Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengapa Musibah Transportasi, Frekuensi Kecelakaannya Meningkat?

28 September 2011   12:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:32 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangsa ini tidak akan maju-maju --- tanpa sadar telah menerapkan BudayaRetrogresif.Proses Manajemennya atau pun Kinerja-nya makin mundur dari standar, atau ditest dengan Ratio yang baku. Mengapa ?

Bangunan Terbakar disimpulkan Penyebabnya Korsleting --- hubungan arus pendek. Perumahan Penduduk yang rapat berdesak-desak, miskin; mungkin surat dan administrasi pertanahannya pun tidak jelas --- berpuluh kali terbakar, penyebabnya juga persoalan listrik. Benarkah ?

Apakah memang itu penyebab utamanya ?

Kapal tenggelam, kapal terbakar, perahu ditelan ombak --- semua penyebabnya sama pada umumnya, kesimpulannya , disebabkan faktor alamiah, ombak besar, angin, dan segala masalah yang timbul dariunsur alamiah.

Atau belakangan ini terungkap pula, Armada sudah tua yang masih tetap dioperasikan --- tetapi laik laut konon !(?).

Informasi mengenai korban tidak sesuai dengan data dalam Manifest --- tidak ditelusuri, adanya kemungkinan kelebihan penumpang, masalah teknis kapal tua, kapal tidak layak laut.Tidak pernah tuntas tergelar, dan diperbaiki untuk meningkatkan Management Operasi,

Management Pemeliharaan; tingkat layanan transportasi yang lebih efisien, nyaman dan aman.

Tidak dilakukan Improvement !

Kita belum bicara Efisiensi yang menyangkut Profitablity dan ratio-ratio Financial Management lainnya.

Kita terkadang sedih bukan saja mengenai korban nyawa serta harta, dan murahnya nyawa Orang Indonesia di sepelekan --- tetapi mengapa secara ukuran Manajerial pun, Bangsa ini sangat tertinggal.Seperti Kebudayaan Manajerial Indonesia tidak bisa menciptakan Standar Rasional dalam operasi transpornya..

Transpor Udara juga begitu --- engine-trouble, kecelakaan atau berjatuhan. Baik milik Negara maupun milik swasta.Konyol-kah kematian Awak dan Penumpang itu ?

Berlalu seperti angin berlalu saja.Business as usual, kata mereka.

Khsusus Armada dan BUMN yang mengelola transport udara --- ada kesan suatu saat setelah di-restrukurisasi Utang-utangnya. Hebat berita kehumasannya.Bahkan dapat Award untuk kualitas tertentu, konon kinerjanya memenuhi suatu standar --- kemudian dalam kurun 5 -10segalanya menurun, tidak konsisten dan reliable . Restruktur lagi.Rugi lagi, rugi lagi, terbelit utang, utang lagi; begitu dalam berita.

Restrukturisasi

Masuk lagi modal dari Pemerintah, disuntikkan lagi Modal Penyertaan Pemerintah

Buat utang baru.Enak saja Management di sana itu.

Benarkah Financial Management mereka ?

Bagaimana Maintenace Management-nya --- Bagaimana ratio cost terhadap revenue ?Bagaimana Cadangan dan Depreciation yang terakumulasi ?Begitu pula ukuran-ukuran lainnya.Benarkah, jujurkah ?

Lantas kita merenung apakah Auditing dan Badan-badan Pengawas yang mengaudit itu benar kinerjanya ?

Untuk memperbaiki kinerja Pemerintah dan pertanggungjawaban mereka untuk Kesejahteraan Rakyat --- DPR haruslah berkualitas, para Wakil Rakyat harus lebih bermutu --- bukan mengotak-atik luasnya Wewenang saja --- tetapi bagaimana melakukan Legislasi Engineering hasil karya, dan kerja mereka harus menuju “Peningkatan Kesejahteraan Rakyat”.Material dan Intangible !

Mereka pada umumnya, telah berilmu begitu tinggipengalaman cukup lama.Mengapa Indonesia harus mengalami Kemunduran dan Ketertinggalan dengan Negara Merdeka lainnya --- bahkan dalam beberapa hal penting, tertinggal dibanding Negara-negara Asean lainnya.

Dalam salah satu “Talk-show” di TVmendapat kesimpulan, bahwa Negara Indonesia tidak mempunyai Flat-form yang menjadi fokus bersinambungan --- dari suatu periode Pemerintahan yang satu dengan yang berikutnya.

Begitu pula flat-form itu harus bersumber pada Undang-Undang Dasar 1945 Amendemen, Pancasila dan segala aspek Budaya Nasional --- lingkungan Eksternal yang dapat diperhitungkan dan Perkiraan Masa Depan yang ingin dicapai.

Apakah Indonesia tidak mempunyai Akademisi, Pengusaha yang Mumpuni,Negarawan yang masih ada dan para Konsultan/Penyumbang Ide --- untuk membuat Strategic Planning, yang akan menunjang Flat-form Nasional NKRI, 25 tahun ke depan umpmanya.

Bahkan Flat-form itu juga memberikan arahan untuk Mencapai Kualitas SDM Indonesia di Masa Depan. Yang dibentuk dari proses National dan CharacterBuilding yang dirumuskan.

Jangan ada lagi alasan-alasan klise atau pun rational yang tidak ditindak lanjuti secara manajerial. Harus ada improvement --- kalau Indonesia ingin menjadi Negara Maju !

Negeri ini cukup memiliki Sumber Daya --- tetapi Indonesia tidak bisa menghasilkan Putera Terbaiknya yang dapat mengelola dengan benar. Pemimpin dan Sistem, serta Sejarah Indonesia, hanya menyia-nyiakan Sumber Daya Waktu.

Waktu terbang, bukan saja Ia tidak dapat diperbaharukan, Ia pada hakekatnya berkelebat untuk digunakan saat itu saja ! [MWA] (Management -05)

[caption id="attachment_133816" align="aligncenter" width="619" caption="Negeri Maritim yang Kaya Sumber Daya ini --- tidak berdaya Me-Manage untuk menghasilkan Produktivitas Prima. Gemar meperlakukan Stempel dan Photo-copy untuk Devisiasi dan Temuan. Negeri Gampangan, kata Arwah Nenek Moyang."][/caption]

*)Foto ex Internet

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun