Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rudolfo Moravia bekerja di Pulau Penang --- Tunting Wulandari mendalami Sejarah (DKNM 03/11)

26 Februari 2012   04:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   09:11 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13302352262052713831

 

(1)

 

Rumah Rudolfo dengan Karsiyem berada di bukit yang menghadap timur --- di Bukit Bendera berhadapan dengan Tasik Gelugur di Tanah Semenanjung Melayu. Pagi sampai Tengah Hari Rudolfo bekerja di Pergudangan di Tanjong, Pangkalan Kota di Pulau Penang  --- setelah itu ia lebih banyak mengumpulkan informasi seputar Perang Saudara di Kerajaan Selangor.

 

Ia mempelajari peranan Residen British dan pengaruh Kapitan Cina dalam perang saudara itu --- ia mempelajari kemampuan Kerajaan kecil di pesisir timur Pulau Sumatra, yang berpihak pada salah satu Faksi yang bertikai --- perang itu dimulai tahun 1868, biasa kerajaan Orang Melayu atau Orang Jawa, suksesi diperebutkan, mempermudahkan Orang Asing mengadu domba. Itu kesimpulan Rudolfo Moravia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(2)

 

Tiap petang seorang suster memberikan pelajaran bahasa Belanda untuk Tunting --- suster juga memberikan selintas mengenai sejarah Kerajaan Belanda  dan beberapa kerajaan di Eropa, terutama Jerman dan Bavaria --- Tunting tidak mengerti mengapa ia begtu tertarik dengan Bavaria --- barangkali karena bunyi ‘ba-va-ri-a’.

 

Mbok Atun sebagai inang pengasuh Tunting Wulandari --- lebih optimis pangkat-cucunya itu mengabdi kepada Juragan Penguasa Hindia Belanda dari pada kepada Kaum Ningrat yang telah bangkrut di Tanah Jawa.  Ia akan bangga kalau seandainya Tunting menjadi Nyai yang mengabdi pada Jenderal Elberg.

 

“Tunting, lelaki sepuh tetap seorang pejantan --- seperti mbok katakan kemarin, hanya mereka membutuhkan ‘permainan awal yang menyenangkan’ --- nyanyikanlah lagumu yang mengumbangnya, bahwa kamu merindukan belaiannya, pelukannya yang asyik, persetubuhan yang sangat memuaskan --- pujilah ia sebagai lelaki yang kuat-hebat, dan selalu mengusik kerinduanmu.”

 

“Di antara jeda lagumu --- kecuplah kepala burungnya, nyanyikanlah bahwa ia lelaki hebat yang engkau rindukan --- katakan kamu selalu kangen kalau ‘si dia’ pergi jauh bekerja”.  

 

Kemudian mBok Atun melagukan ajaran Serat Wasita Dyah Utama, ia menembang kinanthi  yang melodius membuat hati bungah, penuh kasih sayang dan kepuasan cinta.

 

“Ingat kamu adalah pewaris semangat Buyut Canggah Arum Purnami, yang berhasil menjalankan wasiat Kanjeng Ratu Kalinyamat --- sebagai perempuan ia takluk kepada Adipati Pajang --- canggah Arum Purnami terpakai sampai beliau menjadi Sultan Adiwijaya di Pajang   

 

Peristiwa mana diberi candrasengkala Tri lunga panca bumi --- Kamu harus ingat betapa kanjeng Ratu membalut dendamnya dengan tapabrata bertelanjang bulat, ‘saya berikrar tidak akan berkain, sampai Arya Penangsang terbunuh’ . itulah tekad Sang Ratu yang menjadi bagian sejarah wasiat Buyut Canggah Arum Purnami ………………., dan engkau adalah salah satu pewaris harapan Buyut --- engkau akan menundukkan Orang Eropa di bawah selangkanganmu ………. Tunting”. mBok Atun menembang lagi.

 

“Biasakanlah berucap dengan nada yang lembut dan mendorongnya mendengarkan-mu, bila ia telah terbuai berilah ia sengseming pamirengan, bila ia terlena, lanjutkan dengan sengseming pocapan --- lanjutkan dengan ciuman ke arah mana yang engkau kenal ia bisa mengerang --- nyawanya tinggal loncat di ubun-ubun --- redakanlah seketika …………………. Itu saat sengseming pangarasan ……….. cinta memang merajakan ‘ia’ dan memperhamba kenikmatan --- jangan salah, engkau harus menunjukkan kenikmatanmu, mengerang dan mendesahlah --- pastilah ia akan bangga apa yang bisa engkau capai …………… bila sebelum sengseming saluhut ia mengecupmu dari ubun-ubun sampai ‘senjata rahasiamu’ --- berarti Sang Jenderal adalah bawahanmu ………… “

 

 

Lantas mBok Atun menembangkan kinanthi Serat Suryaraja, “ …………….Saya sru panreging lulut/ winawang-wangwang sang dewi/ lirnya manuju ing karsa/ radian tan deraneng kapti/ angrangkul sarwi angoras/ cinecep-cecep kang lathi//.

 

 

Konon Jenderal Elberg menyetujui rencana Adipati Branjangan --- tetapi ia menitipkan Tunting Wulandari agar tetap dibawah asuhan Sang Adipati. Bahasa Belanda lebih lanjut dipelajari, ditambah budaya dan sejarah Belanda dan Eropa --- seorang pendeta bernama Scholtem, juga akan mengajar Tunting Wulandari.

Menurut Elberg --- Tunting akan dipekerjakan pada seorang Kolonel dari Bavaria, yang segera datang untuk memimpin Legiun Afrika --- untuk maju perang  menundukkan anasir Kerajaan Aceh dan pemberontak Aceh, yang telah menghancurkan Legiun Mangkunegaran.

 

Perang Aceh ini bagi Pemerintah dan Militer Hindia Belanda, sungguh melelahkan dan berbahaya --- ada informasi dari Tumasik (Singapura) --- bahwa Konsul Amerika Serikat  dan Italia akan membantu pihak Aceh ………………

 

[MWA] (Damar Kurung Nyai Moravia – Novel bersambung  ke 03/12)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun