(1)
Masih pagi sekali, selepas sholat Subuh Ibu mas Bejo dan Mila berangkat ke Pasar. Aduh cuaca sejuk sekali di Magelang. Banyak orang sibuk pergi ke Pasar.
“Mil, pagi begini orang ke pasar untuk kulakan --- ibu sudah kepingin usaha kembali, sudah 2 tahun ibu tidak kulakan. Enak lho berdagang itu”.
“Ibu sudah berapa lama berdagang daging ?“
“Wah sejak ibu menikah dengan almarhum bapake Bejo. Bapake Bejo ‘kan jagal”. Ibu dengan calon anak mantu itu berbincang susah senangnya berdagang --- ibu ingin mengajak Mila nanti berdagang daging di pasar, setelah selesai masalah pernikahan.
Mereka juga memperbincangkan soal menu untuk nanti Slametan pernikahan mas Bejo dengan Mila. Kamis petang.
Pikiran Mila terkadang digodaoleh lakon mereka kemarin sore mandi berdua dengan Mas Bejo --- ternyata asyik sekali curi-curi mandi berdua. Bejo telah melihat nyata perubahan bentuk perut Mila.
Mereka melakukan “persetubuhan gaya ketek momong” --- geraknya senyap, rasanya tidak mengusik perhatian ibu Mas Bejo. Mereka saling menyabuni tubuh kekasihnya. Waduh sensasinya luar biasa.
Mila mengerang --- dan senyap. Kemudian terdengar mereka menyiramkan air. Mila dimandikan Mas Bejo seperti memandikan anak kecil.Mila tertawa-tawa mengusik tubuh mas Bejo. Ia menyenangi menyabuni seluk beluk tubuh Mas Bejo --- mas Bejo menggelinjang karena bagian tubuhnya yang masih sensitif, dielus-elus Mila.
(2)
Bejo kalang kabut karena dapat panggilan Pak Atmodrono anggota Dewan, yang konon mendapat info bahwa, Bejo adalah orang yang mengerti seluk beluk Kejawen dan paranormal. Rupanya panggilan ini semacam “silent operation” --- spy-spy-an.
Mereka bertemu di Warung Makan dekat Bayeman --- dari sana mereka (Bejo dan Pak Ngalimin) dengan mobil menuju Yogyakarta. Turut pula Pak Sujio, teman Bejo yang memanggil Bejo untuk menggarap pasaran baru.
“Ini orang kaya Jo --- anggota Dewan --- wah, enak tenan” . Mereka sengaja diundang ke Yogyakarta, karena pasangan itu rupanya sedang berobat --- si Anggota Dewan mempunyai penyakit kencing manis yang mulai merongrong tubuhnya. Istrinya pun ikut-ikutan sakit pening-pening lalat. Yang dituju rumah mereka yang digunakan untuk anak kos-kosan mahasiswa di Yogya.
Itu rumah mewah di daerah jalan Kaliurang --- rumah verdiping dengan pagar ala Timur Tengah. Mereka ada 6 orang di sana, yang dari Magelang 3 orang --- setelah basa-basi. Tuan rumah mengambil alih pembicaraan.
“Ini begini pak Ngalimin --- ini paman istri sayadari Rembang, mendengar saya dan istri saya kurang sehat, datang ke Semarang, lantas saya bawa kemari. Keluarga istri risau ‘kan belakangan ini banyaklah kasus yang seperti bola liar. Bisa-bisa orang makan nangkanya kita kena getahnya. Kebetulan saya ini di komisi yang mengurusi anggaran proyek --- mana sakit saya kambuh, eh dengar-dengar ada sejumlah anggota dewan dipanggil kejaksaan …………….”
“Terus terang di Semarang saya tidak mempunyai koneksi yang ‘ngerti ritual Jawa !”.
“Kepalang ke Bandongan --- kita cari-cari informasi, menurut Pak Ngalimin --- siapa tadi asmanipun ?Oh ya, Mas Bejo mengerti, punya jaringan Kejawen dan paranormal” , tampak Bejo mangut-mangut sambil mengunyah krasikan Muntilan. Ia sudah dengar tadi pokoknya menurut pak Ngalimin “orang berkepentingan ini sedang panik” butuh pegangan dan orang pintar.
“Saya ini sebenarnya pedagang Barang Pusaka, batu-batu sakti …… yah, benda penangkal bala pak --- tetapi karena saya berdagang keliling, wah --- saya banyak koneksi, kenal para paranormal dan orang pinter, mereka ‘kan minta bantuan saya untuk mendapatkan Jimat yang cocok ……………….. kerjasamalah”
“Intinya ritual apa pak, tolak bala saja ?”
“yah semua-muanya lah keselamatan, kesehatan ………..aa …….. yah tolak bala, apa ………… itu lho ruwatan kata istri saya …………….. keluarga kami perlu ritual ruwatan.”
Mas Bejo sudah makin mengerti “maunya pasar ini” (ia akan menjual pusaka anti bala --- sambil obyek cari “orang pintar” --- diskusi jadi serius, Pak anggota dewan minta ritual di tempat terpencil jauh dari intaian paparazzi).
(3)
Pak Rembang paman anggota dewan yang menjadi wakil untuk menemui mBah Kuman, seorang paranormal, mereka mengadakan pertemuan di desa tetangga di Pantai Baron. Untuk merundingkan “transaksi ritual ruwatan”.
Tidak begitu jelas bisik-bisik antara mBah Kuman dengan Pak Rembang --- ada kalanya menggeleng ada kalanya mengangguk-angguk.
Tiba-tiba saja mbah Kuman memperjelas suara, dan pak Rembang duduk merenggang : “Yah, memang kita Orang Jawa Orang yang Bijaksana --- nenekmoyang mewariskan macam-macam Budaya Jawa yang lengkap …………… semua masalah anak-cucu sudah ada paket penyelamatannya --- ini dari kasus yang dihadapi keluarga Bapak Akhmad Atmodrono, istri …………. Siapa tadi nama istrinya ……. Ibu ………………. (Bu Rumisih, jawab Pak Rembang)….. ya masih muda ya ………… lihat fotonya masih muda umur berapa ya ( jawab pak Rembang, kira-kira 35-37- lah) ……………… dari fotonya, syukur terlihat dia tergolong Pasemon Bocah Sukerta ……………(bisik-bisik kearah Pak Rembang) ………… ibu Rumisih ini sukerta Dengkak --- mBah Kuman tampak tersenyum (penuh arti ?) ………. Orangnya membawa keberuntungan, ya kalau beruntung melimpah ruah, jatuh sialnya ………. Aduh sakit sekali !” mBah memandang sekeliling.
Di sana hanya ada selain dirinya --- Pak Rembang, pak Ngalimin dan mas Bejo.
“Dia sukar punya anak ya ?”Tampak pak Rembang memandang ke arah mBah, mengangguk .
“Ya, anaknya baru satu, itupun dapatnya sukar ………….. ia juga sudah berobat hormon, macam-macam ……………… tapi belum diberi …….. itu anak sekarang sudah berumur 9-an”, jelas pak Rembang.
“Yah, nanti biar diruwat sekali …………… dan matikan doa kesuburan ………….. itu sialnya”
MBah Kuman ahli katuranggan primbon wadon --- dia tahu wanita dengkak, nafsunya seperti bensin --- pantang dekat dengan api.Menyala !
[MWA] (Buah Cinta dari Parangkusumo; novel bersambung ke #04/17)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H