(1)
Bertindik di telinga untuk para bayi dan anak perempuan --- untuk melengkapi kecantikan dengan aksesori, anting-anting, kerabu atau suweng. Memang menjadi seni kecantikan manusia.
Ketika anak perempuan atau bayi ditindik --- aduh kasihan --- tentunya ada nyeri dan rasa sakit ketika alat operasi kecil itu menyentuh syarafnya.
Masa kecil di tengah-tengah masyarakat keturunan Hisdustan --- di sana dinamakan “Orang Keling” --- atau perhatikan film India, pasti akan terlihat para wanitanya mempunyai tindik dan perhiasan, juga ada di kedua sisi hidungnya.
Lebih asyik lagi mengunjungi Biara Agama Hindu di Medan atau Kuala Lumpur --- selain ornamen di bangunan, eksterior dan interior yang berwarna-warni --- mengundang suasana hati yang meriah-bersyukur, juga mendorong kekuatan rohani --- yang luhur dan mempesona. Tapi
Tapi bagi penulis selalu mencari pemandangan yang fokus pada aksesori para wanita yang berada di kuil itu --- pakaian sarinya yang indah, tangan dan lehernya yang penuh dengan gelang dan bangle, serta untaian hiasan di leher mereka.
Tentu yang sangat mempesona dan mengesankan kerabu indah berwarna di kedua sisi hidung mereka.
(2)
Terus terang bergidik melihat budaya yang lagi ngetrend di dunia ---para pria bertindik di telinga --- satu atau lebih, tentunya digantungi pula dengan anting-anting --- tidak terkecuali di bawah bibir dan lidah. Apa enggak risi sih ?
Ternyata sepertinya tidak mengganggu !Mereka masih bebas berbicara menggunakan bibirnya, bahkan bernyanyi tidakpun terganggu.
Tetap saja penasaran --- apakah anting-anting itu tidak mengganggu ?
(3)
Naik Commuter dari Bogor-Manggarai, Manggarai-Bekasi --- memandang ke sekeliling mencari obyek. Berdiri dengan seorang wanita ayu --- di depan duduk 4 gadis remaja.
Ada obyek, salah seorang yang paling ujung duduk gadis 18 tahun (kok tahu ?) --- “minta ampun gadis itu cantik sekali”, tanpa iaketahui menjadi pusat perhatian penulis.
Wajahnya komposisinya sempurna --- hidung mancung, kulit sedikit gelap, bibirnya sepasang lembaran yang serasi, tipis merah sehat.
Ia berbicara dan bercanda sesama temannya --- tampak ia bergembira suasana keceriaan. Perhatikanlah ia sering menjilat kedua bibirnya --- bibir itu senantiasa dipermainkan lidahnya. Memang ia cantik --- gerak bibir dan lidahnya sudah reflektif.
“Dik, anda bertindik di lidah …. Dan memakai anting-anting, tidak mengganggu ?”
Ia menggeleng-gelengkan kepalanya --- tampak di daun telinganya ada anting-anting tergantung dan tiga deretan lubang tindikan lain di sisi.
“Sejak kapan menindik lidahnya ?”
“Sejak kelas satu” --- terjadi dialog panjang tentang reaksi neneknya, ibunya dan lingkungan keluarganya --- ternyata semua mereka tidak keberatan, menerima kenyataan itu. Setammat SMA tahun ini, ia berencana akan kuliah di Bandung.
Suasana percakapan menjadi sangat bersahabat --- tidak terasa kereta api akan sampai di stasiun Bekasi. Apa yang salah dengan tindik dan anting-anting sebesar biji kapok itu ?
Sebagai pemerhati body-language para gadis dan perempuan cantik --- jelas ada satu kerugian yang nyata : “Lidah yang reflektif menjilat kedua bibir --- sangat mengganggu penampilannya, ia menjadi celat mengucapkan beberapa huruf dan artikulasi kalimat”.
[MWA] (Features- 42)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H