1.Ibunda
Tiada satu manusia lain yang bisa menggantikan kedudukan Ibunda --- Ia-lah yang melahirkan, mengenalkan kedekatan Jiwa dan Kehidupan melalui degupan jantungnya, dan belaian kasih-sayangnya.
Ibu yang mengajarkan lingkungan dan perjuangan hidup --- ia membacakan syair dengan tangisan emosional, mendramatisir arti penguasaan kekuatan bathin --- untuk sadar mampu melihat ke dalam dan ke luar diri.
Ibu yang mengajarkan bagaimana menyintai lelaki, membahagiakan seluruh keluarga. Anak-anak mendapat tauladan bahwa lelaki harus bertanggungjawab dan menyintai seluruh keluarga dan hari depan mereka.
Ibu menjahitkan pakaian Hari Raya yang menjiwai arti kegembiraan dan arti kesuksesan hidup --- dalam usianya yang renta ia masih memberikan pengajaran yang indah : “sudahkah kau sholat ?”.Suaranya, tatapan matanya, tepukan dan ajuk-annya sangat mendalam membahagiakan cucu-cucunya.
Ibunda, dalam usiamu yang ke-86 kami haribakan jasad-mu di bumi Allah.
2. Isteri
Konco wingking, sahabat kehidupan, segaran nyowo --- bayangan silhout sikap-nya dalam Takbiratul Ikhram, Ruku’ dan Sujud, adalah bayang-bayang sikap Iman dan Takwa ibunda. Mendebarkan dan mengilhami ajaran Bunda --- seperti kata-kata Bunda menjawab pertanyaan Dokter.
“Ibu, tidak bisa membedakan mana yang anak mana yang menantu”Begitulah bijaksananya ibu terhadap menantunya.
3. Uti (Eyang Puteri)
Tak terbayangkan rasa kehilangan seorang Cucuanda --- perginya Sang Nenekanda untuk tidak kembali lagi.Kisah sedih duka dari “Chicken-Soup dan Gurindam Orang Melayu atau pun Minang”. Duka nestapa cucu yang kehilangan Sang Nenek ……………..
Pagi ini Atuk dan Uti akan pergi --- Cucu sudah berhari-hari selalu menangis emosional karena kedua kecintaan-mereka akan bertolak.“Dengan siapa kami bermain dan belajar ?"
[caption id="attachment_119701" align="aligncenter" width="640" caption="Piramida, Epitaph, dan Prasasti adalah Hiasan Spiritual Manusia meng-Abadi-kan Cinta, Percintaan, dan Kecintaan arti Kehidupan."][/caption]
Mungkin dalam pikiran anak-anak-kami, inilah cara bagaimana memperkenalkan mereka dengan “rasa kehilangan Atuk dan Uti”, tetapi masih bisa kembali --- Insya Allah !”
4. Kepergian
Pergi untuk kembali lagi, adalah adat kebiasaan dalam keluarga --- mencari nafkah atau urusan duniawi lainnya.Tetapi tibalah masa itu --- kapan pun, bagi yang bernyawa untuk menemui ajalnya.Pergi untuk tidak kembali lagi………..Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un.
[MWA]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H