Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Keris dari Kali Lirip dan Batu Fosil (BCDP-04/14)

22 April 2012   00:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:18 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13350568201925182151

(1)

Bejo kedatangan tamu mantan Lurah --- namanya tetap dipanggil mBah Lurah Ketandan. Ia menawarkan keris kuno, dapur Parung Sari --- sayangnya keris itu sudah kehilangan ukirnya.

mBah Lurah Ketandan, perawakannya kurus tinggi --- umurnya 72 tahun, wajahnya hitam kecoklatan bersih. Kerut di leher dan wajahnya, mengguratkan kekerasan dan kebijaksanaan. Yang istimewa senyumnya, selalu dengan gerak mata yang harmonis.

“Le, kamu bayari emas kawinnya --- mBah butuh duit untuk sunatan cucuku, anaknya si Tono --- aku tidak punya apa-apa lagi. Keris ini turut Perang Jawa. Buyutku Sentono Pangeran Diponegoro.”

mBah Lurah Ketandan tesenyum dengan menarik garis matanya --- ramah tetapi tegas.

“Satu lagi apa itu mbah”. mBah Lurah mengeluarkan dari tasnya --- sesuatu dibungkus kain batik soga. Ia seperti menarik nafas dalam-dalam.

“Ini warisan juga”. Mbah memandang ke luar se-olah-olah mencari perspektif memandang jauh ke luar. Mencari-cari Gunung Tidar rupanya.

“Sewaktu aku muda, aku suka menyepi ke guha dan sumber-sumber dan sendang--- ada sahabatku ……………. “Ia seperti mengenang sesuatu, sambil tangannya dengan khidmat membukai lipatan-lipatan kain batik soga itu.

“……………. Anak Jenderal Puspo, namanya Winarto --- ia juga orang yang sangat alim dan senang melakukan tirakat.” Tampak ia mengeluarkan keris kecil berbentuk bundar lebih kecil dari tapak tangan.Ada kuncung di ujungnya.

“Keris ini didapat Pak Winarto, ya belakang hari aku memanggil bapak padanya --- ia menjadi orang penting di Jakarta. Ia bekerja di lembaga perminyakan “. Mbah masih menimang-nimang keris itu. Tercium bau wangi yang khas. Sungguh harum keris itu.

Keris itu tidak mempunyai warangka --- pesinya hanya dibalut dengan lilitan lawe. mBah mengangguk-angguk dengan menggoyangkan bahunya. Lantas keris itu disunggi ke atas ubun-ubunnya. Ia komat-kamit merapalkan mantra.

“mBah …………….. apa rapal yang mbah bacakan untuk menghormati keris ?” mBah Lurah memandang tajam. Ia tersenyum dan tertawa kecil.

“…………… yah, nanti ta’ beri bonus mantra --- kamu ingin mantra ?aku beri kamu bonus mantra “ Ia tertawa, Bejo senang mendengar tawaran bonus itu.

“Kamu lihat, keris kecil ini bernama Semar Mesem --- kamu perhatikan pamornya, lantas lihatlah ke wajah Semar yang sedang tersenyum ……………. Keris ini besar tuahnya ………….. kalau sudah milikmu, janganlah dijual lagi ……………… aku sebenarnya sayang, tetapi ‘kan enggak ada anak-anak yang perhatian.Mending dioper untuk sunatan si Harjo, kamu orang tepat untuk mengurus keris-keris ku ini ………………. Insya Allah janganlah engkau jual …………”

Telepon Mila masuk, “ Mas, aku telah di dalam bis dari Purwokerto menuju Magelang.

Bejo tersenyum membayangkan kekasihnya akan segera tiba lepas tengah hari --- nanti malam ia akan melepas rindu.

“mBah aku mau kawin mbah”.Bejo memandang wajah mBah Lurah, untuk memandang air mukanya.

“yang dulu telah aku ceraikan, enggak setia mbah --- ia selingkuh sama bapak tiriku. Dapat satu anak, anak perempuanku sekarang diasuh ibuku.”

“Anak mana calon yang sekarang ?”

“Jakarta mbah” --- mereka jadi ramai membicarakan Primbon Prilaku dan Bentuk Badan Wanita.Bejo tertarik dengan ilmu kebatinan mbah Lurah Ketandan.

Pusaka 2 keris itu telah sepakat antara keduanya --- Bejo akan membayari 2 ekor kambing milik tetangga mBah Lurah.

Bejo juga dijanjikan batu granit apa batu fosil, milik mbah Lurah Ketandan --- batu yang berasal dari desa Wadas Lintang, koleksi jaman ia berkuasa sebagai Lurah.

(2)

Hati Bejo gembira, berbunga-bunga --- calon istrinya yang sedang hamil muda itu, tampaknya sangat bergairah --- kangen padanya. Selama perjalanan Grogol – Purwokerto Mila mengumbar kata-kata mesra, ia tampaknya menyimpan kerinduan.

Selalu berhubungan telepon.

Ibu Bejo adalah wanita kolot --- dulu ia yang mencarikan calon istri untuk Bejo. Anak gadis itu cantik, memang rada genit --- dari kalangan santri pula.Setelah bapakBejo, suaminya meninggal --- untuk membantu usaha Pejagalan warisan suaminya, ia mengawini Imam Roeswanto, pemuda yang jauh lebih muda darinya.

Terjadi skandal antara istri Bejo dengan bapak tirinya, pak Imam Roeswanto --- yah, Bejo sering meninggalkan rumahnya, karena berdagang keliling ke tempat-tempat ziarah. Kadang-kadang ia sampai 2 bulan tidak pulang-pulang.

Tampaknya ia seperti lelaki tidak bertanggung jawab --- sebenarnya ia tidak berani pulang karena ia tidak berhasil membawa uang hasil berdagang Batu Akik.

Bejo membanding-bandingkan antara bekas istrinya yang dulu dengan Mila --- istrinya yang dulu didapatinya malam pertama tidak ada noda darah --- tetapi Bejo sadar itu bukan berarti istrinya tidak perawan. Ia percaya ibunya teliti mencarikan calon istrinya. Dan anak itu terdidik di pesantren.

Mila ditemukannya dengan tidak terduga --- memang telah berumur awal 30-an. Dalam percintaan kilat di rumah Bu Lik. Dilanjutkan perjalanan hujan-hujanan dari Wonosari ke Parangtritis. Malam Tahun Baru 2012 pacaran sahdu ala Panembahan Senopati dengan Ratu Segoro Kidul. Mesra dan menyiratkan optimisme.

Mereka tidur berdua di Warung mBak Yeyet --- mereka melakukan gaya missonary terbalik, tanpa sadar --- itulah detik-detik deflorasi keperawanan Mila.Ia yang menekankan tanpa sadar lagi. Bejo puas ia mendapatkan keperawanan Mila.

Ia bertanggungjawab akan menikahi Mila --- ia bersyukur mendapatkan wanita idaman yang sesuai --- “itulah jodoh namanya”.

“Mbah Ketandan, tolong beri pendapat --- aku bingung mau kawin”. Bejo teringat lagi pada mBah Lurah Ketandan --- ia mengemukakan keruwetan persiapan pernikahannya.

“Jo, aku tak mengerti cara administrasi sekarang ini ---sudah lama pensiun tidak mengurus begituan”.

“Pak Kepala Desa ‘kan dibawah pengaruh mbah tolong mbah --- aku juga sudah ngurus ke Pesantren di Bandongan --- dan yang paling gampang di Abah Umar Cirebon, tetapi jauh mbah. Kalau bisa kawin KUA lebih sreg mbah.Tolong mbah kalau bisa pakai prosedur ‘numpang nikah’ ……….. ”. Tampaknya mBah Lurah Ketandan bersimpati, ia akan menggunakan pengaruhnya.

(3)

Ibu Bejo menetapkan Mila akan tidur sekamar dengannya --- walaupun ada kamar kosong di seberang kamarnya --- ia tidak memberi kesempatan untuk kedua sejoli itu berdua-duaan.

Ibu tidak tahu kalau Mila telah memasuki pekan ke-10 kehamilan --- memang belum ketara. Mila selalu memakai baju gamis, agar hatinya tenteram.Ibu hanya tahu kedua anak muda ini dalam proses lari kawin.

Mereka mendapat kesempatan bermesraan curi-curi --- Mila senang mereka bisa melakukan ‘necking’ plus rabaan sedikit --- dan ia sempat memegang dan melihat Mr. P kesayangannya. Ia kangen dengan benda ajaib itu, buah zakar yang indah dan lucu.

[MWA] (Buah Cinta dari Parangkusumo; novel bersambung ke 04/15)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun