Teror Makuthang terjadi setelah ia menanjak dewasa --- mungkin saat itu ia berumur 16 tahun. Karena anak-anak sekolah yang bertahun-tahun melewati rumah dan kebun pisang Makuthang saat itu telah pula berada di Taman Madya.
Â
Kalau kita perhatikan Monyet, Beruk, Siamang --- jenis-jenis primata lainnya (mungkin Orang Utan, Bekantan atau Kingkong), mereka selalu terlihat terangsang bila ia senang diusik para penonton/pemerhati manusia jenis perempuan.
Â
Makuthang pun wajar, walau kondisi fisiknya begitulah --- tetapi organnya bagus, prima dan ber-ukuran standar impian kaum lelaki.
Â
Karena ia sukar diberikan pakaian --- emaknya telah berupaya memberi celana, tetapi kondisi paha, tungkai, dan betisnya --- memang tidak pas untuk dipakaikan celana (apalagi jaman itu, yang dipakaikan barang kali celana bapaknya yang Orang Bengali itu).
Â
Hal hasil masyarakat yang lewat lebih sering melihat Makuthang bertelanjang dan diikatkan di bale balenya. Sering dia ereksi.
Â
Anak sekolah yang kecil-kecil, yang besar-besar, yang SD, SMP, anak-anak gadis, pemuda lajang, ibu-ibu, bapak --- pokoknya orang yang akan memotong jalan, kebun Makuthang adalah jalan pintas.
Melihat Makuthang adalah jantan --- ia juga terkadang bisa lepas dari ikatan emaknya.
Â
Makuthang seperti biasa kalau malam sering melolong-lolong --- entah dari mana ia dapat merubah-rubah suara dan nada serta temponya.
Â
Maakuthaaaaaaaaaaaaaang --- Makuuuuuuuuuuuuuthaaaaaaaaaaaaang --- Makuthang-Makuthang.
Â
Mungkin juga karena ia mendengar sorak-sorai anak-anak yang menggodanya --- bersahut-sahutan.
Â
Seperti diceritakan sebelumnya anak perempuan, yang saat itu telah pula menanjak remaja --- Leginem termimpi-mimpi. Menjerit-jerit di malam hari.
Â
Menyusul pula konon seorang gadis, anak sekolah yang tiap hari memintas jalan melalui kebun Makuthang, hari Kamis sore --- menjerit-jerit :Â Makuthang --- Makuthang.
Â
Memang kini bunyi Makuthang menjadi suara terror siang malam --- tidak lagi semata-mata panggilan bagi anak cacat itu (karena kurang gizi --- Honger Oedem jaman Nippon).
Â
Di rumahnya pun siang malam Makuthang meraung-raung --- seperti lolongan Srigala.
Â
Gadis yang sore Kamis meraung-raung itu --- menurut Orang Karo Dukun ahli paranormal, terkena si Jundai kekuatan Makuthang --- memang sorot mata Makuthang setelah ia remaja sangat tajam, walaupun ia terlihat bloon dengan mulutnya yang mangap bergigi gerigi tajam.
Â
Gadis yang kesurupan malam Jumat itu, Si Hanum.
Â
Makutaaaaaaaaaaaaaang --- Mmmaaaaaaaaaaaaakuthangng --- thang thang MMmmakutaaaaaaaang !
Â
Sosok Makuthang memang telah menjadi pemuda --- remang-remang dada dan tengkuknya  ditumbuhi bulu.
Â
Ketika ada dua orang gadis memakai jarit batik menuju tempat latihan Tari Serimpi. Memang sudah biasa melintas di sana.
Â
Makuthang menyorotkan matanya --- anak-anak gadis itu berlari-lari. Makuthang --- Makuthang.
Makuthang seperti tersenyum, ia mengenali paling tidak tiga gadis yang sejak kanak-kanak melewati kebunnya itu.
                                                                       Â
Â
Image ketiga gadis itu tertanam dalam memori Makuthang. Mereka itu adalah Leginem,  Hanum dan yang baru melintas tadi --- salah satunya Rajiah.
Â
Makuthang tampak berahi --- bayang-bayang matahari tenggelam, tampak langit di barat jingga, kebun-kebun dan semak mulai di rambang petang. Asap orang membakar sampah menambah suasana temaram. Dengan bau rumput dan daun dibakar.
Â
Anak-anak dan orang-orang yang bermain bola di Lapangan Borshokai telah tampak satu dua meninggalkan lapangan.
Â
Sekonyong-konyong saja menjelang Magrib itu terdengar suara gadis menjerit-jerit ketakutan, sambil berteriak-teriak : Makuthang --- Makuthang.
Â
Insiden di dalam rumpun pisang itu singkat sekali --- mungkin satu-dua menit saja. Makuthang berhasil menangkap jatuh Rajiah --- seperti adegan Itik Srati menangkap betinanya.
Â
Singkat dan cepat sekali Makuthang melucuti jarit-kain batik Rajiah dan entah bagaimana caranya --- entah naluri yang menuntunnya, entah tenaga metafisis alamiah.
Â
Lakon itu seperti Itik Sriati kawin alamiah --- cepat selesai dan, Makuthang berhasil memperkosa Rajiah di dalam rumpun pisang, di mana ia selalu mengintai mengejutkan orang lewat.
Â
Senja itu juga keluarga Rajiah dan Orang dari Lapangan Borsokai --- menggebugi Makuthang. Semula ia masih bisa melolong-lolong Mmmakuthaang --- Akuthang akuthang. Begitupun emaknya menjerit-jerit:Â Makuthang --- Makuthang anakku --- tolong --- tolooong. Emak Makuthang meraung-raung.
Â
Ternyata Makutang  digebug, dipentung, dipukuli dengan benda-benda tumpul. Ia bonyok.
Â
Malam itu  juga jenazahnya dimandikan, dikafani, disholatkan --- lantas dibopong Wak Sami ke perkuburan di kampung itu --- mayat Makuthang menurut yang memandikan --- remuk seperti setumpuk daging, tulang dan dibalut kulit --- maka itu jenazahnya tidak dipikul. Tetapi dibopong Sang Bapak.
Â
Malam itu ada 3 rumah --- terdengar suara raungan tiga anak gadis. Maaaooookothang, Maaaaaaaokotang --- Maooooooooooooookoooooooooooothang ! Panik dan berduka keluarga-keluarga Rajiah, Leginem, dan Hanum.
Â
Pagi besoknya berkembang gossip  Makothang mati jadi Jenglot.
Â
[MWA] (Paranormal -27/4)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H