[caption id="attachment_119711" align="alignleft" width="300" caption="Indonesia harus memiliki Badan Intelijen yang Tangguh dan Kredible di bidang IPOLEKSOSBUD HANKAM. Waspadai Sumber Daya Manusianya. Buatlah Undang-undang yang meliputi hal-hal itu."][/caption]
Kalau Intelijen Negara menginteli Rakyat, masyarakat di dalam negaranya untuk tujuan antisipasi Hankam, itu Okay ! Tetapi di banyak Negara malah Intelijen --- entah spion, entah agen rahasia --- entah Jawatan atau Instansi tertentu, itu menjadi instrumen kekuasaan. Pemegang amanat yang digaji oleh Negara tetapi menjadi "pengamat" segala kehidupan masyarakat, Untuk dikumpulkan dan di-olah --- lantas dikembangkan skenario, untuk membungkam. Itu tidak boleh di dalam Negara Demokrasi. Di Negara bersifat totaliter --- apakah Negara itu juga bersimbol demokrasi tetapi berpartai tunggal ala Partai Komunis. Di dalam Negara mereka memang dikembangkan sistem demikian untuk menegakkan Supremasi Hukum, Politik dan Hankam. Begitu pula Negara Monarki yang juga bersimbol demokratis model Iran di bawah Shah Reza Fahlevi,  mengandalkan Agen Intelijennya --- SAVAK, untuk memberangus Rakyatnya. Tetapi tokh Revolusi Islam bisa menggulingkan dan membungkam SAVAK, dalam fakta sejarahnya. Begitu pula KGB dan Dinas-dinas sejenis yang dipekerjakan Uni Sovyet, tidak mampu membendung arus balik kejatuhan Ekonomi Negara Adidaya itu --- USSR ambruk, berkeping-keping menjadi Negara-negara baru, baik berdasarkan Alasan Historis maupun, Geo Politik yang sedang memungkinkan. Nyatanya ide yang brilien dari Mikhail Gorbachev Perestroika (reformasi politik dan ekonomi bagi USSR) puncak kritisnya. Habislah sejarah USSR yang komunis tunduk pada kejayaan Kapitalisme. Begitu pula Republik Yugoslavia. Ambruk terpecah-pedah dalam proses perang yang --- harusnya bisa diantisipasi oleh Dinas Rahasianya.. Nyatanya tidak bisa ditangkal dan dibendung. Adakah Operasi Intelijen Blok Barat turut melakukan serangan atas fakta Sejarah itu ? Amerika Serikat juga sebagai Negara Demokrasi --- tetap memerlukan berbagai Instansi yang bertugas "meng-antisipasi" ancaman dari luar dan dalam negerinya. Yang bekerja di dalam wilayah atau pun di luar wilayah negerinya. Pendekatan Pertahanan dan Keamanan. USA tetap kecolongan dengan Serangan Menara Kembar WTC (9/11). Sehingga dalam kepanikan Presiden Bush berkata : " America under Attack --- kita kobarkan kembali Perang Salib !". Begitu pula Malaysia , Singapura dan Semua Negara-negara ASEAN tentu mempunyai Undang-undang yang dibenarkan oleh Konstitusinya untuk melakukan "antisipasi". Menangkal dan ofensif tentu lebih efisien dibanding harus lebih dahulu cidera karena diamuk Ancaman. Di dunia mungkin yang paling termashur Badan Intelijen dari Amerika Serikat (CIA) dan sejumlah Negara Eropa lainnya--- begitu pula Negara sekelas Israel ( Mossad dan Shin Beth), Afrika Selatan, dan Australia --- adalah Negara-negara yang mempunyai Badan Intelijen yang tangguh. Mereka bisa bekerja jauh di luar Negara-nya. Meng-Antisipasi dan Ofensif ! Bagaimana Indonesia ? Sebagaimana kekuatan operasional militer juga --- diperoleh selama pengalaman Penjajahan Belanda dan Pendudukan Jepang --- begitu pula pengalaman Badan Intelijen, ya Indonesia juga di awali dari proses yang sama. Dalam catatan sejarah setelah Merdeka --- tercatat badan-badan intelijen yang dibangun sejak Jaman Kolonel Zulkifli Lubis sampai jaman BPI, Bakin, dan BIN saat ini. Dari teks dan buku-buku yang terbit dalam dan luar negeri --- kemampuan Badan-badan sejenis, Indonesia tidaklah memadai. Mungkin mereka dengan segala daya dilengkapi Negara dengan peralatan modern. Tetapi the Man behind the Gun sangat meragukan. Kompetensi dan Kinerja mereka sama saja lebih kurang dengan Aparat yang lain. Budaya Retrogresif bisa melanda mereka. Adalah potongan sejarah --- bagaimana peran Intelijen mengotak-atik kekuatan di dalam negeri. Dengan penetrasi dan intercept --- digunakan untuk Politik Kekuasaan, bukan murni untuk mengantisipasi Ketahanan Hankam. Kerusuhan, demonstrasi, penyusupan, seminar dan diskusi bisa, menjadi instrument mematangkan pra-kondisi dan kondisi yang ingin dicapai. Hal-hal semacam itu dikerjakan secara intensif dan ekstensif oleh Badan-badan intelijen di Indonesia --- seperti BPI ( oleh Waperdam Soebandrio) di jaman Nasakom Bung Karno; Opsus dan Bakin di jaman Ali Moertopo sampai Benny Moerdhani --- bahkan badan badan intelijen itu masuk ke Bidang-bidang Ekonomi dan Industri. Mengapa ? Mental turut mengutipi rente ekonomi --- Seorang Jenderal yang biasa memegang jabatan Intelijen mengatakan : "bahwa badan-badan intelijen tidak bergerak dengan menggunakan berkas !". Tetapi prakteknya bukan rahasia --- mereka bergerak dengan menunjukkan "surat tugas". Lha untuk apa ? Itu tadi mental yang lemah "The man behind the Gun".  Indonesia harus waspada terhadap Sumber Daya Manusia di bidang intelijen. Kerja sama dengan Badan Intelijen Asing juga meriah --- bisa dibaca dari buku-buku, artikel atau Wikileaks. Benar tidak benar, Indonesia harus mencemaskan itu, dan mengantisipasi. Kelemahan mental Sumber Daya Manusia. Isu yang digarap pun luas sekali --- Ipoleksosbud Hankam. Dari masalah KW 9 DI/TII dan NII sampai pemerasan, kriminalisasi, terorisme, pembakaran kawasan perumahan, Terorisme, sampai isu-isu Pluralisme. Bagaimana aspek Kolone-V, atau pendaya-gunaan oleh Agen Intelijen Asing ? Masih ingat Islamo Phobia ?  Komunisto Phobia ? Atau Gerakan Anti Islam --- yang sudah ditanamkan sejak Jaman Kolonialisme sampai Orde Baru atau bahkan sampai masa kini. Karena Kekuasaan Politik adalah masalah Kontemporer. Masih ingat berita bahwa, Adam Malik ( pernah Menlu RI) konon Agen CIA (?); berita dan proses pengadilan Seorang TNI menjadi Agen USSR yang menjual informasi Kelautan Indonesia ? Ingat berita "terkuncinya Sukhoi" tidak bisa menembak, sewaktu latihan ? Gangguan teknis atau pihak lawan turut latihan mengunci ? Wah ! Kerjasama antar Badan Intelijen memang, membuka ruang untuk melakukan kegiatan "Agen Ganda" --- berita, teks, artikel, buku, dan film banyak menggambar hal itu. Maka Waspadalah ! Indonesia membutuhkan Undang-undang tentang Intelijen yang harus Konstitusional, Melingkupi Isu-isu Kontemporer, Hankam yang Visioner, dan Controlable. Karena kegiatan Badan Intelijen sangat diperlukan, tetapi juga dapat menjadi agen Politik Kekuasaan atau malah dimanfaatkan oleh Kekuatan Asing. Waspadalah jangan ada ruang vakum untuk itu ! (bersambung) [MWA] *)Foto ex Internet
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H