Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pendekar Kobat menangkap Harimau di Tratakbuluh (#06)

31 Juli 2012   13:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:24 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13437412242015846129

(1)

Banyak gosip seputar Sang Nakhoda Selat Malaka ini, pendekar ulung sakti termashur --- para pelaut Pulau Penang berdecah heran, ketika Pendekar Kobat melepas ke-3 Janda Lucu yang telah berkelindan seperti jenang dengannya --- sudah 3 bulan membelah hutan jati di Pulau Jawa, berguru di Ampeldenta, bertarung terus menerus sepanjang perantauan.

Pendekar Kobat meminta bantuan Sultan Kedah agar   memberangkatkan 3 Janda Lucu menuju Tibet --- dari Kedah rombongan itu menuju Pattani, kemudian Ayuthia Siam, lantas melalui beberapa kerajaan di Dataran Shan Dong, Dongsoon, lantas rencananya --- ke-3 Janda Lucu akan berguru silat kunthau di Cina, dan berguru ‘kaweruhan’ di Tibet.

Sayang banget janda bahenol dilepas, janda sintal dilepas, janda muda dilepas --- bisik si Jampuk Agam.

Ada juga gosip, Pendekar Kobat ‘tu banci , sejak ia berguru dan tinggal beberapa tahun lalu dengan Warog Ponorogo. “Ah, usil saja orang-orang dongok  melihat gelagat awak --- kalaulah si Kobat bukan Jantan manalah mau Putri Bangsawan Siam tidur di kapalku !”

“Bebat tali sisal bebat tali  di Tanjung Katung

Kobat Nakhoda kapal orang hebat dari Teluk Nibung !”

Memang konon ada anak-bininya di Teluk Nibung, Tanjung Balai Sungai Asahan.

 

Mengapa pula ia tidak pernah balik ke sana melihat anak-bininya ?

“Usil kau Lokot --- kau sebar-sebarlah fitnah ‘tu, tahu dia digibalnya kau, remuk nanti !”

(2)

Memang rencana pelayaran kali ini kapal layar “Pulau Bertih “ bukan ke Utara, tetapi menyerong ke Selatan --- mereka akan membelah Selat Malaka untuk masuk ke Muara Sungai Siak. Mereka akan memuat bibit para, garam dan bibit sayuran, yang konon akan dikirim pedagang Mandailing ke Tambusai, terus ke Kota Nopan.

Sahibul hikayat, tidak diceritakan lintang-pukangnya perahu layar itu ditelan badai dan ombak gelombang hantu laut hitam kemambang --- tibalah sudah ia, ditambatkan pelaut-pelaut tu kapal layar itu.

Biasa, di Pelabuhan Buatan jauh sebelum tiba di Kota Siak, Penghulu Dame telah menyongsong kedatangan Nakhoda Kobat : “Adalah Kobat nama pohon, begitupun pohon Tualang ---- apakah gerangan beta memohon, bolehlah Encik Kobat berbisik kemana nak pulang ?”

Nakhoda Kobat hanya tersenyum kepada sobatnya itu --- ia meneruskan perintah-perintahnya kepada Mualim Seman dan Pendekar Gombang.

“He Gombang, kalian susun  garam tu, nun di tempat yang tinggi di gubug rumbia tu --- ‘tuan Mandailing nanti akan memuat kayu gaharu untuk dibawa ke Pulau Pinang --- barang kali kawanan kuda tu akan jadi muatan kita juga --- urus itu Encik Mualim !  Jangan sampai luput bagus barangkali sewanya --- mungkin pedagang Karo yang punya tu ! ………………. Aku mau berangkat ni tuan Penghulu telah pula menjeput.”

Tak ada anak buah kapal berani bertanya kemana rencana kepergian Sang Nakhoda --- bahkan kali ini si Jampuk Agam, Sang Ajudan pun tidak dibawa serta.

(3)

Entah apa yang dibisikkan Penghulu Dame --- Pendekar Kobat hanya terangguk-angguk saja, seolah-olah ia mengerti apa persoalan yang dikemukakan Sang Penghulu.

“Baiklah …………………… he Jampuk, kau ambilkan cemeti Ponorogo-ku di peti Senjata !”

Tampak Nakhoda Kobat menepuk-nepuk leher kuda itu, lantas dibelainya surai dan pipi kuda hitam itu --- di sisir-sisirnya pula ekor kuda yang keputih-putihan seperti rambut orang tua beruban. Kuda itu mengibas-ngibaskan ekornya --- sementara Pendekar Kobat kembali memeluk-meluk leher kuda itu.

“Bagus kali kuda Peringgi ni --- berapa ekor Penghulu punya ?”

“Hanya 3 ekor Encik --- dulu ada 5, awak jual tukar tambah dengan 20 kuda Batak, ingin ku ternakkan di Teluk Kuantan --- banyak juga sapi, lembu dan kerbau ku di sana”

“Ah, kau tambah kaya saja, aku ni berlayar terus turun naik gelombang --- umur habis-habis di jalan --- duit tak pernah terkumpul ………………. Kemarin ku kirimkan sedikit uang ringgit ke biniku ……………. Ingin kujeput anak sulungku, lelaki, mau ku kirim ke Pesantren di Ampeldenta sana…………………..”  Tampak seperti masgul sikap Sang Pendekar.

 

“Sudah, mari Cik kita berangkat”.  Seperti melonjak kuda hitam putih yang ditunggangi Pendekar Kobat, ketika ia melompati punggung kuda tu --- melonjak berdiri kuda tu berlagak  menunjukkan dadanya yang bidang.

Pikiran Pendekar masih terngiang-ngiang mengingat berita dari Sang Penghulu.

 

Sampailah mereka di Pangkalan Sukun : “Cik Nakhoda, makin ramai kini pekan yang baru tu”

“Iya kulihat juga dari kapal kemarin, bagus pula berundak-undak pekan tu”.

“Tapi itu payahnya negeri kita ni --- kalau mau maju banyak kali Orang Jahat yang mau tunjuk-kuasa Ncik !”

 

Pendekar Kobat diam saja tidak menanggapi :”Ayo berangkat jangan masuk ke desa di awal Magrib, Ashar maunya kita telah tiba !”

“Tunggu Ncik, baru kuteringat di hutan menjelang Tratakbuluh tu, itu tadi yang kuceritakan itu --- tak ada orang berani lewat selepas Ashar--- ada rombongan harimau, rajanya ………….. 2 depa panjangnya. Ganas nian !”

“Kalau begitu malam ini saja kita umpan rajanya tu --- kalau dapat rajanya biasanya pindah semua anak dan bini-bininya semua”

“Ah, cerdik kali rajanya tu Ncik --- tak mau ia memakan umpan --- rombongan itu pun lebih suka menerjang kandang ternak orang …………….. atau manusia sekali dimangsanya !”

“Ditepuk Sang Pendekar kuda Peringgi tunggangnnya itu --- melonjak dan  langsung lari dua-dua ia --- seperti ladamnya tu tak menjejak tanah.

(4)

Sampailah mereka di Simpang Tiga : “Singgahlah kita barang sebentar ke Penghulu Deres Ncik…………..”

“Jangan kita ditahannya pula nanti Penghulu ?”

 

Ketika Pendekar Kobat menambatkan kudanya di batang pohon Manggis --- naluri kejantanannya bekerja ………. Dikerlingnya arah ke tingkap rumah panggung tu. “Wah pucuk dicinta ulam tiba” . Pikir Pendekar Kobat di dalam hati …………..”ada anak gadis sedang mengintai………….. “

 

“Ranum-ranum si buah manggis – diam tersenyum si anak gadis”

“Tupai melompat ke batang kelapa --- pandai nian Cik Kobat, mata telah menyapa !”

 

Akhirnya terpaksalah  kedua tamu tadi tidak bisa menolak tawaran rehat barang sebentar.

“Cerita binatang buas --- di kampung kami ni pun, di anak sungai Kampar kiri  buaya kejam nian --- ada barang kali telah 12 orang disambar dimangsa, sudah berpuluh pawang  coba menangkapnya ……………. Luput, malah ada seorang pawang dari Lipatkain dimangsanya !”

(5)

Terkisah sudah sampailah Sang Penghulu dan Pendekar Kobat di hulu desa Selayang,  hari telah dirambang petang --- baru saja kuda nak minum, Sang Pendekar dan Penghulu ingin bergantian sholat. Auman harimau dan langsung : wuzzzzzzzzzzzzz rab jrembab, membalik dia --- kedua kuda  meringkik.

Dor…………. Dor…………..dor…………. cesssslap dor……………… dor  bunyi cambuk api Ponorogo menggentarkan hati  raja harimau --- ia mengaum dan menerkam ---  Pendekar  Kobat melompat sambil mendarat dengan melibaskan cambuk melilit kaki belakang harimau --- secepat kilat Pendekar menunggangi punggung harimau --- pukulan godam ditengkuk Sang Raja Hutan --- secepat kilat kedua mata harimau ditepuk dengan pukulan Blangkas.

Harimau meraung  mencakar dan menabrak batang kelumpang, dia mencoba melarikan diri ke rumpun bambu --- kedua kaki belakangnya masih terikat --- sementara Pendekar Kobat terjajar-jajar --- Penghulu Dame memukulkan Blantan Nibung ke kepala harimau --- harimau berputar-putar ganas  --- ia tersangkut di rumpun bambu.

 Dengan sekelibat saja Pendekar Kobat telah melilitkan jerat ke batang leher Si Raja Hutan, ia meraung lemah dan mendengus --- batang lehernya telah tertambat di dua batang bambu --- ia mencakar meraung-raung.  Kaki belakangnya pun masih terikat erat dengan Cemeti Ponorogo.

 

[caption id="attachment_197420" align="aligncenter" width="473" caption="Grafis MWA-Pendekar Kobat 06"][/caption]

Teluk Blanga Sang Pendekar  robek di bahu --- darah mengalir dari luka yang menganga --- celana dan sarungnya compang –camping --- kuda masih meronta dan melonjak-lonjak.

Ditenangkan Pendekar Kobat dan Sang Penghulu --- hari makin memudar, kedua penunggang kuda itu melesat untuk tiba di desa tujuan, Tratakbuluh.

Dua lelaki itu berhenti untuk berunding di bawah bayang-bayang pohon --- di mana gerangan Sang Nakhoda berlabuh (?)

[MWA] (Pendekar Kobat Nakhoda Selat Malaka’ bersambung ke #07)

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun