Tanggal 27 malam tanggal 28 Juni 1946, Bung Syahrir Perdana Menteri Republik Indonesia diculik --- penculikan dilakukan dari hotel beliau , dalam kunjungannya di Solo. Sepulang-nya di Jakarta, setelah dibebaskan, ia mengucapkan pidato, antara lainmengatakan :
“Saudara-saudara, terlebih-lebih saudara-saudara-ku Pemuda Indonesia. Apa juga yang akan terjadi di dalam perjuangan kita yang besar dan berat ini, janganlah kecewa. Percayalah, bahwa penyelesaian nasib bangsa kita hanya akan ditentukan oleh orang-orang yang berhati besar, kuat dan jujur, serta bercita-cita tinggi dan murni, dan tenaga gelap yang merintangi kita dengan akal-akal picik, licik serta kongkalikong, orang yang berhati tidak jujur, apalagi kakitangan bangsa asing, mesti digilas oleh kemajuan perjuangan kita, menuju kemerdekaaan rakyat yang sebenarnya. Rintangan dari dalam itu mesti ada di dalam tiap-tiap perjuangan seperti yang kita lakukan. Rintangan itu harus kita hadapi seperti hal yang lumrah, serta harus pula kita menghilangkan-nya seperti mestinya.”
Pada tahun pertama kemerdekaan kita Bung Syahrir pemimpin kita, telah merumuskan dengan jelas bahwa ---- di antara kita, di tengah-tengah kita,ada “kekuatan gelap” yang merintangi Negara kita. Sampai saat kini Negara kita, yang akan berumur 65 tahun masalah musuh dalam selimut itu tetap ada ---dengan rupa tindakan korupsi, pencurian pajak, suap, penyalahgunaan wewenang dan berbagai tindakan melanggar hukum lainnya.
Sampai saat ini juga masih ada akal-akal picik --- mengakali kebijakan yang merugikan triliunan rupiah, hanya karena birokrasi yang tidak juga direformasi, pada hal itu amanat Reformasi tahun 1998 --- aparat dan birokrat dengan akal piciknya menggerogoti norma dan harta negara --- mereka menutup mata dan telinga, menyaksikan negara terseok-seok mengurus hajat hidup orang banyak.
Atasan dan bawahan berkongkalikong --- aparat dan birokrat berkongkalikong menghancurkan sumber daya Negara untuk menumpuk kekayaan pribadi--- jadilah APBN megap-megap harus diinfus dengan kredit asing, masuklah negara dalam “Debt-Trap”.Pejabat menyanyi menghibur diri seolah-olah telah mengerjakan kebajikan.Kredit Asing pun tercecer tidak efisien karena tindakan koruptif dan lancung.
Lancung, Khianat, dan berselingkuhlah, tindakan mereka sejajar dengan strategi Asing --- untuk menghambat Cita-Cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
Kemerdekaan rakyat yang sebenarnya --- apabila setiap rakyat dapat mencapai hak konstitusionalnya, mendapat jaminan pendidikan dan kesehatan.Mendapat hak kesempatan kerja dan berusaha --- sebagai usaha bersama dengan azas kekeluargaan.
Reformasi semua Undang-undang agar menuju pelaksanaan Demokrasi Ekonomi dan Demokrasi Politik sebagai amanat Undang-Undang Dasar 1945 amendemen. Agar setiap Warga Negara Indonesia terjamin hidup dan penghidupan-nya.
Sudahilah teori-teori asing yang mencengkramkan kuku Liberalisme, Kapitalisme dan Neo Liberalisme --- yang jelas-jelas bertentangan dengan Konstitusi Negeri ini.
Romo Mangun, atau dengan nama lengkapnya, Romo Yusuf Billiarta Mangunwijaya, dalam sebuah wawancara di rumahnya pada tanggal 10 Februari 1999, tentang pelaksanaan Reformasi.
Diajukan pertanyaan padanya : “Berarti harus ada perubahan yang sangat revoluioner ?”
Romo menjawab :” Ya, memang. Kalau nggak suka istilah revolusioner ya transformasi. Atau Reformasi total. “
Sepuluh tahun sejak Gerakan Reformasi dicanangkan, kita baru mencapai Undang-undang Dasar 1945 yang diamendemen --- tetapi pelaksaannya apakah telah didirectif secara berkelanjutan oleh Pemerintah pemegang amanat ?
Baru beberapa tuntutan reformasi yang diproses --- tidak ada tindakan cepat, sinkron dan berkelanjutan.
Kapan Negeri bisa tentram,kalau begini ?
Ditanyakan lagi : “Apa prasyarat yang diperlukan ?”
Dijawab : “Kecerdasan. Ini ‘kan soal kecerdasan. Kalau anda terkena kanker lalu dikasih koyok itu kan soal Anda cerdas atau tidak. Ya, kecerdasan seluruh bangsa terutama para pemimpinnya.”
“Termasuk kaum intelektualnya ?”
“Apa yang disebut intelektual itu mesti cerdas ? Mana buktinya. Cerdas atau tidak cerdas itu soal bukti. Bukan semata ijazah, bukan. Ya, itu yang menyeluruh. Wong masih sulit kerja, ya diobati dulu biar sembuh dulu.
“Apa revolusi ’45 ini bukan proses ? Ya, prosesnya seperti tahun ’45 itu. Kalau kita menghadapi kanker yang namanya Hindia-Belanda, kanker yang namanya Jepang, lalu harus ada proses. Lha, nyatanya generasi tahun 1920-an dan 1930-an kok bisa membuat proses sampai Indonesia merdeka. Tanpa Belanda tanpa Jepang sedikitpun, kok bisa. Itu kan karena kecerdasan, toh ?...........”
Tentu ada yang salah dalam pimpinan bangsa Indonesia saat ini --------- si Eyang 1908 sampai 1945, dengan sistematis dan berkesinambungan dalam 37 tahun bisa mewujudkan Indonesia Merdeka.Lantas mengapa kita tiap 5 tahun membuang waktu sampai kini 65 tahun, belum bisa mandiri dalam kemerdekaan ?
Mengapa negara Cina bisa dalam waktu singkat, sejak 1978 mereformasi negerinya , mandiri dalam segala aspek --- kininegeri itu menjadi Negara Adi Kuasa dalam IPOLEKSOSBUD HANKAM.Kita, tiap hari mempertontonkan borok dan kanker dari dalam selimut kita.
Megap-megap !
Ini kalimat bernas dari Sang Romo : “Revolusi itu adalah perubahan radikal yang cepat. Bisadamai, bisa berdarah, tergantung kecerdasan orang. Kalau cerdas tidak berdarah. Mesir itu cerdas, Sutan Syahrir dan PSI tahun 1945 dulu itu cerdas. Lalu 1959 Bung Karno (mendekritkan) dari Undang-undang Dasar Sementara ke Undang-undang dasar ’45 itu kan revolusi juga. Tanpa berdarah……….”
Jadi tindakan cepat, radikal, terukur dan jelas mapping yang sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 amendemen --- yang merupakan tindakan reformatif bisa dilakukan, apa lagi tuntutan Reformasi 1998 jelas kriterianya.Laksanakanlah !
Ketika ditanyakan ; “Adakah pemimpin cerdas sekarang ?”
“Ya ada, tapi kebanyakan masih kurang cerdas. Cerdas, tapi kurang, belum bisa menganalisis situasi sebenarnya…………….”
Baiklah kita terima statemen beliau itu ---nyatanya kita bekerja lamban untuk melaksanakan proses reformasi.Yang berarti kita harus mencerdaskan sikap, mencerdaskan kemampuan analisis kita.
Dalam masalah intelektual dan Kecerdasan, kita sederhanakan arti kata intellect, dari bahasa Latinintellectus, yang berartimengerti ; kemampuan mental mengembangkan ide dan rangkaiannya, dan menetapkan keputusan yang tepat.
Jadi pemimpin yang cerdas adalah yang berani karena mengerti, yang dapat menganalisissituasi, karena mengerti ide (idiil dan realitas) dengan segala aspek konstitusional yang berkaitan --- putuskan-lah tindakan dengan tepat dan cepat !Segera !
Sengaja kita sandingkan pemikiran dua tokoh ini --- karena sikap politik mereka sama, bertindak dan berbuat untuk kebaikan sosial ekonomi masyarakat, Romo Mangun selalu mensitir butir-butir pemikiran Bung Syahrir dalam ucapan dan karyanya. Tulisan ini diilhami buku H. Rosihan Anwar, Kisah-kisah Jakarta menjelang Clash ke I, Pustaka Jaya,1979. dan buku “Kita Lebih Bodoh dari Generasi Soekarno-Hatta” (I), Editor Suwidi Tono,Perspektif Media Komunika; cetakan keenam Januari 2009.
Mudah-mudahan bermanfaat untuk direnungkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H