[caption id="attachment_273840" align="aligncenter" width="298" caption="Pemimpin --- Tanggap Darurat, Ini Awal Bencana Nasional. Bencana tidak datang tiba-tiba !"][/caption] Di beritakan Etnis tertentu --- dari ciri fisik-nya.  Dulu beberapa Jenderal yang menguasai Ibukota Jakarta Raya, sebagai Panglima --- bahkan yang mempunyai predikat Ahli Intelijen --- bisa kecolongan para demonstran, para mahasiswa dari Propinsi Timor Timur, yang kuliah di UNS Solo atau perguruan Tinggi di Pulau Jawa . Mereka melakukan konsentrasi di Jakarta, lantas melompati pagar kawasan Kedutaan Negara Asing. Itulah permulaan kekalahan Diplomasi NKRI --- mengundang tekanan Internasional. Modar --- Timor Timur, Merdeka ! Ciri fisik mereka tidak ter-deteksi (?) Kok sekarang menjadi predikat ? Tahun 50-an --- baca tahun 1950-an --- pers baru merdeka, di Koran Minggu, banyak memelihara pembaca dengan berbasis organisasi pemuda kesukuan, dan lain-lain --- ala Jong Java, Jong Celebes, Naposo Bulung, entah apa lagi --- penulis masih kanak-kanak (sampai sekarang sangat berkesan komentar seorang pembaca) --- Hentikan perkumpulan berbasis kesukuan ! Memang saat itu banyak bermunculan organisasi ke-pemudaan demikian yang bergabung di Majalah atau Koran Mingguan. Memanfaatkan kegiatan kepemudaan dan pemasaran. Hentikan perkumpulan berbasis kesukuan ! Ingat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 . Sangat berkesan polemik itu, bagi penulis yang saat itu masih kanak-kanak. Ada Sumpah Pemuda yang demikian Nasionalistis, Patriotis, dan bersifat Unitarisme ! Maka dibubarkanlah organisasi-organsasi yang demikian dari sponsorship Media itu --- diganti dengan Organisasi atau Klub berdasarkan Horoscope --- meng-organisasikan 12 lambang Horoskop menjadi 4 kelompok --- 3 Lambang dalam satu Organisasi. Alasan-nya itu tadi Rakyat Indonesia sudah di-sumpahi ! Itu dulu --- manusia Indonesia masih kental Kecerdasan Nasionalisme-nya.  Kini telah tergerus oleh Individualisme, Kemiskinan, Ketamakan, Keserakahan, Ketidak-pastian Hari Depan --- dan Lemahnya Kepimpinan dalam Pemerintahan dan ke-Negaraan. Amuk massa --- antara Desa A dengan Kampung B, persis prilaku kaum primitif --- perang batu, pentungan kayu, golok, ketapel, panah jaman dulu --- bakaaaar !  Bunuuuuuuh.  Mushala yang dibangun dengan swadaya dibakar, rumah reyot dan rumah mewah , dibakar. Alasan yang remeh temeh sebagai pemicu --- yang mengherankan itu, kok demikian bodoh anasir di dalam masyarakat Indonesia ?  Budaya Retrogresif penyebabnya.  Tidak lain. Anak mahasiswa --- calon bakalan manager, legislator, birokrat, tentara, polisi, jaksa atau hakim --- bertempur mati-matian , memang ada yang mati konyol --- fasilitas yang selalu diperjuangkan dengan demonstrasi --- setelah terwujud --- dihancurkan dan dibakar. Goblok ! Siapa gurunya ? Orang Indonesia yang merdeka --- tetapi memang Pemimpin yang memberi Suri Teladan positif sudah tidak pernah ada lagi (?). Itu anak didik (20 persen APBN) --- intelektual-nya, kematangan kecerdasan-nya hanya se-begitu ?. Perang batu, ketapel, bom Molotov, demonstrasi pakai tinja, dan destruktif --- lha, mengapa Indonesia malah mundur ?  Budaya Retrogresif itu, Bung Pemimpin ! Menjelang akhir Milinium yang lalu --- awal milinium yang ini . Di Kalimantan Barat, Orang Indonesia menenteng kepala orang Indonesia yang tidak tahu diri. Mengapa tidak tahu diri, karena Kecerdasan Sosial-nya minim dan berkurang --- tidak ada istilah Suku Asli dan Penduduk Pendatang --- yang ada pepatah Nenek Moyang !  "di mana Bumi dipijak, di situ Langit dijunjung". Kalau merantau --- carilah Induk Semang yang akan mengayomi, bangunlah negeri bersama-sama. Jangan Mentang-mentang. Apalagi mengakali orang yang tenang dan bersahaja. Jangan Tamak --- ketamakan akan memendam dendam ! Jangan tebar kesombongan intelektuil, apalagi yang bersifat koruptif. Akan memendam dendam ! Indonesiamudah sekali dipecah-belah atau diproses Balkanisasi. Waspadalah ! Kebiasaan perang suku saja harus di-enyahkan, kok malah memelihara dendam kesumatan --- Negara dan Birokrat sibuk dengan trik koruptif, bukannya melihat ke depan dengan Visi Kebangsaan --- Memang ada Visi dan Misi dibuat di buku ,  digantungkan dan ditempel di dinding-dinding Birokrasi --- tetapi tiada makna, karena tidak dimengerti oleh para manajer birokrasi dan si Rakyat yang ngoh. Bagaimana Rakyat tidak ngah-ngoh, tidak terasa maknanya, dan tidak di-Alami praxis-nya. Apanya ? Pemimpin, waspadalah --- terlalu banyak dendam di dalam Bangsa ini. Sumpahilah mereka setiap 28 Oktober, kalau tidak matching dengan Kenyataan yang di-Alami, tunggu saja pemicunya.  Remeh temeh --- hasil pendidikan "Bom bersumbu ledak yang pendek".  Mahal sekali proses pendidikan di dalam Bangsa ini --- tetapi tidak link dan match dengan Kebutuhan proses Kesatuan Bangsa. Pemimpinlah yang bersalah. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Bukan untuk melihat horizon yang kabur atau gelap --- tetapi hakekatnya adalah melebur diri untuk memandang Visi yang jelas. Kemakmuran Bersama. "Berat sama dipikul --- enteng sama dijinjing ! " Kongres Pemuda Indonesia pada tanggal 27-28 Oktober 1928, yang dihadiri Jong Java, Jong Sumatra, Jong Bataks Bond, Jong Celebes, Sekar Roekoen, Pemuda Indonesia, Pemoeda Kaoem Betawi dan Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia --- menyumpahi diri mereka : Sumpah Pemuda yang mengakui Satu Nusa, satu Bangsa, dan Satu Bahasa. Setelah Merdeka hanya satu, bukan yang lain : lakukan proses National Building dan National Character --- jangan bertele-tele dengan kategori naïf : Penduduk Asli dengan Kaum Pendatang. Sudah difusi dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Indonesia-ku ! Pemimpin Sadarlah ! Jalan panjang Indonesia --- tidak bisa dimerdekakan dengan banyak kekeliruan, dalam Memimpin Negara, membuat Legislasi, menyusun dan menggunakan APBN, memberi Grasi dan Remisi kepada para Koruptor, bertele-tele dalam menegakkan hukum, menyusun organisasi pemerintahan, melaksanakan Reformasi 1998, manajemen memilih dan melatih Birokrat dan Aparat , membiarkan Kebijakan yang merugikan Hari Depan Bangsa tanpa proses hukum. Apalagi kekeliruan dalam mengelola Sumber Daya yang Ada dan Sumber Daya Waktu. Fatal risikonya ! Sed fugit interea, fugit irreparabile tempus, sementara itu waktu meluncur cepat, bahkan meluncur tak terkejar ( Publius Vergilius Maro) Ille dies primus leti primusque malorum/causa fuit, hari itu adalah penyebab pertama dari kematian dan kerusakan ( idem ). Dalam kasus Indonesia --- iyya tampaknya (?).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H