Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi dari Jendela Bis (04) Dor Dor Dor

18 Agustus 2010   10:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:55 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dari halte Taman Anggrek yang anggun

Dia lelaki perlente, baju lurik garis halus --- ada sampiran jaket, ada kupiahnya

Bertongkat ramah seperti memilih tempat duduk

Dor Dor Dor

Beri uluran tangan-mu --- akan kutepiskan

Aku benci orang Jakarta --- jangan ulurkan tangan-mu ingin silaturrahmi

Aku benci !

(darah Orang Jakarta langsung ciut, takut --- semua memandang arah yang sama)

Dor Dor Dor --- (kembali menembakkan tongkatnya ke lantai bis)

Ayo aku manusia pendendam --- dari kumpulan orang yang terbuang

(ingat Chairil Anwar)

Kami bukan orang yang bersedu sedan --- kami adalah para pendendam

Anak cucu Marsose dan para Romusha

Aku segera akan menghunus belati --- kutujukan buat Orang-orang merdeka

Orang Jakarta yang rakus serakah, tamak, loba dan menghisap darah bangsa

Beri aku belati --- akan kuhisap darah para koruptor dan mafia pajak

Jangan ulurkan tanganmu --- aku enggan bersilaturrahmi

Jangan ulurkan salam-mu --- kami dari kumpulan orang yang kejam

Keturunan para penghianatbangsa ini

Mari kita berebut lahan --- bukan kamu saja yang membutuhkan pangan.

Dor Dor dor--- Dor Dor Dor ………….Dor.

(Sebelum Grogol, orang-orang Jakarta di muka pintu bis --- lompat !

Arwah Marsose, arwah Romusha, arwah para Bajak Laut --- telah melakukan stelling

Di jalan, di jembatan penyeberangan, di lampu lalu lintas, di pojok-pojok, di depan pintu-mu, di pintu-pintu bank

Belati mereka tersembunyi di bawah ketiak ).

Merdeka!

(aku pun melompat mencari lorong yang aman dalam kebodohan negeri ini )

(mwa-2010)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun