka pendek seperti untung ---- jangka panjang pasti buntung. Kemerdekaan Industri terancam, pasarnya dikuasai Negara Asing --- industrinya kerdil, lapangan kerja tidak berkembang --- Rakyat Indonesia tetap miskin, dan menjadi pemangsa barang impor. Impor barang kebutuhan Indonesia juga, membawa penyakit yang mengkerdilkan perekonomian Indonesia --- namanya inflasi yang turut diimpor Indonesia --- jadi iklim perekonomian Indonesia  sangat menyenangkan pihak asing. Indonesia diberi perangsang "sukses kurs" dan sukses IHSG ---  inflasi diperangi dan ditangkal dengan bunga tinggi. Hot money milik pihak Asing menjadi "senang main tarik-ulur" --- untung melulu ! Indonesia menjadi "most favor nation" --- menyediakan bahan dasar, Indonesia bangga menjadi peng-ekspor bahan mentah. Persis perekonomian jaman kolonial  --- bedanya mungkin perkebunan dan pertambangannya,  sekarang dikuasai "Indonesia" (?). Dulu pemiliknya, bernama Kolonialis, kini mungkin namanya Investor Asing atau PMDN. Indonesia cukup diberi "pertumbuhan ekonomi" untuk tetap hidup sebagai Negara berkembang. Jadi Rupiah dan tingkat bunga uang Republik Indonesia menjadi,  bagian strategi internasional untuk menguasai perekonomian Indonesia --- dan itu adalah wajar dalam tata ekonomi pasar internasional. Indonesia saja yang lemah --- dan tetap lemah IPOLEKSOSBUD HANKAM-nya ! Mau apa lagi ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H