Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Nyonya Ratri, Joint Operation Body [Mini Cerpen – 75 Novelette 02/05]

29 Mei 2011   04:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:06 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

 

[caption id="attachment_111168" align="aligncenter" width="300" caption="Dalam pembicaraan di Warung Kopi --- Ekonomi Indonesia sepertinya dikuasai Pihak Asing, penjelasan Pemerintah sebaliknya --- tetapi kalau Indonesia tetap bertumpu pada Perekonomian dengan Struktur Jaman Kolonialisme, pada Ekspor Komoditi. Di sana Resesi atau Stagflasi, Indonesia ikut-ikutan karam dalam krisis."][/caption]

Ratri baru saja menyelesaikan latihan jalan cepat --- tiga putaran di lintas Jogging Track. Ia mengaso sebentar, lantas ia ingin berenang. Langit Jakarta cerah, masih pagi --- menurut BMG Jakarta Pusat akan hujan ringan.Adalah si Markus Sampeyan mahasiswa Arsitektur itu yang dari tadi menguntitnya dari belakang, terkadang menyalib --- lantas memberi senyum dan anggukan.

Dari locker Ratri mengambil hp-nya.Ada SMS ---- “ Politik adalah olah raga yang berdarah-darah (Politikus Inggris -111097)”Sedikit geram hati si Ratri, ia alergi dengan politik,…….”apa-an si Martin tiba-tiba mengirim SMS ber bau politik ?”.

“He, kamu iseng ya --- mengapa mengirim kata-kata mutiara politik sih ?”

“Tunggu dulu Yang, ini Indonesia lagi runyam politik --- Partai Demokrat lagi kalang kabut, bisnis bisa turut-turutan gawat ‘ntar, perhatikan itu tanggal kutipan …………….11 Oktober 1997, suasana waktu itu juga mirip.Yah kira-kira baru 3 bulan krisis moneter di Thailand --- Indonesia rentan dengan krisis impor --- kita hati-hati lho Rat !”

“ Ya sudah, kamu di mana ?’”

“Aku sedang menanti isteri, ia sedang konsul dengan dokternya, di Pondok Labu.Kamu sedang apa ?”

“Iseng saja, olah raga pagi --- badan terasa fit………..bangun tidur langsung mendapat representation ‘positif’, nanti siang akan bertemu teman di Jalan Sabang, ia menawarkan bisnis energi ---jam 15 akan kumpul-kumpul dengan “Paguyuban Orang Banyumas di Proklamasi”.

“He, hebat you, mau investasi di migas ?Siapa itu orangnya ? Pertemuan di Proklamasi ikut itu Orang Purwokerto yang lagi ngetop ?”

“Adalah………………..” . Hubungan telepon berakhir.

Tiba-tiba saja pemuda Markus telahberada duduk di ujung bangku taman itu. Ia merapat dan mengulurkan tangannya.

“Markus”tersenyum dan menggenggam erat tangan Ratri --- Aneh, Ratri segera merasa desiran di jantungnya.

“ Dik Markus, anda tinggal di Tower yang mana ?”

“Menara dua Bu --- Unit S 1111, saya sering memperhatikan kegiatan ibu --- ibu wanita yang sehat.Hebat !”

Ratri tersenyum kemudian sekedar berbasa-basi.Sesama tetangga. “Anak ini jangan-jangan jauh di bawah umur anak bungsunya”

Markus menceritakan kalau ia tinggal sendiri, menyelesaikan kuliah ---- dari percakapan yang akhirnya lancar dan asyik, terungkap kalau ibu si Markus telah meninggal, bertahun-tahun menderita mengidap penyakit yang sangat menyita perhatian keluarga.

Mereka berenang berdampingan --- terkadang saling menyusul, gembira ria, seperti dua orang yang telah akrab --- bahkan mungkin ada yang mengira mereka ibu dan anak.

Jalan Sabang sepi saja, karena hari libur --- restoran itu kecil saja, kira-kira20-an meja.Ratri telah menjadi langgangan di situ lebih lima belas tahunan.Sejak pertama sekali dia rendez vous dengan Kukuh, sepupunya yang menjadi Orang Minyak.Kisah itu seperti mengulang kembali.Ia parkir mobil kecilnya di bawah Pohon Beringin, ada sedikit bayang-bayang yang menyejukkan.

Di Meja 7 sudah ada Sultoni dengan seorang perempuan.“Perkenalkan Nuning, Bu Ratri” .Mereka bersalaman --- lantas ada dialog.

“Bu Ratri --- nantiNuning yang akan me-lobby di Kabupaten …………….yah di Blora dan Bojonegoro.Juga di Semarang gampang bu, jaringan Nuning luas.”

Rupanya Sultoni dan Nuning menawarkan sumur-sumur tua Jaman Belanda --- yang konon masih menjanjikan, karena pasaran dan permainannya sangat menguntungkan.

“Bu, masalah energi di Indonesia gawat bu --- kalau kita menguasai di hulu atau hilir, pasti hidup bu.Migas enggak ada matinya bu --- kita tidak peduli mau subsidi kek, mau dihapus kek ---- iramanya kita yang mempermainkan.”

“Dik, saya dengar main minyak penyeludupan di perbatasan lebih meriah --- bagaimana itu”

“Wah bu, kalau itu --- apa minyak mentah atau minyak jadi…….enggak bisa, enggak ketulungan bu, itu permainan Penguasa dan mafia bu, enggak mungkin kita masuki “

“Dulu saya dengar ramai di Pulau Batam --- sewaktu saya masih mempunyai asset berupa tiga ruko di Batam”

“Bu, kita masuk ke hutan jati bu --- nanti ibu tinjau dulu untuk menambah wawasan.Ibu kunjungi Wonocolo, Ledok dan Kawengan bu. Kapan bu ?”

“Nanti ya setelahJuli ya --- Juli saya telah mempunyai agenda yang padat.Mau berjumpa anak-cucu di Jakarta, lantas mungkin ke Lampung “

“Ibu ada investasi juga di Lampung ?Ibu Ratri mempunyai banyak bidang usaha “ Sultoni memperkuat dengan mengarahkan wajahnya ke Nuning.

Ratri hanya tersenyum --- “Dah, dik Nuning saja yang memilih sayur dan sea-food-nya”

Mereka asyik menikmati Shabu-shabu.Udang, Tiram, daging New Zealand, baby- kailan, bermacam-macam sayur mayur yang menyehatkan.

Obrolan mereka terus saja meriah. Kesimpulannya Sultoni menawarkan beberapa opsi konon --- bisa mandiri, joint dengan Koperasi setempat, atau Joint Operation Body dengan kalangan berduit --- Sultoni konon mempunyai channel ke sana.

“Saya ingat dulu pertama sekali, makan dengan Pak Kukuh di sini --- you kenal ?”

“Dari bagian apa Bu ?”

“Enggak tahu ya --- ia yang mengatur angkutan dan distribusi minyak di Riau dan Batam”

“Organisasinya luas sih bu “

“Mungkin juga telah pensiun --- dia rasanya sebaya saya”Ratri terus menjelaskan hubungannya dengan Kukuh --- lantas ia menceritakan pergaulannya yang luas dengan armada Barge --- terutama yang dikelola Mr. Teo Kim Wah.

“Sebetulnya di segala bidang, Negeri ini sebenarnya dikuasai pihak Asing”

“Pengangkutan laut, entah di Batam entah di Tarakan, Samarinda, ya, Kalimantan Timurlah ---- wah-wah modal orang asing sebagian besar”dilanjutkan Sultoni penjelasan-nya.

“Bu, saya dengar modal Cina pun kini berada dalam sektor property”

“Ya, saya dengar ada orang Samarinda ---masnye ibu Marina mendapat modal murah dari Cina untuk ditanam di sektor property.Hebat ya?”

Setelah mengatur agenda tentative urusan perminyakan --- ketiga manusia itu bubar.Ratri langsung menuju Jalan Proklamasi.

Sambil menyetir ia membayangkan modalnya yang terkumpul selama duapuluh tahun ini --- akan ia konversi semua untuk anak-cucunya.Ia ingat pada Betty, menantu-nya.“Memang Allah itu Maha Adil, kok bolehnya Romi anak bungsu-nya yang rada lamban ---mendapatkan pasangan yang gesit”Begitulah monolog di dalam dirinya.Ia tersenyum, “ Betty dengar-dengar telah mempunyai rencana melakukan Waralaba Restoran Minang di Pasar Tanah Abang”.

“Terserah saja --- yang terang ibu tidak akan membantu usaha kecil demikian !”Hati Ratri berbunga, ia tersenyum --- mobil memasuki halaman rumah tahun 50-an itu.Sang Satpam memberi hormat…………..Ia tahu siapa yang menyetir mobil City-car yang mewah itu.

(bersambung ke Novelette 02/06)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun