Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rudolfo Keranjingan Investasi Perkebunan Tembakau --- Tunting Keranjingan Filsafat (DKNM -03/17)

29 April 2012   15:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:58 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13357124811110755205

(1)

Diskusi Kolonel Rudolfo dengan Asisten Residen Oostkust Van Stien berlanjut --- Rudolfo sudah tidak sabar untuk menuntaskan langkah-langkah yang ia tuju, Perkebunan Jerman-Swiss-Bavaria di Bandar Sinembah.

 

“Tuan Kolonel, pengamanan daerah pesisir timur Pulau Sumatra telah dirintis sejak Residen Netscher --- ketika anasir Inggris telah mengibarkan bendera Union Jack di kapal-kapal dan pantai Sungai Asahan --- saat itulah Residen berhasil menekan Kerajaan Melayu Langkat, ya …. Ya pada tahun 1862 kedua Kerajaan Melayu, Langkat dan Siak Indrapura dapat diperdaya ……………. U harus tahu itu hasil perjuangan diplomasi Residen Netscher …………… semula perundingan itu hampir dead-lock, karena Sultan Ahmad Shah, Yang Dipertuan Asahanmenolak berunding di atas kapal Belanda, sebaliknya Residen Netscher juga tidak berkenan berunding di darat …………….”

 

Kolonel Rudolfo mendengarkan dengan seksama penjelasan strategi pemerintahan Hindia Belanda memperdaya raja-raja Melayu di Pesisir Timur --- untuk memuluskan investasi Belanda yang telah dirancang para Kolonialis itu.

 

“ Tuan, Februari 1863 Tuan Residen telah mendapat informasi bahwa Aceh akan menyerang Kerajaan Deli, untuk merebut daerah subur untuk perkebunan tembako itu …………….. U perlu tahu juga, itu Kerajaan Melayu Asahan dan Serdang adalah pengkhianat-pengkhianat --- mereka telah menyiapkan dukungan untuk operasi militer Kerajaan Aceh……………. 2 kapal Belanda dikerahkan Netscher ke Deli untuk menekan raja-raja Melayu dan mengusir armada Kerajaan Aceh dari sana………., operasi itu berhasil.”

 

“Memang Inggris juga bermain dengan kerajaan Aceh --- pedagang dan pengusaha Inggris dari Pulau Penang banyak berperan dalam konspirasi dengan ningrat Melayu yang korup ……….. memang Perjanjian London 1824 bisa dipandang dari masing-masing kepentingan Belanda dan Inggris”.

 

Rudolfo masih memainkan cambuk --- seolah-olah rentetan bunyi bak mercon itu meningkah penjelasan Van Stien.

“Tetapi dengan peran para diplomat, spionase, dan unsur militer seperti tuan, di Pulau Penang --- campur tangan diplomat Amerika Serikat di Tumasek, yang mencoba membela posisi Aceh.Sepertinya tidak akan berhasil --- itu jasa tuan !”

Rudolfo dan Van Stien bersulang, kemudian menyilangkan kedua siku mereka, meneguk minumannya.

(2)

Pastor De Goyer sedang berdiskusi dengan Tunting Wulandari --- De Goyer benar-benar kagum dengan kecerdasan Tunting, ia telah dapat mencerna konsep “bahasa” dan “simbol”yang membedakan kemampuan keunggulan manusia dari makhluk yang mana pun di muka bumi ini.

 

“Tunting, hanya manusia yang bisa membedakan keburukan dengan kebaikan --- baik untuk manusia pribadi maupun untuk kelompok manusia dalam satuan masyarakat --- lihatlah ke dalam dirimu, ke sejumlah peng-alam-an-mu di dalam masyarakat, bisa dimengerti ?” Tunting memejamkan matanya, ia mencoba berkelana seperti setiap kali ia berpikir dari bacaan yang mengganggu benaknya menjelang tidur.

 

De Goyer mengamati kelakuan gadis cantik yang menjadi muridnya ini : “Bisa kamu temukan kelompok manusia dalam konsep simbolisme ?”

Tunting mengangguk --- tatapan kedua pasang mata anak manusia itu beradu.

 

“Tunting dengan filsafat kita memiliki alat untuk mereka-reka, dengan logika dan pertimbangan akali”.Tunting menarik nafas dalam-dalam.

“Tunting, akal manusia bisa mencerna keindahan bahasa, gerak-tari, bunyi musik --- coba hayati kata-kata saya”. Tunting kembali bersikap berpikir dengan memejamkan matanya.

“Kamu mengerti “Keadilan” ?”

 

“Kamu masih ingat dan dapat mempergunakan pemikiran filsafati Socrates --- Plato --- Aristoteles ?”Hening ruang perpustakaan di samping Kapel di Susteran itu --- Tunting hanya menganggukkan kepalanya, sekali-kali Pastor De Goyer, melihat mata Tunting membinar bila ia mendapat kesimpulan dalam diskusi yang makin mengasyikkannya itu.

“Kamu ingat Rene Descartes …………… filosof Perancis ? ………………”. Langsung saja Tunting memotong dan tersenyum.

 

“Cogito ergo sum --- Saya berpikir, maka saya Ada”

Pastor Kepala De Goyer berdiri dan berjalan menuju meja di ujung gang rak-rak buku --- ia rupanya telah memilihkan satu buku untuk bahan bacaan Tunting.

“Baca buku ini …………… John Locke, filosof Inggris --- buku ini memuat sejarah filsafat dan teori politik, kamu akan beruntung dalam hidupmu --- kamu bisa melihat dan merasakan “kebutuhan bangsamu”, masyarakatmu membutuhkan pemikiran yang menjawab masalah bangsamu --- kamu telah mengerti dalam budaya seni, dalam kerangka Kejawen, kamu mengerti Islam Jawa, Islam Kaum Abangan, kamu juga harus mengenal Kristus dan Ajaran Kristen ……………. “

 

“Tidak apa-apa, biarlah agamamu tetap Islam --- tetapi kamu memerlukan Kristen sebagai ilmu, sebagai alat --- engkau harus mengenal Judaisme, Islamisme, dan Ke-Kristenan.Kalau kamu kelak menjadi pemimpin di masyarakatmu --- engkau akan mampu membebaskan mereka.

Bangsamu telah melahirkan pemimpin-pemimpin hebat, pemikir hebat --- kamu harus mengenal bukan saja Pandawa dan pendukungnya, kamu juga telah mengenal Buddhisme dan Hinduisme …………… kamu lihatlah sekarang bangsamu telah mengenal pula pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan …………… walau baru beberapa orang …………… bangsamu telah pula mengenal pemikiran yang maju, tentang Kemerdekaan, tentang Kemiskinan, tentang Kelaparan ………….. Tunting manusia semuanya harus terbebas dari Kelaparan dan Kekurangan ……………”

Tunting mengepit buku pilihan Sang Pastor, ia pamit dengan mencium tangan pastor, seperti layaknya seorang yang lebih muda berlaku sopan dan santun.

[MWA] (Damar Kurung Nyai Moravia; novel bersambung ke 03/18)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun