Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jayakarta, Jakatra, Batavia --- Lha, Batavi adalah Nama Suku Orang Belanda

12 Juni 2012   03:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:05 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1339470019208921019

Sejarah panjang Sunda Kalapa, penuh intrik dan pat gulipat para Penguasa --- kaum Ningrat Banten, Pajajaran dan Mataram, dengan akal-akalan kaum Kolonial Portugis, Inggris dan tentunya Belanda, dengan organnya pemerintahan VOC. Akhirnya takluk di bawah Kolonialisme.

Tema yang jelas --- menjual negeri secara koruptif. Rakyat tetap saja menjadi korban para Penguasa --- kaum Feodal dan Kolonialis. Berdagang, Hak Pemungutan Pajak dan Cukai. Jual beli tanah untuk pijakan Kolonialisme.

Portugis yang membawa semangat Perang Salib ke Timur --- mendapat pijakan dengan perjanjian tanggal 21 Agustus 1522 antara Pajajaran dengan Portugis. Portugis mendapat hak mendirikan benteng di pinggir Sungai Ciliwung………………….

Portugis, Inggris, dan Belanda bersaing ketat memperebutkan pengaruh di Banten dan Jakatra ---Belanda memperoleh kesempatan di Jakatra, saat Kapten Jacque L’Hermite, perwakilan perdagangan di Banten, dengan instruksi Pieter Both, Sang Gubernur Jenderal.Dapat berunding dengan Pangeran Jakatra --- berhasil dapat persetujuan untuk membangun sebuah ‘rumah dari kayu dan batu”.

Itu di bulan Nopember 1610 persetujuandalam rangka Pangeran Jakatra memperkuat kedudukan terhadap Kerajaan Banten. Bagi Belanda itulah kesempatan untuk mengalihkan kekuatan dagangnya dari Banten ke Jakatra.

Tahun 1611 telah berdiri “Nassau Huis” di Jakatra.

Tahun 1618, delapan tahun kemudian --- Sultan-sultan Sunda dan VOCterbelalak matanya --- Inggris menunjukkan armada besarnya, yang berbasis di India, untuk mengancam seluruh kekuatan dari Maluku sampai kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa.

Belanda memperkuat pijakannya di Jakatra --- tanpa menghiraukan Pangeran Jakatra dan keberatan Kraton Mataram Surakarta --- Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen mengubah “Nassau Huis” menjadi bangunan yang kokoh, yang lengkap dengan persenjataan senapan musket dan arquebuses, serta meriam.

“Nassau Huis” dan “Mauritius Huis” dihubungkan dengan tembok batu, menjadi bangunan persegi empat --- yang kemudian dikenal sebagai “Kasteel Jakatra”.

Kegiatan Belanda memperkuat pertahanannya, ancaman armada Inggris, dan Anasir Sunda, menarik perhatian Sultan Kerajaan Banten. Sultan Banten hanya tertegun ketika mengetahui kecepatan pembangunan benteng Belanda --- dilengkapi 40 meriam besar.

Tahun 1619 Jan Pieterszoon Coen tanpa ragu-ragu, menabalkan bahwa kota itu bernama Batavia --- mengabadikan nama salah satu Suku Orang Belanda di tanah Nederland (Negeri Londo).

Memang Orang Belanda mempunyai suku asal, sejak Sebelum Kekuasaan Romawi, 12 tahun BC, kira-kira 2024 tahun silam --- mereka mempunyai Suku Batavi dan Suku Frisians.

Pada salah satu Sensus Hindia Belanda, mereka menetapkan penduduk Suku Sunda, Banten, Melayu --- dan berbagai perantau Minangkabau, Batak, Bugis, Ambon, dan siapa saja yang bermukim di Batavia --- tergolong Penduduk Batavi (baca, Betawi).

Melihat Sejarah ke belakang. Tahun 1527 Kemenangan pasukan Kerajaan Islam Demak Bintoro dibawah pimpinan Falatehan menaklukkan Sunda Kalapa --- ia mengganti nama kota pelabuhan itu menjadi Jayakarta (belakangan Elite Hindia Belanda dan penduduknya mengucapkannya : Jakatra ………… dan kemudian hari diucapkan Republiken, Jakarta).

Orang kini ada mengatakan ‘Babe’ untuk Orang Batak- Betawi ……………. Tetapi : “Ane lebih afdol Baje …………… Banyumas Orang Jakarte !”

“Anak-cucu aye mengaku Orang Jakarte --- kelahiran Propinsi DKI Jakarta Raya”

[MWA] (Features -66)

Bacaan : Hikayat Jakarta, Willard A. Hanna, Pengantar Mochtar Lubis, Yayasan Obor, Jakarta-1988; Encyclopedia of Knowledge, Grolier Incorporated, MCMXCI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun