Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Engkong Unus dan Jokowi (Cermin-63)

22 September 2012   02:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:01 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_207109" align="aligncenter" width="473" caption="MWA Grafis- Cermin 63"][/caption]

Umurnya telah mencapai 84 tahun, dialah yang membuka toko klontong yang pertama sekali di Bojongsari.Tahun 60-an ia membuka foto Studio sampai sekarang --- yang uniknya foto studio itu kini dijalankan cucunya, Robby, telah menggunakan proses foto-digital. Ia bangga dengan cucunya itu.

 

Engkong Unus bangga dengan cucunya itu, inovatif dan lincah membaca kemajuan jaman. Nih, satu lagi inovasi anak itu --- foto studio itu ringkas saja propertinya, lantas ruangan ke arah “shooting” dipenuhi wadah plastik berisi permainan anak-anak, barang impor (penyelundupan ?) dari Negeri Cina.

 

Robby adalah generasi ke-3, engkong sudah tidak mau campur tangan dengan manajemen toko itu --- ia hanya mengamati dari jauh, sambil mendengarkan celoteh dan obrolan orang pasar.

 

“Engkong memakai sarung kotak-kotak, apakah engkong pendukung Jokowi ?”, tanya tukang ikan pindang pada Engkong Unus.

 

“Engkong asalnya Orang Kampung Melayu --- datuk engkong adalah pedagang kemenyan dan gambir --- kesohor itu datuk, Orang-orang menggelarinya Datuk Gambir.”

 

“Tahun 1948, jaman revolusi dia wasiatkan tanah di Bojongsari dan Duren Seribu untuk engkong --- di sini masih hutan bambu …… banyak Kuntilanak kalau berani pulang malam ………………. Lu komentar sarung engkong kotak-kotak, sejak dulu sebelum Jokowi nyalon Gubernur !”

 

“Kalau engkong masih di Kampung Melayu, engkong turut milih siapa, apalagi engkong haji ?”

 

 

 

“Eh, lu jangan bawa motif sarung dan gelar haji engkong --- enggak ada urusan dengan kebutuhan duniawi --- secara ilmu duniawi, sudah benar itu Rakyat Jakarte memilih Jokowi --- kalau engkong masih terdaftar di Kampung Melayu, engkong tentu memilih Jokowi --- dia mempunyai ciri-ciri pemuda, pemimpin masa depan Indonesia”

 

Engkong yang masih sehat itu bertumpu pada tongkatnya yang berat itu , konon tongkat kayu Nagasari dari Jawa (Orang Jakarte dan Jawa Barat, selalu mengatakan daerah wetan dengan “Jawa”--- sedang mereka adalah Orang Sunda, Orang Banten, dan Orang Jakarte).

Si Usin pedagang mangga nyletuk, “Kong, katenye tongkat engkong warisan Kyai Syamsuri dari Cirebon, ya Kong ?”

“Panjang ceritanya tongkat ini --- coba lu pegang tongkat iniatos dan berat, engkong beruntung sudah memakai tongkat Nagasari ini sejak lebih dua puluh tahun, sebagai alat dan senjata ……………….”

 

“Kyai Syamsuri dulu bertempurnya dengan Daan Mogot --- mereka sama-sama pemuda pejuang di daerah Tangerang dan Jakarta. Dari dulu pemimpin-pemimpin bangsa ini memang berjuang bersama untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia ……………. Sejak jaman “Dokter Jawa” sampai Tan Malaka, Arudji, Sayuti Melik, Muhammad Yamin, Subardjo, Sunario, Wikana, Adam Malik dan kawan-kawan memang pejuang Bhinneka Tunggal Ika --- pemimpin mereka adalah tokoh yang memberi tauladan kepeloporan, entah Chairul Saleh, entah Sukarno, entah Daan Mogot --- enggak penting asal usulnya …………….. baguslah kini semangat itu kembali ditunjukkan Orang Jakarte. “

 

Pasar tradisional Parung, tempat mereka mengobrol memang hampir bubar --- Orang selalu asyik apabila ada Engkong Unus, dia selalu bisa membeberkan ‘masa lalu’ secara politis ataupun kesejarahan.

 

 

“Jakarte memang pantas dipimpin oleh Jokowi --- Enggak penting asalnya, Ali Sadikin dari Cirebon atau Sudiro dari Jawa. Yang terpenting tokoh itu sosok pemimpin yang sesuai dengan Jamannya …………………. VOC juga memilih Jan Pieterszoon Coen untuk kembali ke Jakarta pada bulan Mei 1619 dengan kapal “Petit Holland” yang dikawal belasan kapal …………. Untuk menduduki Jakarta secara Kolonialisme”.

 

 

Memang Jan Pieterszoon Coen sekembalinya langsung mengumumkan “Koninkrijk Jakatra (Kerajaan Jakatra, dengan ia sebagai Penguasa Tunggal) --- dialah yang membangun Oud Batavia (Batavia Lama) dan Nieuw Batavia (Batavia Baru) --- Jan Pieterszoon Coen-lah yang menciptakan Orang Kota Batavia keturunan baru, terdiri dari para keturunan Cina Perantauan dan Indo yang berkulit gelap, yang pasih berbahasa Belanda --- mereka itulah Burgerij Batavia, unsur Homo Bataviensis.

 

 

“Jadi engkong senang dong Jokowi terpilih !”

“Ya, Jakarta memang Kota Revolusi, Kota Proklamasi, Kota Nasionalisme --- kota Bhinneka Tunggal Ika --- engkong ingin Jokowi segera rombak Transportasi Jakarta terintegrasi dengan arus manusia Megapolitan……………….. pekerja Jabodetabek diangkut secara massaldengan Kereta Api dan Busway --- yang murah, nyaman dan massal ……………. Lantas mobilitasdi tengah Jakarta oleh Railed-Busway !”

“Engkong kok ngerti saja sih ?” , Tanya Tukang Ketoprak plus Gado-Gado Jakarte , bernama Parjanto.

“Jelek-jelek engkong 18 tahun sekolah di Jerman !”, kata engkong berseloroh.

Semua tertawa renyah --- Wong Cilik lagi bungah

[MWA] ( Cermin-Haiku 63)

*Bahan bacaan

Hikayat Jakarta, Willard A. Hanna, Kata Pengantar Mochtar Lubis, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta-1988

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun