Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Nyonya Ratri Mendapat Tawaran Investasi di Pabrik Jamu dan Supplemen

29 Oktober 2011   05:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:20 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Daun, kulit, batang, bunga, buah, dan akar Tanaman adalah bahan Pengobatan Tradisional warisan Leluhur. Kebutuhannya luas, Pasarnya pun luas.

Ratri dan Markus duduk di Coffee Shop hotel di Senayan , itu memang tempat favorit Ratri sewaktu-waktu ia kangen dengan jajanan pasar. Ini kali pertama mereka jumpa kembali setelah Markus beberapa hari di Singapura, menghadiri seminar --- ia tiba kembali di Jakarta tadi malam. Memang mereka berjanji bertemu di Coffee shop itu.

Suasana lingkungan memang asri --- Ratri  suka sekali dengan hutan kota. Hotel itu   mempunyai lingkungan yang luas menyatu dalam suasana teduh, segar dan hijau.

Tadi Markus memeluk erat Ratri, ketika begitu mereka bertemu di meja dekat pojok yang ada pohon-pohon eksotis dari rimba tropis di Amerika Selatan.

“Saya kangen Mama”

“Mama juga kangen, bermalam-malam mama memimpikan Max !”Mereka berpelukan erat kembali --- sewajarnya dua sejoli yang lagi jatuh cinta.Sementara itu dua tiga pasang rama-rama berterbangan berirama naik turun dan singgah di kelopak bunga Azelea yang ranum.

“Sudah sembuh betul burungnya ?”Markus hanya tersenyum tersipu-sipu, memang ia baru di-khitan sembilan hari yang lalu.Lalu ia meremas paha Ratri.

“Bagaimana tawaran Pak Wongsodirejo tentang bisnis jamu itu ?’

“Tadi malam saya follow-up ma --- habis Idul Adha, antara tanggal 7 atau 8 ia akan konfirmasi ma untuk bertemu kita.Tampaknya modal tidak terlalu besar”.Jelas Markus.

“Max jadi kita ketemu papa dalam bulan ini ?”Tanya Ratri.

“Mama pikir harus kita sempatkan sebelum Desember --- mama tidak enak, kalau kita bertemu lagi papa-mudalam waktu yang sudah dekat dengan hari pernikahan “.

“Kita kemarin bertemu papa itu ‘kan bulan Mei, waktu Waisak --- pantaslah kita bertemu setelah komitmen dengan Pak Wongso, ditambahkan Ratri.Kemudian mereka berdua seolah-olah jeda --- dengan pikiran masing-masing. Memang mereka bermaksud bertemu dengan Pak Stephanus Lim, ayah Markus, sebelum pernikahan.

Markus sendiri baru hanyut dengan rencananya untuk menarik semua bagian saham yang pernah di-notariskan papanya --- ia sungguh tertarik untuk terjun di Industri Jamu dan Supplemen.Sedang Kantor Biro Arsitek Corinthian akan di-delegasikan pada partner dan bawahannya. Untuk proyek Pabrik Jamu ini ia tidak mau merepotkan Ratri.Ia ingin menunjukkan kemandiriannya pada kekasihnya itu.

“Setelah mama baca catatan saya --- hasil dua kali pertemuan saya dengan pak Wongso di Singpura dan dalam perjalanan pulang ke Jakarta, saya ingin tanggapan dan catatan mama tentang proyek tersebut. Paling tidak modal kerja nanti dari saya ma --- saham saya di Pabrik Ban ingin saya alihkan menjadi modal di pabrik baru ini ma.”

“Mama juga sudah lama memperhatikan sektor ini ya --- dulu ada teman mama di Rajawali, BUMN obat-obatan mengatakan, ini adalah abad farmasi yang berasal dari Herbal.Tetapi bertahun-tahun ini mama tidak dapat kesempatan untuk memperdalam ilmunya”. Jelas Ratri.

“Coba nanti mama gali dari perpustakaan masalah empon-empon dan tanaman obat --- ada pengalaman keluarga mama, Nenek dari pihak ibu mempunyai suami Orang Melayu --- dia dulu selalu membanggakan pohon bebuas, untuk pengobatan Sakit papu-paru.Dan memang sangat mujarab, ada sepupu mama seorang dokter yang mempunyai penyakit asma --- ia sembuh dengan hanya melalap daun itu.Kini ia melestarikan pohon bebuas di halaman rumahnya di Salatiga.”

‘Nanti kita tanyakan pak Wongso --- ke mana kita bisa meninjau perkebunan empon-empon. Khasiat akan lebih utama bila tanah pertaniannya juga sesuai untuk memperoleh rendemen tanaman obat itu.Saya senang sector ini padat karya, dan ---hulu dan hilirnya dapat banyak memperkerjakan Rakyat Jelata“.Ditambahkan Markus.

“Mama pikir setelah bertemu pak Wongso, tentatif tanggal 8 Nopember,lantas kita ke Yogyakarta mencari referensi --- dengan mobil rental kita ke Pabrik pak Wongso di Cilacap --- pulangnya kita ke Taman Geologi Nasionaldi Kebumen atau di Banjarnegara. Coba di-check dulu ya pastinya di mana Taman Nasional itu “

“Ma saya mau ngomong dengan papa lebih awal soal saham itu ma “

“Janganlah, jangan buru-buru, mama tidak enak pada papa --- sebaiknya nanti setelah kita nikah, atau bagaimana ya ?”

“Ma, sebelum untuk tujuan ini --- sebenarnya saya telah pernah mengemukakan masalah ini, sewaktu papa menawarkan agar saya aktif di pabrik --- waktu itu memang alasan saya akan masuk ke Real Estate. Tetapi setelah berjumpa mama --- saya melihat peluang yang besar itu justru di bidang-bidang yang mama juga mempunyai perhatian.Kalau begitu kita jumpa papa dijadwalkan lebih maju lagi ma.”

“Okay saja”

Memang Nyonya Ratri telah pernah diperkenalkan oleh Markus pada Papa-nya --- dalam suasana perayaan Waisak. Nyonya Ratri tidak mengerti apakah Markus telah memperluas penjelasannya tentang pernikahan mereka.Karena sebenarnya papanya telah lama memperhatikan bahwa anak lelakinya itu --- tidak pernah memperkenalkan pacarnya. Terutama gadis yang sebayanya.

Markus sejak kanak-kanak di bawah asuhan Mboknya, mbok Sam, mereka tinggal di rumah di mana dulu ibunya dirawatkarena penyakit lumpuh menahun.Sejak remaja ia tinggal pula dengan mbok asuhnya yang lain --- setelah mbok Sam meninggal dunia karena menderita kanker servik.

Mbok Jumiatun adalah pelayannya, yang didapatkannya di Gemolong, dekat Surakarta.Mereka hidup berdua di rumah besar di Paseban Enclek --- kemudian Markus membeli apartemennya yang sekarang ini. Dan hidup berdua dengan si mbok Jum. Mbok Jum-lha yang mengatur hidup Markus --- ia kuliah di Arsitektur bertele-tele, tidak tammat-tammat.Mbok Jum meninggal dunia di kampung halamannya setelah ia menderita stroke.

Markus mengurus dan membiayai pengobatan, selama perawatan mbok Jum --- ia meninggal dunia lebih 2 tahun sebelum Markus berkenalan dengan Nyonya Ratri.Hidup Markus kembali teratur setelah ia berhubungan dengan Nyonya Ratri --- mungkin awal tahun ini studinya akan ditammatkannya.

Nyonya Ratri dan Markusbermobil beriringan --- sebelum tidur siang Nyonya Ratrimeminta Markus, agar memijatnya dengan sentuhan Mongol --- salah satu ilmu yang juga dipelajari Markus selamaberada di Singapura.

“ Boleh memijat, boleh menyentuh --- tetapi tidak boleh lebih ya --- harus sabar sampai bulan Januari”,tambah Nyonya Ratri sambil bergelayutan di leher Markus --- sedang ia hanya berbalut Kamer-jas handuk katun.Tangan Markus membuka simpul tali kamer-jas, dan membopong Nyonya Ratri ke meja pemijatan.

Sementara itu musik Klenengantelah merayap ke sensualitas pendengaranNyonya Ratri --- mencoba mengatur nafasnya yang mendesah, ternyata sentuhan pijat Mongol terasa sampai ke sendi-sendi tulang belulang dan syaraf, sertamerambat mempengaruhi Otak yang mengendalikan sensualitasnya,detik demi detik, senti demi senti merambatdi ujung syarafsensualitassentuhan di kulitnya ……………….

{MWA] (Nyonya Ratri, Novel 02/20, bersambung)

*)Foto ex Internet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun