Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Money

Investment Grade, Okay; Angka Pertumbuhan Okay --- Lantas ?

29 Desember 2011   00:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:38 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Efektif dan efisienkah peranan pemerintah ?Efisien dan efektifkah hasilnya terhadap ide Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia ? Pertanyaan –pertanyaan ini sebagai antitese iklan di Harian Kompas (28/12), iklan besar-besaran terinspirasi humor Prof. Dr ChatibBasri. Konon (semacam euphoria kompensasi).

Bersyukur Indonesia naik kelas Investment Grade-nya, Badan Pemeringkat Fitch, menetapkan BBB- --- bagi Indonesia, tentu capital inflow yang menjurus FDI, pada tahap sekarang yang lebih bermanfaat. Agar Tingkat Penganggurandapat segera dikendalikan --- Angka kemiskinan bisa efektif menurun, Daya Beli Masyarakat meningkat --- pertumbuhan lebih efektif menghadapitekanan eksternal perekonomian Global,dalam jangka pendek maupun jangka panjang,

Prasyarat untuk investor terdorong FDI (atau pun PMDN) masih banyak yang perlu dikerjakan :

a.Infra -struktur yang tersedia terintegrasi

b.Sistem Logistik Nasional yang rasional ekonomis

c.Kepastian Hukum dan Perijinan yang sistematis cepat

d.Membasmi tindakan koruptif oleh Birokrasi dan Aparat, pungutan liar yang manipulatifdan ketentuan yang menghambat kelancaran,

e.Hubungan Industrial yang kondusif.

Lha hal-hal inilah yang menjadi kewajiban yang kondusif dalam Kebijakan Pemerintah dengan sistematis dilakukan.

Capital inflow yang bersifat hot-money spekulatif, sangat berisiko terhadap Cadangan Devisa Indonesia --- kestabilan Kurs Rupiah, Neraca Pembayaran, pasokan impor untuk Sektor Riil terancam, produk domestik dan ketahanan hubunganindustrial bisa goncang, tingkat inflasi segera tidak terkendali, Sistem Keuangan rusak --- bisa saja krisis memuncak.

Capital inflow Hot-money bisa sewaktu-waktu keluar sekonyong-konyong, Indonesia tidak akan mampu mengontrolnya .Krisis panik, kebalikan euphoria yang harus dibayar!

Indonesia membutuhkan pertumbuhan yang sustainable, bukan euphoria dan pencitraan --- tahu Brazilia saat ini menurunkan tingkat pertumbuhannya dari 7,5 prosen (2010) menjadi hanya 3,5 prosen tahun ini ?

Kebijakan Pemerintah haruslah komprehensif dan cerdas. Pertumbuhan perekonomian yang berkualitas dengan Kebijakan yang komprehensif.

Brazil kini menduduki posisi ke-6 Kekuatan Ekonomi Dunia, mengalahkan Inggris di posisi ke-7 --- Produk Domestik Bruto Brazil USD 2,4 triliun tahun ini.

Brazil mengandalkan Komoditas untukmendukung perekonomiannya.

Berbeda dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini --- Komoditas di-ekspor ke Negeri yang bertumbuh, maka Indonesia pun turut tumbuh. Indonesia rawan krisis dari ketergantungannya itu.

Mengapa Indonesia tidak bisa menumbuhkan Industri yang mengolah komoditi yang bisa memberikan “added-value” dan Lapangan Kerja bagi Rakyatnya ?

Karena Pemerintah tidak mampu menyiapkan sistem dengan Kebijakan yang cerdas ( sehingga semua hambatan terhadap Sektor Riil dapat diurai) --- Pemerintah tidak mampu menggunakan semua instrument fiskal.

Saksikanlah, betapa rendahnya penyerapan belanja APBN --- dari sisi Pendapatan dan Belanja memang implementasinya belum efisien dan efektif !

Lihat pula Otoritas Moneter telah menyesuaikan BI rate, bunga telah diturunkan untuk memungkinkan lending rate pun turun --- agar Sektor Riil lega, investasi dalam negeri tumbuh --- Resesi Global dan krisis yang mengancam bisa diredam.Bagaimana Kebijakan Pemerintah?

Instrumen Pemerintah --- BankBUMNbaru mengemukakan dalih dari sisi biaya operasi mereka.Seharusnya Bank BUMN menjadi pelopor penurunan bunga pinjaman.

Tetapi karena Management mereka tidak efisien, maka pastilah kontribusi mereka untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia tidak efektif.

Pemerintah harus “menggarap” perbaikan management Bank BUMN --- agar efektif, terlalu mahal biaya operasi mereka. Margin keuntungan mereka hanya untuk memelihara mereka tetap hidup menurut standar mereka --- bukan benefit untuk Negara secara konstitusional.

[MWA] ( EkonomiNet -39)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun