(1)
Kolonel Rudolfo Moravia dan Asisten Residen Van Stiener sudah berada di Medan-Deli, Komandan Garnizun menyerahkan amplop yang dibawa kurir dengan kedatangan kapal Citadel van Antwerpen, di Pelabuhan Belawan-Deli.
Isi surat langsung didiskusikan oleh Kolonel Rudolfo dengan Tuan F.N. Nieuwenhuysen, Komisaris Pemerintah Hindia Belanda untuk Aceh.
“Tuan Rudolfo, untuk operasi militer ke Aceh, saya kurang menguasai detail --- yang jelas utusan Menteri Daerah Jajahan telah tiba di Batavia. Gubernur Jenderal James Laudon di Batavia telah memanggil Jenderal Elberg dan Letnan Jenderal J. van Swieten, untuk membicarakan adanya indikasi Amerika Serikat akan melakukan intervensi membantu Kerajaan Aceh”.
Kolonel Rudolfo Moravia termangu-mangu --- ia mempunyai kesimpulan bahwa, Pemerintah Kerajaan Belanda akan merubah strategi penguasaan Pulau Sumatera dan Selat Malaka, karena peranan Terusan Suez dan kegiatan Konsulat Amerika Serikat dan Italia di Tumasek, Singapura.
“Bagaimana tuan, apakah peranan militer Amerika Serikat, dan begitu longgarnya penjagaan Armada Belanda di Selat Malaka --- telah mencemaskan Kerajaan ?”
“Kolonel, dalam tahun ini, seperti Kolonel mengetahui --- Kerajaan Aceh yang sudah demikian lemah, telah mendapat pasok senjata dari Semenanjung Melayu --- Inggris sepertinya bermain mata.Senjata dan mesiu telah memperkuat semangat pemberontakan Uleebalang dan Rakyat Aceh”
Rudolfo mengadu-adukan kepalan tinjunya ke tapak tangannya.
“Ya, dalam surat ini, saya diperintahkan ke Batavia untuk mengkaji ulang peranan Legiun Afrika”.
“Mari diatur rute perjalanan Tuan, kapal Citadel van Antwerpen diperkirakan kembali dari perairan Aceh 4-5 hari lagi, via Pulau Penang dan Tumasek langsung tuan bisa tiba di Batavia sebelum akhir bulan …………….”
Kolonel Rudolfo Moravia ingin menggunakan kesempatan beberapa hari ini untuk menulis catatan operasional Legiun Afrika yang mungkin berubah, ada dugaan kuat Gubernur Jenderal mendapat petunjuk untuk merubah taktik dan tindakan diplomatik.Rudolfo menganggap ini pengaruh dari tekanan Amerika Serikat.
“Tuan Rudolfo, Menteri Daerah Jajahan, tampaknya sesuai dengan inisiatif merombak Amandemen Undang-undang Kerajaan tahun 1811 --- di tahun 1872 ini telah dirubah kembali tentang Wilayah Imperium Kerajaan Belanda”.Rudolfo menjadi tambah yakin.
“Ya, ya tuan Nieuwenhuysen --- Belanda mencoba memperkuat posisi hukumnya de jure menuju de facto. Aceh harus masuk wilayah Jajahan secara hukum --- Traktat Sumatra 1871 memberi hak itu pada Belanda ………………. Kerajaan dan Gubernur Jenderal harus bertindak cepat, Amerika Serikat mungkin ingin menekan untuk mendapatkan hak investasi di Pesisir Timur Sumatra. Saya akan memberi pendapat yang keras untuk menggulung pemberontak Aceh --- tahun 1873 Aceh harus menjamin penanaman modal Eropa di Perkebunan Sumatra Timur !”
Secara pribadi Rudolfo Moravia mempunyai kepentingan untuk menghancurkan pemberontak Aceh --- dia tidak mau memperpanjang kontrak soldadunya menjadi bertele-tele. Ia ingin segera menjadi Tuan Kebun di Sinembah.
Dia mengenang Karsiyem yang saat ini sedang mengandung anaknya --- ia sekilas terbayang wajah Karsiyem ketika terakhir kali mereka berpisah, dan berciuman di Pelabuhan Pulau Penang. Jadi ia akan bertemu dengan Karsiyem lebih cepat dari rencana semula. Amboi !
Ia tersenyum untuk melakukan percintaan yang panas dengan perempuan Jawa pujaannya itu.
Ia akan memberikan hadiah kejutan untuk “perempuan Jawa” kekasihnya itu --- hadiah untuk menjamin hari depan anak yang dikandungnya.
(2)
Karsiyem sudah tidak sabar menunggu kedatangan Rudolfo Moravia sebagaimana direncanakan, paling tidak bulan Desember 1872 --- sebelum Sang Kolonel bertugas dengan Legiun Afrika, melakukan operasi ke Aceh membersihkan Aceh dari anasir pemberontak.
Usia kehamilannya jalan bulan ke-4. Ia selalu mengelus-elus perutnya sambil membayangkan wajah kekasihnya, ia menginginkan anak bayi lelaki,“bayi anakku akan sangat ganteng seperti bapaknya --- yang pinter, yang akan menjadi orang terhormat --- anak Indo Eropa”.
Karsiyem tersenyum --- memang ia selalu membayangkan kisah kasih mereka, sejak mandiberdua di sumur Perkebunan Candy di Kolombo. Ia terkadang mengerang kembali menikmati khayalannya ketika mereka bergumul di dalam kelambu --- rumah panggung itu seperti berguncang terombang-ambing.
“Oh, Tuan --- bilakah pastinya tuan tiba di Tanah Jawa ? Aku sangat kangen tuan !” .
Ia kadang-kadang melakukan kilas balik kisah cinta mereka “bermain” di beranda dengan memandang debur ombak Teluk Tikus, dan di kejauhan terlihat Tanjung Bunga, Pulau Penang --- bila malam Karsiyem selalu menanti tuannya bekerja, sambil ia merajut dengan pola brayen.
Sudah pasti tuannya akan membopongnya ke atas sofa --- dilanjutkan dengan pelayanan tuannya yang sungguh membuatnya membalas dengan pelayanan yang konon, “kata tuan tidak pernah dinikmatinya dengan perempuan manapun”.
“Tuan Moravia menghargai aku sebagai perempuan Jawa yang merdeka --- karena itu kami saling melayani --- tuan sering mengatakan setelah kami di Pulau Penang, ………….. ‘kamu perempuan merdeka’ --- aku telah membayar harga kemerdekaanmu, Karsiyem ! …………… Tuan, dikau kekasihku --- datanglah tuan, tuan harus memberi nama anak kita……………… “
(3)
Tunting Wulandari telah mendiskusikan hasil bacaan buku pilihan Pastor De Goyer --- buku tulisan John Locke, tentang teori politik dan sejarah filsafat …………………………
“Tunting ini ada tulisan saya menyangkut hasil bacaan saya terhadap pemikiran Karl Marx --- kamu harus lebih jauh sekarang mengetahui tentang garis besar gerakan politik di negeri-mu.Tanah Jawa dan pulau-pulau di bawah Jajahan Hindia Belanda --- setelah jaman VOC, Kultuurstelsel, kemudian ingin dihapus oleh gerakan liberal --- itu sama saja Tunting.Apapun yang diteorikan mereka --- itu hanya taktik kaum Kolonialis dan Kapitalis untuk menghisap manusia Jawa dan Nusantara ……………… “
“Tulisanku ini banyak memuat pemikiran Marx dan Hegel --- bahanmu sudah cukup untuk mencerna itu, juga buku Ludwig Feuerbach ini, tentang Kekristenan , aku hadiahkan untukmu --- kudengar mungkin kepulanganmu ke Jepara dipercepat dari rencana semula.Kalau sempat selesai tulisanku yang menyangkut ideologi Karl Marx dan Friedrich Engels ---akan aku hadiahkan padamu, engkau sebagai pemuda bangsamu agar mempunyai bekal untuk menghadapi kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme yang menghisap bangsamu. Kamu harus menguasai ilmu sosial ekonomi, dan bagaimana cara mereka menguasai alat-alat produksi --- saya meramalkan setelah kaum kapitalis berhadapan langsung dengan kaum buruh anak negeri --- dalam 50 tahun benturan kelas penjajah dan anak negeri akan meletus. Kamu akan menyaksikan suatu revolusi di tengah bangsamu ……………….. “
Pernyataan Pastor De Goyer sungguh memikat hati Tunting --- ia ingin KemakmuranTanah Jawa bisa pula dinikmati kawula dan petani gurem anak negeri.
Tunting juga sudah tahu puluhan ribu kawula Jawa kini menjadi buruh, hamba sahaya kaum Kapitalis --- menggalas hutan rimba Sumatera Timur dan Suriname, Guiana.Sungguh mengerikan nasib mereka.
Tunting Wulandari bergidik membayangkan nasib derita bangsanya yang menjadi buruh perkebunan tembakau dan gula --- ordeneming yang sedang digalakkan di Sumantrah dan Suriname-Guiana. Kemerdekaan dan hak ulayat mereka terjerabut dengan paksa --- untuk meninggalkan tanah kelahiran mereka.
Mengerikan !
[MWA] (Damar Kurung Nyai Moravia; novel; disambung ke # 03/19)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H