Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Prabu Astrajingga Tidak Mempunyai Wahyu Keprabon [Wayang Kontemporer – 16]

28 Juni 2011   10:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:06 1796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Menjadi Raja, Sultan, Ratu bahkan Presiden Jaman Kontemporer --- apalagi dihubungkan dengan Filsafat Jawa --- harus seseorang yang mendapatkan Pulung, mendapatkan Wahyu Keprabon --- jadilah ia seorang Pembesar, sampai saatnya dicabut pula Keberuntungan itu.

AdakahRakyat biasa mendapatkan Pulung ?Ken Arok dengan liku-liku takdirnya menjadi Tokoh Sejarah.Gajahmada memperoleh pulungmenjadi Orang Besar Majapahit, seorang abdi, rakyat biasa yang mengukir Sejarah --- yang pamornya melebihi Sang Raja atau Ratu di Majapahit --- itu dulu. Sekarang pun Kekuasaan Kerajaan dapat diraih dengan berbagai proses sejarah --- demokratis maupun Kudeta (?)Legal maupun Ilegal. Lho ?

Bagaimana para Sultan dan Raja yang masih ada di Nusantara kini --- O itu ?Itu hanya warisan Budaya Nasional saja --- tidak ada lagi Pulung dan Wahyu Keprabon untuk mereka dalam jalur Feodalisme.No !

Konon si Cepot alias si Bagong, memaksakan diri untuk menjadi Raja diAstinapura --- karena ada lowongan atau kekosongan di Astina.Cuma si Bagong itu tidak melakukan Coup d’etat, atau permainan Surat perintah atau pun “Penggelembungan suara ala Mafia” --- ia mendapat kesempatan mirip Mr X yang menggunakan Bung Hatta dalam pemerintahan Presiden RI Soeharto dulu. Bagaimana itu ?

Jauh sebelum Baratayudha………….sahibul hikayat, Kerajaan Astina terkena bala, pertama-tama pertaniannya mendapat serangan hama, pageblug --- lumbung-lumbung kosong, terjadi paceklik --- belum sempat Prabu Suyudono mengatasi masalah pangan, terjadi pula kekacauan musim, pertanian tambah parah.Wabah penyakit pula merajalela.Melumpuhkan Kerajaan Astina --- Tidak ada Negarawan atau Begawan yang bisa mengatasi masalah itu.

Korawa yang seratus dengan keluarganya menyebar ke Negara-negara sekutunya.Mengungsi --- rakyatnya yang miskin, berpenyakitan pada mati dalam malapetaka Kemiskinan. Adalah Begawan Dronamelihat Prabu Suyudono dan para Pembesar Astina berlarian tidak bertanggungjawab --- merasa trenyuh, memerintahkan Cangik, Limbukdan para perempuan yang tersisa agar merantau ke Poncolo, Colo, Heilongjiang, yang terdekat ke Pathani dan Ayodya.Bekerja serabutan dan menjadi babu.

Di malam terang bulan di Mandaraka, Sang Drona melaporkan bahwa pasukan Cangik dan Limbuk ternyata bermanfaat bagi Astina --- mereka berhasil mengirim ribuan tail emas ke Astina dan sekutu, di mana keluarga mereka berada.Sayang Astina sudah menjadi Kerajaan yang Gagal.

Sepi, suram dan menakutkan …………

Adalah Astrajingga yang sedang bertapa brata di Gua Kiskenda, mendapat wisikan dari Batari Durga.“ He Cah gemblung, bangun cah --- apa yang menjadi permintaanmu --- ada tugas mulia akan aku anugrahkan……..”

“Ampun Batari Durga, aku hanya anak tercecer pukulun,sebagai Rakyat aku capai mengabdi pada para elite --- yang nyatanya mereka hanya akan membangun keluarga dan dirinya saja …………..” Sebenarnya Cepot sangat gentar didatangi oleh Wanita terkutuk ini. Walau ia dulunya isteri maha dewa Batara Guru.

“Termasukpara Pandawa ?”

“Hamba capai Dewi --- para Pandawa juga hanya menunggu Pulung dan Wahyu Keprabon “

“Benar kowe Cah, mereka menunggu Perang Besar Baratayudha --- untuk menempatkan Cucu Sang Arjuna menjadi Ratu di Astinapura…………aku dengan semua kekuatan Setra Gandamayit telah merekayasa Astina hancur sebelum perang Baratayudha Jaya Binangun…………Aku akan jadikan Astinapuramenjadi Kurusetra yang mencabut Wahyu Keprabon semua keturunan Bambang Bremani dengan Dewi Srihunon batal untuk jadi Raja di Astina…………………”

Segera membinar cahaya memasuki guha --- menyelimuti sekujur tubuh Bagong.

“Kunobatkan dikau menjadi Prabu Astrijingga --- berangkatlah segera menduduki singgasana Ratu Astinapura --- engkau diiringi widyabalad Setra Gandamayit --- berupa jin, jembalang, raksasa dan para setan ---- di Astina saat ini telah kutanamkan pasukan Jatasura dan Maesasura yang telah aku tundukkan ……………Negaramu akan aku dorong mendapatkan cipratan pertumbuhan ekonomi ……………agar para Raksasa dan Rekseksi dapat memamah biak Rakyatmu……………sebagai korban !”Cepot menggeletar mendengarkan suara guruh Sang Reseksi

Batari Durga. Berwatak culas dan tidak boleh dibantah --- sosoknya adalah raksasa dengan mata yang sangat menakutkan --- berapi-api dengan kantong mata yang berisi nanah yang menggelegak, memancarkan mata iblis. Sekelebat ia menghilang dengan lambaian rambutnya yang bergelung puteri Keling --- kalung Ulur-ulurnya masih melambai-lambai jauh, gemercing gelang kroncongnya masih menggenta dikejauhan.

Prabu Astrajingga yang mempunyai sifat “Ja’im” --- menjaga imej, tadi memohon dirobah wajahnya agar menjadi Prabu yang ganteng dan berwibawa --- berwajah tambun dengan kantong mata ala Sang Batari Durga.Dan Memasang satu Tahi Lalat (andeng-andeng) di pelipis kirinya (konon kalau di kanan sial).Hanya satu kekecewaan Cepot --- pemohonannya agar tidak ompong lagi, tidak diluluskan Sang Dewi Gergasi.

“Cepot, kau adalah bayangan Lurah Semar --- tampangmu tetap tambun dengan gigi ompong. Sekilas kau tampak adalah tetap anak Semar.

Ada beberapa musim Sang Astrajingga menjadi Ratu di Astina pura --- dengan sifat dan watak para Setan dan Rakseksa.Memakan darah dan daging rakyatnya --- mengumpulkan pundi-pundi emas para Cangik dan Limbuk. Tanpa berpayah bertani dan bekerja.

Di perantuan para wanita itu banyak dijadikan hamba sahaya --- bila bersalah atau telah tua, mereka dibantai dan dibuang ke tempat-sampah, semacam “filling field atau killing field’ --- Sang Astrajingga tidak memperdulikan, yang penting emas harus masuk ke Astina, pundi-pundinya.

Adalah Dewi Rara Ireng, yang merupakan saudara dampit dengan Prabu Kresna ---- menceritakan impiannya yang mirip wangsit, bahwa Batara Guru menyampaikan pesan agar “Alur Astina dikembalikan ke takdir Perang Baratayudha di Kurusetra” --- karena dengan skenario Batari Durga ini, nantinya bukan saja silsilah Anak-Cucu Prabu Destarasta dan Prabu Pandu --- menjadi keturunan hina dina, tetapi juga berimbas dengan keturunan Orang Javanicus dan Orang Melapacificus pun jadi bangsa koeli saepanjang jaman.

Wara Sumbadra segera berunding dengan Batara Kresna --- diperluas dengan memanggil Lurah Semar, karena menurut analisis intelijen Kerajaan Dwarawati --- bahwa Prabu Astrajingga yang menguasai kerajaan Setan, Mafia, Koruptor, Iblis, Jembalang, Yakuza, Penyelundup, Kerajaan Jalur Narkotika dan segala macam yang terkutuk.Hanya dapat dikalahkan oleh Lurah Semar dengan Kekuatan Kerakyatannya.

Diputuskan --- apabila Prabu Astrajingga dapat dikalahkan dan semua pasukan Kerajaan Setan Batari Durga dikalahkan ………….maka titah Sang Batara Guru, agar kerajaan itu dikembalikan kepada Keturunan Prabu Destarestra --- agar Wahyu Keprabon kembali ke alurnya ………………

Juga diputuskan Kang Semar hanya diiringi oleh Gareng dan Petruk Kanthong Bolong serta5 Begawan dari Amarta serta Hyang Pathuk dan Hyang Temboro --- yang kalau diusut-usut, yah anak Sang Semar juga.

Dibatas kota, Lurah Semar memanjat bukit denganmenghadap ke Barat, dan ia pun menyerukan fatwa bahwa sejarah panjang Kerajaan Astina --- sejak cerita percintaan Raja Duswanta dengan Dewi Sakuntala , puteri Resi Kanwa, sampailah kisah wafatnya Prabu Pandu dengan meninggalkan anak-anak yang belum dewasa untuk menggantikannya.Maka Destrarasta yang menerima amanat untuk menjalankan tugas sebagai Raja --- persengketaan itu hanya akan diselesaikan dengan Perang Baratayudha.

Kemudian Lurah Semar memberikan ultimatum sampai Matahari terbit besok pagi --- dengan bias sinar di punggung Bukit tempat Semar berpijak.Prabu Astrajingga harus menyerahkan diri --- kalau tidak Semua Setan dan Iblis koruptif akan ditelan oleh Semar !

Malam itu morale pasukan jinewa dan raksaksa telah jatuh --- Batari Nun Jembatani,Datuk Bendahara Oding pun telah pula merat sampai ke Temasik Gandapura mengikuti skenario para Penguasa Ilmu Maling --- Astrajingga termangu begitu mencari tahu bahwa Sang Batari Durga pun telah ngabur ke Setra Gandamayit kembali. Dengan masgul Prabu Astrajingga memandang jauh ke Bukit di Timur Istana ---- cahaya perlawanan Lurah Semar telah menampakkan bayangan hitam dengan api menyala.Raksasa yang melebihiraksasa dan raseksi yang masih ada di sekeliling batas kota.Ismoyo Tiwikromo !

Cahaya perak keemasan menyilaukan kini telah tergelarke seantero jagad --- flora dan fauna pun sumringah mensyukuri untuk menjalankan kembali misi masing-masing.Dengan sekali raup dan langsung ditelan-nya, Sang Semar yang telah menjelma menjadi Ismoyo Tiwikromo.Semua para Raksesa dan Iblis ditelan masuk penjara perutnya yang besar menggunung.

Maka pidatolah Hyang Temboro yang tongos : “ Kang Bagong menyerahlah --- engkau bukan Tokoh Sejarah, engkau hanya pantas menjadi pemain figuran sebagai punakawan --- ternyata engkau tidak mampu menjunjung Pulung yang palsu.Sang Maha telah menentukan engkau harus menyerah………………….Menyerahlah saudara-ku --- sandiwara sejarah-mu telah berakhir !”

Prabu Astrajingga menyembah Sang Ismoyo Tiwikromo --- Kekuatan Rakyat yang Memangku Sejarah.

“Itulah Le --- Kaluhuran Sabda --- Mengalami Kekalahan melawan Realita Sejarah !”Fatwa Lurah Semar sambil kembali susut bumi.

“Vera est historia si non vera vanitas est, Sejarah itu harus benar, jika tidak benar, maka ia adalah sebuah kebohongan.

MenyerahlahAstrajingga ! (MWA)

[caption id="attachment_116744" align="alignleft" width="300" caption="Sang Semar, Sang Rakyat yang merakyat --- Ismoyo Tiwikromo Sang Rakyat yang Bangkit meluruskan Sejarah."][/caption]

*)Foto ex Internet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun