[caption id="attachment_142576" align="aligncenter" width="400" caption="Parlemen (DPR RI) sehat --- Sistem Presidential yang sehat --- Lembaga Tinggi Negara sehat --- Apa Lagi Indonesia-ku ?"][/caption]
Pemerintahan Presidential --- harus kuat, berdaya Kepeloporan. Pengalaman pahit Indonesia dengan pemerintahan Presiden RI Susilo sejak 2009 --- jangan dijadikan preseden berkelanjutan. Indonesia akan membuang-buang waktu berharga untuk melaksanakan UUD 1945 Amendemen.
Kemenangan Presiden Susilo dalam Pilpres 2009, dan kemenangan Partai Demokrat yang mengusungnya di Parlemen tidak menjamin kelancaran pemerintahan --- sehingga Presiden Susilo membentuk Koalisi dengan sejumlah partai --- belakangan secara politis dikenal dengan Sekretariat Gabungan. Di sanalah kestabilan pemerintahan dimanage dan disandarkan.
Rakyat mengetahui apa masing-masing motivasi partai-partai itu mendukung pemerintahan Presiden Susilo --- secara transaksional mereka mendapat bagian portofolio pemerintahan --- secara politis kesepakatan di antaramereka tidak membatasi partai-partai untuk berbeda pendapat di Parlemen.Ini yang menyandera Presiden untuk seharusnya berbuat kepeloporan. Leadership yang mantap.
Episode reshuffle yang dilakukan Presiden Susilo pada bulan Oktober 2011 adalah usaha terakhirnya untuk menjaminkestabilanpemerintahan dengan turbulensi politis yang pasti timbul dalam sisa periode kepresidenannya. Baru saja KIB II hasil reshuffle Oktober mencoba berjalan. Tampak sudah tersendat dan gamang.
Jadwal memanasnya suhu politik mulai terasa lebih intens --- usul untuk menaikkan Parliamentary Threshold dari 2,5 persen. Ada 6 Partai melanjutkan lobi dengan partai besar (yang tentunya mengusulkan kenaikan PT tersebut), untuk mencapai angka kompromi. Partai Demokrat, Partai Golkar, dan PDI-Perjuangan mengusulkan PT antara 4-5 persen.Situasi ini pasti mengganggu stabilitas koalisi.
Konon bahkan ada yang menggagas “Poros Tengah” --- yang pasti mengancam kekokohan Partai Demokrat dalam sesi 2011 sampai 2014.Partai Golkar di atas angin, dan PKS mempunyai cukup variasi dalam bertransaksi.
Konon PKS,PKB, PAN, PPP, Hanura, dan Gerindra --- benar-benar melakukan upaya dan usaha untuk mencegah kenaikan yang bisa menendang mereka dari Parlemen (setelah Pemilu 2014). Lobi yang dilakukan, konon untuk kebersamaan dan kesetaraan, “jangan sampai ada tirani mayoritas (?)”.
Bahkan partai-partai kecil yang tidak mendapatkan kursi di DPR RI hasil Pemilu 2009 mengancam akan melakukan Uji materi Undang-undang ke Mahkamah Konstitusi seandainya tetap dilakukan revisi atas PT tersebut.
Alas an mereka bahwa parliamentary threshold merupakanbentuk perampasan dan penghilangan suara rakyat pemilih, hal mana bertentangan dengan Amanat UUD 1945 Amendemen.
Gagasan menaikkan PT menjadi 4 atau bahkan sampai 5 persen, agar dapat memperkecil jumlah Fraksi di DPR untuk menjadi paling banyak 5 fraksi --- dengan demikian pelaksanaan Pemerintahan Presidential dapat berlaku lebih transparans.Kira-kira proporsi 2-3 Partai yang memerintah, begitu pula sebaliknya bisa 3-2 partai yang melalukan oposisi.
Dari pada yang berlaku 2009-2014 saat ini, koalisi partai pendukung pemerintahan tidak efektif --- pemerintah mencoba melakukan “vested-intesrest” mengamankan Kebijakannya --- sebaliknya partai-partai tetap melakukan koreksi terhadap kebijakan atau penyimpanganyang dilakukan pemerintah.
Usul Partai Nasdem dalam Rapimnas I (Rabu, 09/11) untuk mengusulkan parliamentary threshold 5 persen --- adalah sikap restorasi dan perubahan --- Rakyat harus melakukan koreksi praktek demokratisasi yang selama ini membuka peluang partai-partai politik hanya digunakan :
Sebagai alat untuk meraih ambisi politik dankekuasaan, ditransaksikan menjadi jabatan, kekuasaan, legislasi dan kebijakan yang dapat bersifat koruptif/manipulatif.
- mengganggu dan mengancam kebijakan pemerintahan yang dapat merugikanprogram, APBN dan sumber-sumber daya.
- untuk menjadi peluang orang-orang yang tidak kompeten dan bertanggungjawab memasuki arena rekruitmen pemimpin bangsa dengancara yang menyesatkan Rakyat Pemilih.
Biarlah Partai peserta Pemilu mengikuti proses penyaringan di pemungutan suara (ET), dan juga terjadi penyaringan lagi (PT) bagi para anggota parlemen --- bahkan menjadi restorasi mekanisme parlementari di DPRRI, yang selama ini hiruk-pikuk tidak efisien dan efektif.
Itulah Perubahan yang harus dilakukan !
[MWA] (PolhankamNet -36)
*)Ilustrasi ex Internet
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H